Laman

STUDI TENTANG BUDAYA DAN LINGKUNGAN ORGANISASI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KOMITMEN DAN KINERJA ORGANISASI


STUDI TENTANG BUDAYA DAN LINGKUNGAN  ORGANISASI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KOMITMEN DAN KINERJA ORGANISASI

STUDY ABOUT CULTURE AND ENVIRONMENTALLY ORGANISATIONAL AND ITS INFLUENCE TO COMMITMENT AND ORGANIZATION PERFORMANCE
Boediono
Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Semarang


ABSTRACT

The organizational and corporate culture has important role in an organizational, facing very hard business compitition nowdays. Corporate culture is hoped to give a guidance and motivating to all component of organization to maximize all its resources.  Internal or external organization environment, especially its management mindset really influences a strong corporate culture that can be used as a guidance to each employee in working and can be a soul for organization.  Internalized corporate culture and condusive environment is a requirement for employee committing to organization.  Finally, They are all able to increase productivity, have competitive advantages among organization and get good sustainable organization performance.

Keyword:  Corporate Culture, Commitment, Organization Performance.



Perusahaan diera global sekarang ini menghadapi persaingan yang luar biasa tinggi, karena persaingan tidak saja harus dilakukan dengan perusahaan dalam negeri tetapi juga perusahaan luar. Perusahaan luar negeri terutama yang berasal dari negara-negara maju, secara kualitatif umumnya lebih baik, baik dalam hal keuangan, peralatan, ilmu pengetahuan maupun pengalaman. Mereka cenderung dan terbiasa beroperasi secara global dan juga terbiasa menghadapi persaingan usaha dengan perusahaan lain. Persaingan dengan sesama perusahaan  dalam negeripun tidak bisa disepelekan. Salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan perusahaan dalam menghadapi situasi seperti ini adalah perusahaan tersebut harus mempunyai senjata andalan untuk menghadapinya, senjata ini harus mempunyai karakteristik yang khas yang memungkinkan perusahaan dapat memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Budaya organisasi yang digali dari dalam perusahaan dan juga lingkungan perusahaan yang dibangun secara kondusif demi terdapatnya budaya organisasi yang unik dapat menjadi salah satu senjata andalan perusahaan untuk bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain dilevel global. AB Susanto (2008:54), mengatakan persaingan global disatu sisi dapat menjadi peluang bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi keluar wilayahnya. Sebaliknya bila perusahaan tidak mampu melakukan adaptasi terhadap kondisi persaingan global yang semakin keras, maka perusahaan menghadapi ancaman daya saing.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Kotter dan Hesket (1992), ditemukan bahwa budaya organisasi atau budaya perusahaan dapat memiliki pengaruh yang signifikan bagi kinerja perusahaan secara financial dalam jangka panjang. Budaya perusahaan menjadi factor yang semakin penting dalam menentukan keberhasilan ataupun kegagalan perusahaan. Budaya dapat menjadi penghalang perusahaan dalam mengadaptasi strategi atau perubahan taktik yang dibutuhkan. AB Susanto (2008:253), juga menjelaskan keterkaitan antara budaya dan perusahaan serta kerja yang dilakukan. Pengembangan budaya organisasi yang kuat bertujuan untuk mencapai kinerja superior yang berkesinambungan dalam jangka panjang namun perlu didukung oleh kepemimpinan serta manajemen yang andal. Budaya yang kuat diasosiasikan dengan kinerja yang unggul. Dalam perusahaan dengan budaya yang kuat, manajemennya mempunyai seperangkat nilai dan metode yang relatif konsisten dalam menjalankan aktivitas bisnis.
Misi, visi, nilai-nilai perusahaan, tradisi, ritual, dan upacara-upacara seremonial, yang sebelumnya tidak dipedulikan karena dianggap tidak memiliki korelasi dengan kegiatan bisnis dan tidak memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja perusahaan sekarang dijadikan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari perusahaan, tujuannya satu, demi membangun budaya yang kuat (strong culture). Peter dan Waterman Jr (1982), mengatakan, perusahaan yang berhasil adalah perusahaan yang memiliki budaya yang kuat, dikatakannya bahwa faktor-faktor yang menyebabkan keberhasilan perusahaan antara lain: kedekatannya dengan konsumen, hand-on value driven, entrepreneurship, bentuk organisasi yang sederhana, tekun pada bisnis yang digeluti dsb. Jika pimpinan perusahaan dan semua karyawan mempunyai sense dan keyakinan yang sama (shared vision, values, and belief) terhadap faktor-faktor ini, maka dapat dipercaya bahwa perusahaan akan berhasil. Kesamaan visi, nilai-nilai, dan keyakinan diantara anggota organisasi menunjukkan kuatnya budaya perusahaan dan sebaliknya menunjukkan lemahnya budaya perusahaan. Dengan kata lain, keberhasilan  perusahaan dalam kacamata Peter dan Waterman Jr (1982) ditentukan oleh kuat tidaknya budaya yang dimiliki perusahaan tersebut.
Membentuk budaya organisasi yang kuat yang akan mampu mendorong tercapainya kinerja perusahaan yang baik tidaklah mudah untuk dilaksanakan, banyak hambatan dan tantangannya. Hambatan dan tantangan tersebut dapat berasal dari lingkungan luar maupun dari dalam perusahaan, Hambatan dari luar berupa perubahan yang drastis dan intensif dalam lingkungan bisnis sedangkan hambatan dari internal berupa perubahan paradigma dalam internal organisasi itu sendiri. AB Susanto (2008:62) menyatakan, beberapa hal penting yang berkaitan dengan lingkungan internal perusahaan adalah munculnya karyawan-karyaan baru didalam perusahaan yang mempunyai banyak tuntutan, semakin kuatnya organisasi atau serikat karyawan, makin mahalnya biaya overhead, kompetisi internal yang makin ketat antar karyawan untuk mendapatkan posisi yang lebih baik, adanya perubahan paradigma dari core business menjadi core competence, dan yang tidak kalah pentingnya adalah paradigma pemikiran manajemen yang harus sesuai dan selaras dengan situasi dan kondisi lingkungan bisnis yang sedang dihadapi perusahaan, karena tanpa penyesuaian paradigma berpikir manajemen akan sangat sulit bagi perusahaan untuk eksis dalam persaingan.
Budaya organisasi yang didukung dengan kondisi lingkungan yang kondusif akan membuat suasana kerja didalam perusahaan lebih mendukung untuk berkembangnya perusahaan, hal ini juga akan menyebabkan karyawan dapat lebih memaksimalkan potensi dirinya didalam berkarya demi kemajuan perusahaan. Dalam kondisi yang demikian maka perusahaan atau organisasi dan lebih khusus lagi dalam hal ini pihak manajemen untuk mempunyai komitmen terhadap karyawan atau sumberdaya manusianya.  AB Susanto (2008:62) juga mengatakan  bahwa dilingkungan perusahaan yang sudah tidak ada lagi kepercayaan atau komitmen, karyawan akan cenderung menghabiskan waktu untuk mempertahankan dirinya sendiri dibandingkan untuk mencapai tujuan organisasi. Demikian juga dengan Kerfoot (1998) mengatakan bahwa bila didalam suatu organisasi terdapat budaya yang lemah akan mengakibatkan lemahnya loyalitas. Pendapat mereka juga diperkuat oleh Siegall dan Worth (2001) yang mengatakan bahwa  kepercayaan dan komitmen karyawan dapat meningkatkan rasa percaya diri yang tinggi bahwa usaha mereka pada akhirnya akan membawa manfaat yang besar bagi mereka juga.
Budaya yang kuat diasosiasikan dengan kinerja organisasi yang unggul, didalam perusahaan dengan budaya yang kuat, hampir seluruh manajernya memiliki seperangkat nilai-nilai dan metode-metode yang relative konsisten dalam menjalankan  aktivitas bisnis. Dalam budaya yang kuat sering menjadikan nilai-nilai yang yang mereka miliki dikenal melalui pernyataan misinya serta secara serius mendorong semua potensi untuk mencapai misi tersebut. AB Susanto (2008:64) mengatakan bahwa budaya yang kuat terkait dengan kinerja organisasi yang baik terkait dengan 3 hal, yaitu keselerasan dengan tujuan perusahaan, dapat menciptakan motovasi yang tinggi, serta dapat meningkatkan komitmen dan loyalitas karyawan. Selain budaya yang kuat juga diperlukan budaya yang adaptif, yaitu budaya yang mampu membantu perusahaan didalam mengantisipasi dan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga dapat menghasilkan kinerja organisasi yang superior secara sustainable atau berkelanjutan. Beberapa alasan inilah yang melatar belakangi perlu adanya penelitian tentang budaya dan lingkungan organisasi dan pengaruhnya terhadap komitmen dan kinerja organisasi.

PERMASALAHAN

Berdasarkan penjelasan diatas yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah dampak budaya dan lingkungan organisasi terhadap komitmen karyawan dan kinerja organisasi”  Dari perumusan masalah tersebut maka pertanyaan masalahnya adalah: apakah budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap komitmen karyawan pada organisasi, apakah lingkungan mempunyai pengaruh terhadap komitmen karyawan kepada organisasi, dan apakah komitmen karyawan mempunyai dampak terhadap kinerja organisasi.

PEMBAHASAN

 Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan perangkat organisasi yang dianggap abstrak, namun semakin hari semakin dirasakan betapa segnifikan pengaruhnya terhadap kinerja organisasi. Berdasarkan definisi tersebut dapat disinpulkan bahwa kultur atau budaya organisasi merupakan suatu kekuatan yang tidak terlihat tetapi mempengaruhi pikiran, perasaan, pembicaraan dan tindakan orang-orang yang bekerja didalam organisasi, mempengaruhi persepsi pegawai, menentukan cara kerja pegawai sehari-hari dan juga dapat membuat mereka senang dalam melaksanakan pekerjaannya. Budaya organisasi menyangkut  masalah perilaku orang yang bekerja dalam organisasi yang selanjutnya akan mempengaruhi perilaku anggota organisasi sehingga dapat menciptakan suatu kebersamaan baik dalam sikap maupun perilaku anggota organisasi untuk mencapai keberhasilan organisasi. Jocano (1988:23) mengatakan budaya bukan merupakan hasil karya individu tetapi terjadi dalam sebuah group, kelompok atau masyarakat. Juga dikatakan bahwa budaya organisasi adalah kebiasaan yang berlaku pada sebuah organisasi, juga menjelaskan bahwa kebiasaan yang terjadi didalam sebuah organisasi sesungguhnya berasal dari sebuah sumber yaitu nilai-nilai organisasi (organizational value), itulah sebabnya dilihat dari strukturnya, budaya organisasi terdiri beberapa komponen  

Studi Kotter dan Heskett (1992), mendukung hal ini, dan menggolongannya menjadi 3 golongan atau kategori, yaitu: budaya yang kuat (strong culture), budaya yang adaptif (adaptive culture), dan budaya berkinerja rendah (low-performance culture). Setiap organisasi atau perusahaan pasti mempunyai kultur atau budaya, baik secara eksplisit maupun implisit. Sejauhmana kultur organisasi satu berbeda beda dengan kultur organisasi yang lain dapat dapat dicermati berdasarkan pendekatan terhadap elemen-elemen kultur organisasinya.
Budaya atau kultur merupakan sekumpulan pengetahuan, kepercayaan, sei, moral, hokum, adat dan kapabilitas serta kebiasaan yang diperoleh seseorang sebagai anggota sebuah perkumpulan atau komunitas tertentu. Schein (1992) mendefinisikan kultur organisasi sebagai sistem dari nilai dan keyakinan yang dimiliki secara bersama, yang dibangun di dalam organisasi dan memandu perilaku anggotanya. Sistem dari nilai dan keyakinan milik bersama ini merupakan suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, dibentuk oleh anggota organisasi sebagai penjelmaan hasil belajar dalam mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan intergrasi internal.

Lingkungan Organisasi
Peranan lingkungan organisasi atau usaha sangatlah penting artinya untuk pengelolaan organisasi atau usaha yang bersangkutan, pada umumnya kalau kita berbicara tentang lingkungan organiasi terdapat 2 jenis, yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal organisasi. Lingkungan internal organisasi umumnya dapat dikelola oleh organisasi atau perusahaan, sebaliknya dengan lingkungan eksternal organisasi secara mutlak tidak dapat dikelola oleh perusahaan tetapi hanya dapat dieliminir dampak negatifnya. Perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat haruslah disikapi oleh organisasi atau perusahaan. AB Susanto (2008:65) mengatakan perubahan lingkungan bisnis yang cepat dapat diantisipasi dengan cara membentuk organisasi yang terdesentralisasi, pentingnya membangun organisasi berbasis nilai, perlunya diciptakan lingkungan kerja yang bukan berbasis kantor (officeless environment), membangun transaksi yang berbasis non kertas (paperless transaction),  melakukan transformasi bisnis misal dengan franchising, aliansi, merger and acquisition, merancang produk dan jasa baru yang lebih sophisticated, mengembangkan teknologi sebagai enabler bisnis yang dilakukan, mempunyai visi yang beyond the future serta melakukan kampanya pemasaran yang agresif.


Komitmen Kepada Organisasi

Komitmen adalah suatu sikap pendirian, keteguhan hati untuk berpegang pada aturan-aturan yang berlaku dan disepakati untuk mewujudkan  visi dan misi organisasi. Komitmen pada organisasi   terdiri atas tiga jenis, yaitu komitmen afektif, komitmen keberlanjutan,dan komitmen normative. Komitmen afektif adalah komitmen karyawan terhadap perusahaan, menurut Allen dan Meyer (1990) dalam  Alifiulahtin (2007), menggambarkan komitmen sebagai pengaturan emosional karyawan, yang diidentifikasi dengan keterlibatannya dalam organisasi. Komitmen efektif melibatkan tiga aspek, yaitu pembentukan, pengaturan emosi terhadap organisasi. Identifikasi dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan organisasi. Jaros et.al. (1993) mengatakan bahwa komitmen afektif merupakan bentuk yang luas untuk pernyataan psikologikal pada pegawai dalam suatu organisasi. Meyer dan Hercofits (2001) dalam Alifiulahtin (2007) menytakan bahwa komitmen afektif ditemukan memiliki korelasi yang positif dengan hasil, seperti turnover, absensi, kinerja karyawan dan perilaku anggota organisasi. Sedangkan komitmen keberlanjutan merupakan suatu keinginan individu pada suatu pekerjaan dalam organisasi untuk waktu yang lama. Sementara itu Allen dan Meyer (1990) menggambarkan komitmen berkelanjutan sebagai bentuk pengikatan psikologis pada organisasi yang refleksikan sebagai persepsi karyawan untuk tetap berada dalam organisasinya.
Sementara itu Allen dan Meyer (1991) kembali mengatakan bahwa suatu komitmen individual pada suatu organisasi dapat didasarkan pada persepsi pegawai tersebut dalam menanggapi lingkungan diluar organisasi. Komitmen normative merefleksikan perasaan wajib untuk melanjutkan pekerjaan. Karyawan dengan tingkat komitmen normative yang tinggi merasa sejajar dengan organisasi. Sementara itu Randall dan Cole (1991) memandang komitmen normative sebagai kewajiban moral, yang tidak terikat pada pengikatan emosional karena tidak tergantung pada untung rugi secara personal.

Kinerja Organisasi
            Kinerja organisasi merupakan ukuran keberhasilan yang diukur pada suatu rentang waktu tertentu. Pelham dan Wilson (1996) dalam Prakosa (2005) mendefinisikan kinerja organisasi sebagai keberhasilan suatu produk baru dan pengembangan pasar, dimana kinerja dapat diukur melalui pertumbuhan penjualan dan pangsa pasar. Sementara Eccles (1991) mengatakan bahwa ukuran kinerja telah bergeser dari pengukuran berbasis keuangan ke pengukuran kualitas, efektifitas, pabrikasi, inivasi dan kepuasan konsumen. Sedangkan Becker dan Gerhart (1996) mengatakan bahwa ukuran kinerja meliputi produktifitas, profit, kualitas, organizational survival, customer complaint, scrap rate, growth, dan pangsa pasar.



Kerangka Pemikiran Teoritis

 












Sumber: Kotter K and Heskett, J L (1992), Schein E H (1983), Schneider, B (1990), dalam Alifiulahtin (2007)


KESIMPULAN

Organisasi yang mempunyai budaya dan budaya tersebut terinternalissi pada setiap komponen organisasi akan dapat dijadikan pedoman didalam mengarungi persaingan bisnis yang sangat keras sekarang ini, karena dengan budaya organisasi yang dimiliki komponen organisasi mempunyai suatu keyakinan kemana dan bagaimana mereka akan berkontribusi. Budaya yang sangat kuat akan terbentuk bila didukung oleh lingkungan yang kondusif, terutama pola pikir (mindset)  manajemen sangatlah penting. Dengan budaya yang kuat dan lingkungan organisasi yang kondusif akan mampu membentuk komitmen karyawan yang kuat pula pada organisasi dan muaranya adalah kinerja organisasi yang unggul secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, N.J & Meyer, J.P. 1993, “Commitment to Organization and Occupations; Extension of a Three-Component Model”, Journal Applied of Psychology, 78 (4), 538-531
Jaros, S.J. et all. 1993, “Effect of Continuance, Affective, and Moral Commitment on the Withdrawal Process an Evaluation”, Academy Management Journal, 36 (5): 951-995.
Kerfoot, K. 1998, “Creating Trust”, Dermatology Nursing, 10 (1), 59-60.
Kotter, J.P. & Hesket, J.L. 1992, Corporate Culture and Performance, Free Pres, New York.
Randall, R M. and  Cote J M.  (1991), “Interrelationship of Work Commitment Constructs”, Work and Occupation, 18, 194-211
Schein, E.H. 1985, “Organizational Culture”,  American Psychologist, 45:109-119.
__________, 1992, How Culture Form, Developes and Changes, Jacanada Wiley Ltd, Queensland, Australia.
Siegal, M  & Worth, C. 2001, “The Impacts of Trust and Control on Faculty Reactions to Merit Pay, Personnal Review, 30 (6), 646-656.
Susanto, A.B, 2008, Corporate Culture And Organization  Culture. The Jakarta Consulting Group.
Utaminingsih, Alifiulahtin, 2007, Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kepercayaan dan Komitmen Pada Organisasi, Telaah Bisnis, Vol. 8, nomor 1, Juli 2007.
Peter, T. J,  & Waterman, R. H Jr, 1982,  In Search of Excellence, Harper & Row, New York.