Laman

MEMBANGUN MODEL BRAND AWARENESS: ANTESEDEN DAN KONSEKUENSI TERHADAP PERILAKU KONSUMEN YANG DIHARAPKAN


MEMBANGUN MODEL BRAND AWARENESS:
ANTESEDEN DAN KONSEKUENSI
 TERHADAP PERILAKU KONSUMEN YANG DIHARAPKAN
(Studi Kasus Pada Politeknik Negeri Semarang)

Fatchun Hasyim
Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang


ABSTRACT

This research analyzes the factors that influences brand awareness and the implication on the consumers purchasing behavior. The research problem is firstly taken from the research gap of the previous research, such as the limitation and the future research recommendation and the inconsistency of the previous research results.  Secondly, it is based on the continuing of decreasing number of Polines new student enrolment which reached its lowest enrollers number in 2005, with 1.904, while in 2000, the number still attained 5.254 enrollers.  The research problem is defined as how to increase brand awareness in order the consumers' purchasing behavior rises in line with Polines expectations.   The research variables and indicators are also taken from the previous studies. A research model has been developed and three hypotheses have been formulated to address this research problem.  The respondents consist of 120 people.  They are Polines new students in the academic year of 2009/2010.   The data analysis tool used in this research is Structural Equation Modelling (SEM) in AMOS 16.0.  The result of this data analysis shows that the model and research result were well received.  The results of this study proved that the influence of personal selling competency on brand awareness was positive and significant. The influence of advertising effectiveness on brand awareness was positive and significant.  and    last, the influence of brand awareness on the expected consumers purchasing behavior was significantly proven.

Key words: personal selling, advertising,  brand awareness and consumer purchase behavior.





PENDAHULUAN

     Pada prinsipnya keberadaan produk di pasar memiliki fungsi sebagai pengganti (subtitusi) bagi produk yang lain, oleh karenanya perusahaan perlu mengedepankan  pemikiran tentang; bagaimana membuat konsumen mengenali dan menyadari keberadaan perusahaan melalui produk mereka?   Dengan kata lain perusahaan harus mampu menemukan dan merumuskan sebuah poin pembeda antara produk perusahaan dengan produk para pesaing, karena apabila tidak mampu menemukannya maka apapun keunggulan produk perusahaan tetap saja akan dianggap sama oleh konsumen dengan produk yang lain (pesaing) di pasar.
Salah satu konsep pemikiran yang dapat dipergunakan sebagai pembeda suatu produk oleh perusahaan adalah brand (merek).  Apabila kita menggunakan brand (merek) sebagai pembeda suatu produk  maka perumusan dan pemosisian sebuah brand (merek) merupakan sebuah tahapan penting bagi perusahaan.  Nilai penting dari suatu merek pada prinsipnya adalah terwujudnya kesadaran (awareness) yang merupakan core competency bagi perusahaan karena tolok ukur kekuatan sebuah merek adalah sebuah gambaran situasi dan kondisi dimana konsumen merasa sangat mengenal  dan memahami  produk, baik itu dari sisi kualitas dan atau ciri yang dimiliki oleh perusahaan di antara merek yang ada dan atau ditawarkan di pasar (Boyle, 2007:124).  Brand awareness merupakan alat ukur tambahan yang ada pada konsumen mengenai produk perusahaan. Brand awareness membawa banyak keuntungan pada perusahaan, yaitu kemungkinan terjadinya pembelian ulang dan rekomendasi produk pada teman dan relasi-relasi konsumen (Xiaojuan Ou dan Banerjee, 2009:62). 
Obyek penelitian ini adalah Politeknik Negeri Semarang. Politeknik Negeri Semarang yang pada awalnya bernama Politeknik Universitas Diponegoro (Politeknik UNDIP). Pada tahun 1982 – 1997, Politeknik Undip cukup dikenal masyarakat, dibuktikan dengan jumlah peminat yang mendaftarkan sebagai calon mahasiswa cukup tinggi. Namun sejak mengubah nama menjadi Politeknik Negeri Semarang (Polines) pada tahun 1997, dan seiring dengan persaingan antar perguruan tinggi yang sangat berat mulai terlihat tanda–tanda permasalahan menghampiri Politeknik Negeri Semarang. Pertama merujuk pada data penurunan jumlah pendaftar sebagai calon mahasiswa Polinespeminat yang mendaftar di Polines terus merosot hingga tahun 2005 mencapai titik terendah, yaitu 1.904 pendaftar,  padahal pada tahun 2000 jumlah pendaftar masih mencapai 5.254 pendaftar (Polines dalam angka).   Walaupun tahun 2008 terjadi sedikit meningkat menjadi 2.909 pendaftar serta pada tahun 2009 berjumlah 3.163.  Secara umum jika diperhatikan lebih cermat pencapaian dari tahun 2005-2009 masih belum bisa mencapai jumlah pendaftar sebagaimana pada tahun 2000 yaitu 5.254 pendaftar. Permasalahan Kedua  adalah kegiatan promosi yang dilaksanakan dengan  terlambat dan jadwal promosi yang kurang tepat karena terlalu dekat dengan waktu ujian target pasar.  Berdasarkan permasalahan yang berhasil teridentifikasi pada Politeknik Negeri Semarang tersebut menunjukkan sebuah alasan yang tepat dalam pemilihan Politeknik Negeri Semarang sebagai obyek penelitian yang layak untuk diteliti lebih lanjut.
Untuk variabel penelitian yang akan diteliti lebih lanjut pada penelitian ini merujuk pada beberapa penelitian terdahulu.  Studi Jarvis dan Goodman (2005:297) memberikan sumber rujukkan penting bagi penelitian ini dengan agenda penelitiannya yang mengarahkan penelitian yang akan datang untuk terus mencari sebuah mekanisme proses pencapaian brand (merek) dalam membangun perilaku konsumen.  Broyles et al (2009:159) memiliki pemikiran yang sama yaitu bagaimana membangun dan mengelola merek dengan lebih baik, terlebih factor-faktor yang mempengaruhi suatu merek dan hasil yang dapat dirasakan oleh perusahaan melalui merek.  Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana meningkatkan brand awareness agar perilaku pembelian konsumen  meningkat sesuai dengan harapan Politeknik Negeri Semarang?”.

II. TELAAH PUSTAKA
2.1 Brand Awareness
Hal yang paling mendasar dalam perumusan dan implementasi sebuah strategi perusahaan adalah proses dan mekanisme bagaimana perusahaan dapat mencapai dan mempertahankan keuntungan secara berkesinambunga. Konsumen cenderung akan membeli suatu merek yang sudah dikenal, karena dengan membeli merek yang sudah dikenal mereka merasa aman, terhindar dari berbagai resiko pemakaian dengan asumsi bahwa merek yang sudah dikenal lebih dapat diandalkan. Menurut Boyle (2007:124) kunci utama perusahaan untuk dapat bertahan dalam lingkungan dan persaingan yang secara pasti berubah adalah merek. Lebih dari itu kinerja jangka panjang akan lebih mudah diraih apabila perusahaan benar-benar mampu mengelola potensi dan kemampuannya untuk menghasilkan merek yang lebih inovatip dibandingan para pesaingnya.
Brand awareness atau kesadaran merek sering kali ditempatkan  sebagai point utama dari sebuah perbedaan atau differentiation produk perusahaan dengan apa yang ditawarkan pesaing, dan tak jarang brand dan perbedaan yang melekat padanya merupakan sumber kesuksesan bagi perusahaan yang harus dikritisi. Oleh Karena itu mengelola brand merupakan salah satu pendekatan strategik yang penting bagi perusahaan.  Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinum (ranging continum) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu merupakan satu-satunya merek  dalam suatu kelompok produk. Durianto et al (2004:7) menyampaikan jangkauan continum ini diwakili oleh empat tingkat kesadaran merek, yaitu:
a.    Top of mind atau lengkapnya adalah top of mind awareness  (puncak ingatan) adalah sebuah kondisi suatu merek yang paling diingat di dalam pikiran seseorang.  Semua pemasar akan berupaya agar merek mereka berada di puncak ingatan khalayak sasaran. Ciri dari merek yang sedang pada posisi top of mind adalah disebutkan oleh konsumen pertama kali, secara spontan, mudah diingat dan menempati tempat khusus / istimewa di benak konsumen.
b.   Brand recall yaitu mengingat kembali suatu merek berdasarkan pada kemampuan daya ingat sendiri seseorang untuk menyebut suatu merek tanpa dibantu (unaided recall). Kondisi ini mencerminkan suatu merek yang diingat konsumen setelah menyebutkan merek yang pertama kali.  Termasuk pada tingkatan brand recall adalah industri yang disebut ke tiga, ke empat, dst.
c.    Brand recognition (pengenalan merek) adalah merupakan tingkat minimal dari kesadaran merek yang merupakan pengenalan merek dengan bantuan, misalnya dengan bantuan daftar merek, daftar gambar, atau cap merek, dan yang selanjutnya masuk dalam ingatan konsumen itulah yang kemudian disebut pada level Brand recognition.
d.   Unaware of Brand (tidak menyadari merek), yaitu merupakan tingkatan merek yang paling rendah dalam piramida brand awareness, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.
Kesadaran merek (brand awareness) adalah kesanggupan calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu.  Perusahaan seharusnya mulai memahami bahwa hubungan antara konsumen dengan merek adalah kuat.  Tindakkan yang mengabaikan merek berarti sebuah kesalahan yang sangat fatal bagi perusahaan. Tingkat kesadaran merek perusahaan seharusnya mampu menjadi pengikat sejati antara konsumen dengan merek (Rajagopal 2008:36-37).

2.2 Kompetensi Penjualan Perorangan
Penjualan perorangan dapat diartikan sebagai komunikasi dua arah, komunikasi tatap muka untuk memberikan informasi, mendemonstrasikan, mempertahankan, atau membangun hubungan jangka panjang, ataupun secara khusus, mempengaruhi sekelompok khalayak (Pelsmacker, et al, dalam Harjanto, 2009:45). Bagi sebagian peneliti beranggapan bahwa penjualan perorangan merupakan kunci sukses bagi sebuah perusahaan atau organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan kata lain perusahaan menempatkan dan memposisikan penjualan perorangan menjadi ujung tombak dalam menjalin hubungan langsung dengan para konsumen, maksudnya penjualan perorangan diberi tugas untuk terus memantau perubahan yang terjadi dalam selera konsumen (Johlke, 2006:315).  Penjualan perorangan sebagai asset strategis dan bagian dari komunikasi pemasaran (promosi), berarti menuntut penjualan perorangan memiliki klasifikasi kemampuan dan ketrampilan manajerial yang menunjang fungsinya dan aktivitasnya sebagai asset strategis perusahaan. Sebagai asset strategis dan sering dianggap vital keberadaannya, perusahaan membutuhkan ketrampilan yang terintergrasi dan mampu memobilitas mereka (penjualan perorangan) agar lebih produktif.  Dewasa ini salah satu hal yang paling penting dalam penelitian topik kunci kearah sukses penerapan strategi jangka panjang manajemen penjualan perorangan terletak pada ketrampilan dan kemampuan mengkomunikasikan sesuai kepada konsumen 
Studi Johlke (2006:311-319) menyimpulkan bahwa kompetensi penjualan perorangan memiliki dampak positip terhadap pengetahuan konsumen yang lebih baik.  Usaha komunikasi pemasaran yang efektif dan konsisten mendjadikan beberapa merek sangat terkenal sehingga dapat diingat setiap orang dengan tingkat kesadaran standar.  Berthon et al (2005:151-172)  menyatakan bahwa komunikasi yang dilakukan penjualan perorangan yang dirasakan oleh konsumen merupakan kunci penting yang dapat memotivasi untuk terus berupaya meningkatkan persepsi produk dalam benak konsumen.  Rentz et al (2002:13-21) menunjukkan bahwa kompetensi penjualan perorangan berpengaruh positip terhadap proses pencapaian merek. Dengan demikian terdapat pengaruh positif antara kompetensi penjualan perorangan terhadap Brand awareness (H1 )

2.3. Efektivitas Iklan
Greenwald (Severin dan Tangkard, 2005:203) menyebutkan bahwa perubahan sikap dimediasikan oleh pemikiran-pemikiran yang terjadi di benak penerima pesan, yang kemudian disebut dengan model respons kognitif.  Model ini menekankan bahwa respons kognitif terhadap sebuah pesan persuasif itu merupakan sebuah bagian penting proses persuasi yang seharusnya tidak diabaikan. Model proses persuasi oleh Mc Guire dikembangkan dalam teori pemrosesan informasi (information processing theory).   McGuire (Severin dan Tangkard,  2005:204) menyebutkan bahwa perubahan sikap terdiri dari 6 tahap yang masing-masing adalah tahapan penting yang dijadikan pedoman untuk perubahan sikap tahap berikutnya.  Tahapan-tahapan tersebut meliputi: 1) Pesan persuasif harus dikomunikasikan, 2)  Penerima akan memperhatikan pesan, 3) Penerima akan memahami pesan, 4) Penerima terpengaruh dan yakin dengan argumen-argumen yang disajikan, 5) Tercapai posisi adopsi baru, dan 6) Terjadi perilaku yang diinginkan. McGuire (Severin dan Tangkard, 2005:205), mengembangkan apa yang dia sampaikan sebelumnya (perubahan sikap terdiri dari 6 tahap) menjadi 12 tahap yang mendukung proses persuasi. Dia menyebutnya dengan istilah 12 tahap dalam output atau variabel dependen yang mendukung proses persuasi, yaitu: 1) paparan pada komunikasi, 2) perhatian terhadapnya, 3) rasa suka atau tertarik kepadanya, 4) memahaminya (mempelajari sesuatu). 5) perolehan ketrampilan (belajar cara), 6) terpengaruh/menurutinya (perubahan sikap), 7) penyimpanan isi dalam memori dan atau kesepakatan, 8) pencarian dan pemunculan kembali informasi, 9) berperilaku sesuai dengan keputusan, 11) penguatan terhadap tindakan-tindakan yang diinginkan, dan 12) konsolidasi pasca perilaku.
Teori pemrosesan informasi McGuire ini mengingatkan akan sulitnya perubahan sikap, sehingga melibatkan 12 tahapan, dan usaha-usaha perubahan yang sukses perlu menyesuaikan efek-efek yang diinginkan oleh setiap variasi tahapan tersebut. Studi Pergelova et al (2008:91-107) menemukan hubungan positip antara efektifitas iklan dengan kesadaran merek.  Li Eng dan Keh (2007:91-100) menunjukkan bahwa efektifitas iklan memilki dampak yang positip terhadap pembentukkan kesadaran merek dan kinerja perusahaan yang lebih baik.  Dengan demikian terdapat pengaruh positif antara Efektifitas Iklan terhadap brand awareness (H2).

2.4 Perilaku Konsumen Yang diharapkan
Sebagai aspek pertama dari ekuitas merek, kesadaran merek  berkaitan dengan sikap audiens, sehingga kesadaran merek juga berkaitan dengan model kemungkinan elaborasi milik  Petty Cacioppo (Severin dan Tangkard, 2005:206), yaitu dua rute menuju perubahan sikap, yang meliputi rute sentral dan rute eksternal. Perilaku konsumen yang diharapkan dewasa ini menjadi salah satu tujuan yang banyak diharapkan memberi solusi dan langkah strategis bagi perusahaan. Berbagai penelitian dan kajian telah dilakukan untuk mempelajari perilaku pembelian konsumen dan bagaimana bauran pemasaran mempengaruhi perilaku pembelian tersebut. Perusahaan memandang perilaku pembelian konsumen merupakan hasil kerja keras perusahaan dalam mengelola komunikasi dan merek. Oleh karenanya terwujudnya perilaku konsumen yang diharapkan menjadi agenda penting dalam kondisi pasar yang makin kompetitip  (Stammerjohan et al 2005:65); dan (Weathers et al, 2007:399-400). 
Salah satu konsep yang sangat menarik dalam dunia pemasaran adalah berkaitan dengan pemahaman mengapa konsumen melakukan pembelian atau sebaliknya (tidak melakukan pembelian). Dengan pengetahuan ini pemasar akan memiliki pemahaman yang kuat terhadap perilaku pembelian dan akan membantu menjelaskan apa yang penting bagi konsumen dan juga  menyarankan pengaruh yang penting pada pengambilan keputusan konsumen (Ramos dan Franco 2005:441); (Reid et al 2005:18); dan (Teng et al 2007:31).  Rajagopal (2008:29-38) menekankan bahwa barang dan jasa yang ditawarkan kepada konsumen harus memiliki nilai dan mampu mempengaruhi perilaku konsumen yang diharapkan. Kesadaran merek akan lebih mampu mendorong terwujudnya perilaku konsumen seperti apa yang diharapkan perusahaan (Chen et al 2005:273-291). Oleh sebab itu, pengaruh merek sangat kuat dalam menentukan langkah strategis perusahaan dalam upaya meningkatkan nilai sekaligus mengarahkan perilaku konsumen yang diharapkan (Rajh 2005:30-59). Dengan demikian terdapat pengaruh positip antara  Brand awareness terhadap perilaku konsumen yang diharapkan (H3 ) 

2.5 Model Penelitian
Berdasarkan kerangka teori dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, maka dikembangkan  model sebagai kerangka pikir teoritis penelitian sebagai berikut:














GAMBAR 1 Model Penelitian
 













Sumber; dikembangkan untuk penelitian ini, (2010)

2.6 Dimensionalisasi Variabel

TABEL 1 Dimensionalisasi Variabel
Variabel Penelitian
Indikator Penelitian
Sumber Rujukkan

Kompetensi Penjualan Perseorangan
X1; petugas mampu berkomunikasi dengan baik,
Aggarwal et al (2005); Stammerjohan et al (2005) Shoemaker dan Johlke (2002); Rentz et al (2002)
X2; petugas mampu menciptakan komunikasi interaktif (dua arah)
X3; petugas mampu menjelaskan karakteristik produk,
X4; petugas mampu memberikan pelayanan yang ramah,
X5; petugas bersedia  memberikan respon positif terhadap setiap pertanyaan,
X6; petugas mampu mengidentifikasi calon pembeli.
Efektivitas Iklan
X7; Attention
Ramos dan Franco (2005); Romaniuk et al (2004); Potluri (2008); Broyles et al (2009); Yoo et al (2000); Kasali (1995)
X8 ;Interest
X9 ; Desire
X10 ; Action
Brand Awareness
X11 ; kemampuan mengenal merek (brand recognition)
Li Eng dan Keh (2007: 91-100); Stammerjohan et al (2005: 55-67); Reid et al 2005:11-23)
X12 ;kemampuan mengingat kembali (brand recall)
X13;  terlintas/teringat pertama kali (top of mind).
Perilaku Konsumen yang Diharapkan
X14; tertarik
Simamora, (2003:13), Li Eng dan Keh (2007: 91-100)
X15 ;mencari informasi
X16; membandingkan
X17; menilai kelebihan dan kekurangan
X18; menentukan untuk memilih
X19; membeli


III. METODE PENELITIAN
Tipe atau jenis penelitian ini adalah  Penelitian eksplanatif, dengan eksplanasi penelitian kausalitas, yaitu untuk mengidentifikasi hubungan sebab – akibat antara beberapa variabel (Ferdinand, 2006). Obyek penelitian ini adalah Mahasiswa Politeknik Negeri Semarang. Sampel pada penelitian ini adalah 120 mahasiswa baru tahun 2009/2010 Politeknik Negeri Semarang.
Data dikumpulkan menggunakan metode survei dengan mempergunakan kuesioner sebagai media bantu, yaitu dengan memberikan secara langsung pertanyaan atau kuesioner kepada para responden. Pernyataan-pernyataan dalam kuesioner ini dibuat dengan menggunakan skala 1 – 10 untuk mendapatkan data yang bersifat interval dan diberi skor atau nilai.  Metode analisis yang dipilih untuk menganalisis data adalah SEM (Structural Equation Model).  Pengujian hipotesis penelitian 1 hingga hipotesis  3 menggunakan alat analisis  Structural Equation Modeling dari paket statistik AMOS versi 16.0. Penelitian ini menggunakan dua macam teknik analisis yaitu  :
a.       Confirmatory Factor Analysis pada SEM yang digunakan untuk mengkonfirmasikan faktor-faktor yang paling dominan dalam satu kelompok variabel.
b.      Regression Weight pada SEM yang digunakan untuk meneliti hubungan antar variabel.

IV. ANALISIS DATA
4.1 Analisis Structural Equation Model (SEM) secara Full Model
Analisis Structural Equation Model (SEM) secara Full Model dimaksudkan untuk menguji model dan hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini. Hasil pengujian model Structural Equation Model terlihat pada Gambar 2, Tabel 2 dan Tabel 3.

GAMBAR 2 Hasil Analisis SEM secara Full Model
 
 


























Sumber: data primer yang diolah, (2010)

Berdasarkan Gambar 2 berupa analisis full model, dapat dilihat bahwa tingkat signifikansi sebesar 0,057 menunjukkan bahwa hipotesis nol (H0) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara matriks kovarians sampel dengan matriks kovarians populasi yang diestimasi tidak dapat ditolak. Hasil tersebut menunjukkan diterimanya hipotesis nol (H0)  atau model ini dapat diterima, yaitu terdapat lima konstruk yang berbeda dengan indikator-indikatornya. Selain pengujian berdasarkan nilai probability perlu juga diperkuat dengan nilai – nilai yang lain, seperti pada Tabel 2 berikut ini.


TABEL 2 Hasil Uji Full Model
Kriteria
Cut of Value
Hasil
Evaluasi
Chi-Square
Probability
GFI
AGFI
TLI
CFI
CMIN/DF
RMSEA
c2 dengan df : 148; p : 5 % = 177,3897
> 0,05
> 0,90
> 0,90
> 0,95
> 0,95
< 2,00
< 0,08
176,223
0,057
0,861
0,822
0,980
0,982
1,191
0,040
Baik
Baik
Marginal
Marginal
Baik
Baik
Baik
Baik
Sumber: data primer yang diolah,( 2010)


Berdasarkan hasil pengamatan pada gambar grafik analisis full model dapat ditunjukkan bahwa model memenuhi kriteria fit, hal ini ditandai dengan nilai dari hasil perhitungan memenuhi kriteria layak full model.  Hasil tersebut menunjukkan bahwa model keseluruhan memenuhi kriteria model fit.

4.2 Hasil Regression Weights Analisis Struktural Equation Modeling
Pada regression weights analisis Struktural Equation Modeling setiap indikator pembentuk variabel laten harus menunjukkan hasil yang memenuhi kriteria yaitu nilai CR di atas 1,96 dengan P lebih kecil dari pada 0,05 dan nilai lambda atau loading factor yang lebih besar dari 0,5. Berikut ini Tabel 3 yang menunjukkan hasil analisa data


TABEL 3 Hasil Regression Weights Analisis Struktural Equation Modeling



Estimate
S.E.
C.R.
P
Label
Brand_Awareness
<--
Kompetensi_Penjualan_Perorangan
.260
.071
3.637
.000
par_17
Brand_Awareness
<--
Efektivitas_Iklan
.468
.080
5.830
.000
par_18
Perilaku_Konsumen_yang diharapkan
<--
Brand_Awareness
1.052
.162
6.500
.000
par_19
X1
<--
Kompetensi_Penjualan_Perorangan
1.000




X2
<--
Kompetensi_Penjualan_Perorangan
.954
.104
9.196
.000
par_1
X3
<--
Kompetensi_Penjualan_Perorangan
1.134
.101
11.267
.000
par_2
X4
<--
Kompetensi_Penjualan_Perorangan
.907
.101
9.022
.000
par_3
X5
<-
Kompetensi_Penjualan_Perorangan
.898
.088
10.195
.000
par_4
X6
<--
Kompetensi_Penjualan_Perorangan
.986
.089
11.050
.000
par_5
X7
<--
Efektivitas_Iklan
1.000




X8
<--
Efektivitas_Iklan
1.077
.092
11.712
.000
par_6
X9
<--
Efektivitas_Iklan
.867
.079
11.037
.000
par_7
X10
<--
Efektivitas_Iklan
1.077
.084
12.779
.000
par_8
X11
<--
Brand_Awareness
1.000




X12
<--
Brand_Awareness
1.097
.154
7.112
.000
par_9
X13
<--
Brand_Awareness
1.095
.154
7.127
.000
par_10
X14
<--
Perilaku_Konsumen_yang diharapkan
1.000




X15
<--
Perilaku_Konsumen_yang diharapkan
1.032
.123
8.413
.000
par_11
X16
<--
Perilaku_Konsumen_yang diharapkan
.978
.120
8.184
.000
par_12
X17
<--
Perilaku_Konsumen_yang diharapkan
1.002
.123
8.173
.000
par_13
X18
<--
Perilaku_Konsumen_yang diharapkan
1.065
.125
8.492
.000
par_14
X19
<--
Perilaku_Konsumen_yang diharapkan
1.037
.131
7.946
.000
par_15
Sumber: data primer yang diolah,( 2010)


Berdasarkan hasil pada Tabel 3 di atas terlihat bahwa setiap indikator atau dimensi pembentuk masing-masing variabel laten menunjukkan hasil yang memenuhi kriteria yaitu nilai Critical Ratio (CR) >1.96 dengan Probability (P) lebih kecil dari pada 0,05. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa indikator - indikator pembentuk variabel laten telah menunjukkan unidimensionalitas atau kumpulan dimensi konfirmatori faktor terjadi unidimensi antara indikator pembentuk suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan, apabila hasil olah data menunjukkan nilai yang memenuhi syarat tersebut.

4.3 Pengujian Hipotesis Penelitian
Hasil uji dari tiap-tiap hipotesis di atas disajikan secara ringkas pada tabel berikut.



TABEL 4 Kesimpulan Hipotesis

Hipotesis
Nilai CR dan P
Hasil Uji
I.          H1
Kompetensi Penjualan perorangan berpengaruh positip terhadap Brand awareness
CR = 3,637
P    = 0,000
Diterima
II.       H2
Efektivitas Iklan berpengaruh positip terhadap kesadaran merek
CR = 5,830
P    = 0,000
Diterima
III.    H3
Brand awareness berpengaruh positip terhadap perilaku konsumen yang diharapkan
CR = 6,500
P    = 0,000
Diterima
Keterangan: CR adalah Critical Ratio dan  P adalah probability (lihat Tabel 3)
Sumber : data primer yang diolah, (2010)


V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI MANAJERIAL
5.1 Kesimpulan atas Masalah Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mencari jawaban atas rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini  yaitu Bagaimana meningkatkan brand awareness agar perilaku pembelian konsumen  meningkat sesuai dengan harapan Politeknik Negeri Semarang ? Hasil dari temuan penelitian ini membuktikan dan memberi kesimpulan, dimana untuk menjawab persoalan tersebut minimal 2 (dua) proses yang secara signifikan diharapkan mampu untuk meningkatkan perilaku konsumen yang diharapkan sesuai dengan harapan Politeknik Negeri Semarang. Pertama, hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa, efektifvitas iklan pada Politeknik Negeri Semarang menjadi ukuran penting akan baik dan tidaknya sebuah perguruan tinggi secara umum dan menyeluruh.  Mekanisme perilaku konsumen yang diharapkan harus bertitik tolak pada peningkatan efektivitas  iklan Polines.  Kedua, hasil analisis data menunjukkan bahwa kompetensi penjualan perseorangan merupakan variabel kedua yang mempengaruhi terwujudnya brand awareness. Kompetensi petugas promosi  merupakan kunci penting atas proses penciptaan dan penghantaran nilai dalam brand awareness.
5.2 Implikasi Manajerial
Penelitian ini memperoleh beberapa bukti analisis data berdasarkan temuan penelitian (hasil pengujian SEM secara full model dan analisis indeks). Berikut ini diuraikan beberapa saran alternatif yang bersifat strategis:
Prioritas Pertama
Hasil penelitian menyatakan adanya pengaruh yang signifikan dari efektifitas iklan terhadap brand awareness. Implikasi manajerial sebagai berikut:
a        Action (X10)
Polines ke depan hendaknya mampu mengelola isi pesan yang berbeda dengan Perguruan Tinggi lain dan mengembangkan isi pesan yang ada kaitannya dengan motto Polines yaitu “Committed to Quality” misalnya isi pesan iklan “Polines terdepan dalam kualitas pendidikan vokasi”
b          Desire (x9)
Merujuk pada pendapat responden akan deferensiasi materi iklan Polines dengan perguruan tinggi lain ditemukan bahwa 1). Iklan Polines singkat dan langsung pada poin utama; dan 2). Iklan mudah dipahami. Kedua hal di atas merupakan sebuah value bagi Polines, dan ke depan harus menjadi acuan penting dalam menyusun materi iklan yang akan datang.
c           Interest (X6)
Untuk lebih menarik dan membangkitkan kesadaran Lulusan SMA/SMK, Pihak Polines perlu menambah dan melengkapi informasi yang belum ditemukan responden dalam iklan Polines selama ini, misalnya  1). informasi akan biaya pendidikan (dari awal masuk Polines sampai lulus dari Polines;  2). Informasi jadwal pendaftaran, test dan pengumuman yang menurut beberapa responden kurang lengkap harus makin dilengkapi isinya;
d        Attention (x7)
Merujuk dari saran  responden agar materi iklan polines lebih menarik untuk dibaca, seperti 1). Mempergunakan materi gambar yang mengadopsi teknologi terkini; 2). Untuk lebih menarik perhatian Lulusan SMA/SMK materi iklan harus menyajikan informasi - informasi keberhasilan alumi Polines, sehingga kesan yang ditangkap akan lebih kuat tertanam dalam pikiran mereka (top of mind).
Prioritas Kedua
Hasil penelitian menyebutkan adanya pengaruh yang signifikan dari kompetensi penjualan perorangan berpengaruh positip terhadap brand awareness. Sedangkan implikasi manajerial meliputi:
a     Petugas Mampu Menjelaskan Karakteristik Produk (x3)
Polines harus melakukan proses training akan product knowledge  sehingga tingkat kesadaran  responden akan Polines  lebih besar, seperti hasil deskripsi indeks ditemukan salah satu kelemahan Polines adalah untuk melanjutkan S1 harus ke perguruan tinggi lain. Petugas Polines harus mampu menyadarkan responden bahwa Polines punya D4 yang sederajat dengan S1.
b        Petugas Bersedia Untuk Memberi Respon Positip terhadap Setiap Pertanyaan (x5)
Petugas Polines disiapkan 1). Materi akan kebijakan biaya pendidikan di Polines dan program beasiswa; 2). Petugas dilengkapi dengan data dan informasi yang akurat akan jumlah lulusan / alumi dan masa tunggu mereka untuk lebih menyakinkan responden.
c         Petugas Mampu Mengidentifikasi Calon Pembeli (x6)
Petugas Polines seharusnya lebih kreatif dalam mengajak responden tidak hanya dalam kata, tetapi dalam bentuk cerita figur alumi yang sukses.


d        Petugas Mampu Berkomunikasi Dengan Baik (x1)
Merujuk pada kesan yang ditangkap para responden yaitu para Lulusan SLTA dapat ditelusuri bahwa petugas Polines secara umum menguasai materi presentasi.  Petugas Polines ramah dan sangat menginginkan responden untuk memilih Polines.
e         Petugas Mampu Menciptakan Komunikasi Interaktif (dua arah) (x2)
Polines harus mengedepankan komunikasi dua arah, yang ditujukan tidak hanya kepada siswa kelas 3 dan lulusan SLTA, tetapi juga pada staf pengajar di SLTA khususnya guru bimbingan karir (BK), misalnya secara berkala melakukan kunjungan langsung, melakukan komunikasi tidak langsung, dan mungkin juga mengadakan kegiatan ramah tamah atau Gathering, karena guru BK juga cukup aktif memberi pengarahan tentang Perguruan Tinggi kepada calon lulusannya di sekolah masing-masing.
f         Petugas Mampu Memberikan Pelayanan yang Ramah (x4)
Tuntutan yang paling banyak diharapkan oleh responden adalah Petugas Polines lebih ekspresif dan murah senyum saat berdialog dengan mereka. Petugas Polines berpenampilan lebih menarik, sehingga ke depan perlu dipertimbangkan seragam khusus yang memberikan citra positif akan Polines. Petugas diharapkan dapat menyisipkan cerita atau dialog yang lucu untuk membuat suasana lebih cair dan tidak membosankan.

5.3 Keterbatasan Penelitian
Pertama, berdasarkan hasil pengamatan pada gambar pada grafik analisis full model (Gambar 2) dapat ditunjukkan nilai GFI(Goodness of Fit Index) dan AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) menunjukan nilai sebesar 0,861 (marjinal) dan 0,822(marjinal)  yaitu lebih kecil dari indeks kesesuaian yaitu    ³  0,90.  Kedua penelitian ini hanya membatasi penelitian pada variabel tertentu pada konsep komunikasi dan pemasaran terpadu yaitu kompetensi penjualan perorangan, efektifitas iklan dan intensitas kegiatan humas. Sedangkan pada rujukan penelitian terdahulu Stammerjohan et al (2005:55-65) bahwa komunikasi dan pemasaran terpadu terdiri dari kompetensi petugas penjualan perorangan, efektifitas iklan dan intensitas kegiatan humas, promosi penjualan dan pemasaran langsung.  Hal ini dikarenakan program promosi penjualan dan pemasaran langsung belum dilaksanakan di Polines.

5.4  Agenda Penelitian Mendatang
Pertama, penelitian ke depan perlu mengupayakan agar instrumen pengujian kesesuaian model pada penelitian yang akan datang diharapkan menjadi lebih baik dan mampu penyempurnakan kekurangan atau keterbatasan dalam penelitian ini.  Kedua, penelitian mendatang juga perlu menyempurnakan permodelan penelitian ini dengan memasukan variabel lain yang tidak diuji pada penelitian ini, seperti variabel promosi penjualan dan pemasaran langsung  sebagaimana dalam studi Stammerjohan et al (2005:55-65) dimana pada studi ini tidak diuji, karena alasan tingkat kerumitan dan waktu penelitian yang terbatas.

DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, Praveen; Stephen B Castleberry; Rick Ridnour; C David Shepherd (2005), “Salesperson empathy and listening: impact on relationship outcomes“, Journal of Marketing Theory and Practice; Vol. 13, No. 3, pg. 16-31
Berthon, Pierre., Michael Ewing., and Li Lian Hah (2005), “Captivating company: dimensions of attractiveness in employer branding “,International Journal of Advertising, Vol. 24(2), pg. 151–172
Broyles, S Allen; David W Schumann; Thaweephan Leingpibul (2009), “ Examining brand equity antecedent/consequence relationships “, Journal of Marketing Theory and Practice, Vol.17, No. 2  pg. 145-161
Chen, Tser-yieth; Pao-Long Chang; Hong-Sheng Chang (2005), “Price, brand cues, and banking customer value “, The International Journal of Bank Marketing, Vol. 23, 2/3 pg. 273-291
Durianto, Darmadi, Sugiarto, et al 2004, Brand Equity Ten, Jakarta, PT Gramedia
Ferdinand, Augusty (2006),“ Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen :Aplikasi Model-model rumit dalam Penelitian untuk tesis S-2 dan disertasi  S-3”, Badan Penerbitan Universitas Diponegoro
----------------------, (2006), “ Metode Penelitian Manajemen “Edisi 2, Badan Penerbitan Universitas Diponegoro
Harjanto, Rudy, (2009), Prinsip-prinsip Periklanan, Dewan Perguruan Periklanan Indonesia, Jakarta
Jarvis, Wade., and., Steven Goodman (2005), ” Effective marketing of small brands: niche positions, attribute loyalty and direct marketing “,The Journal of Product and Brand Management, Vol. 14, 4/5, pg. 292-299
Johlke, Mark C. (2006),”Sales presentation skills and salesperson job performance “,Journal of Business & Industrial Marketing, Vol. 21, No. 5, pg. 311–319
Kasali, Rhenald, 1995, “Manajemen Periklanan; Konsep dan Aplikasinya di Indonesia” Pustaka Grafiti, Jakarta
Kriyantono, Rachmat, 2008, Teknik Praktis Penelitian Komunikasi, Kencana Prenada Media Group, JakartaLi Eng dan Keh (2007: 91-100)
Li Eng, Li; nd., Hean Tat Keh (2007), “ The effects of advertising and brand value on future operating and market performance “, Journal of Advertising, Vol. 36, No.4 pg. 91-10
Malhotra, Naresk K. (2005), " Riset pemasaran : pendekatan terapan ", Jilid 1, Edisi keempat, Indeks, Jakarta
Pergelova, Albena., Diego Prior., and., Josep Rialp, (2008), “Marketing communication efficiency in the Spanish automobile sector: Analysing the role of online advertising through DEA and stochastic frontiers “, Academia. Revista Latinoamericana de Administración, Núm. 41, pg. 91-107
Potluri, Rajasekhara Mouly  (2008), “Assessment of effectiveness of marketing communication mix elements in Ethiopian service sector “, African Journal of Business Management,  Vol.2 (3), pp. 059-064
Rajagopal (2008), “ Measuring brand performance through metrics application “, Measuring Business Excellence, Vol. 12 No. 1 , pg. 29-38,
Rajh, Edo (2005), “The Effects of Marketing Mix Elements on Brand Equity”, Economic Trends  and Economic Policy,  No. 102,  pg. 30-59.
Ramos, Angel F. Villarejo., and., Manuel j. Sa´ nchez-Franco (2005), “The impact of marketing communication and price promotion on brand equity “, Brand Management , Vol. 12,  No. 6, pg. 431–444
Reid,  Mike., Sandra Luxton., and., Felix Mavondo (2005), “The relationship between integrated marketing communication, market orientation, and brand orientation”, Journal of Advertising, Vol. 34, No. 4, pg. 11–23.
Rentz, Joseph O., C David Shepherd, Armen Taschian, Pratibha A. Dabholkar, and Robert T Ladd, ( 2002) “A Measuren of Selling Skill: Scale Development and Validation”, Journal of Personal Selling and Sales Management,Vol. XXII, No. 1 (Winter), pg.13-21
Romaniuk, Jenni., Byron Sharp, Samantha Paech & Carl Driesener (2004), “Brand and Advertising Awareness: A Replication and Extension of a Known Empirical Generalisation “, Australasian Marketing Journal, Vol. 12 (3), pg. 70-80
Severin, Werner J. dan Tangkard, James W. (2005), “Teori komunikasi, Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa”,  Jakarta, Kencana, Edisi ke 5.
Shoemaker, Mary A. and., Mark C. Johlke  (2002) “An Examination of The Antecedents of A Crucial Selling Skill: Asking Questions”, Journal of Managerial Issues, Vol. XIV, No. 1, pg.118-131
Shoemaker, Mary A. and., Mark C. Johlke  (2002) “An Examination of The Antecedents of A Crucial Selling Skill: Asking Questions”, Journal of Managerial Issues, Vol. XIV, No. 1, pg.118-131
Simamora, Bilson, 2003, “Membongkar Kotak Hitam Konsumen”, PT Gramedia Pustaka Utama, Semarang.
Stammerjohan, Claire; Charles M Wood; Yuhmiin Chang; Esther Thorson (2005), “AN empirical investigation of the interaction between publicity, advertising and previous brand attitudes and knowledge “ , Journal of Advertising, Vol. 34,  No. 4, pg.55-67
Teng, Lefa., Michel Laroche., and., Huihuang Zhu (2007), ” The effects of multiple-ads and multiple-brands on consumer attitude and purchase behavior “, Journal of Consumer Marketing, Vol.  24/1, pg. 27–35
Weathers, Danny., Subhash Sharma., and Stacy L. Wood (2007), ” Effects of online communication practices on consumer perceptions of performance uncertainty for search and experience goods “, Journal of Retailing, Vol. 83 (4) , pg. 393–401
Xiaojuan Ou, Carol., and.,  Probir Kumar Banerjee (2009), “ Determinants of Successful Customer Relationship Management “,  Journal of Information Technology Management, Volume XX, Number 1,  pp. 56-66
Yoo, Boonghee., Naveen Donthu., and, Sungho Lee., (2000), “ An Examination of Selected Marketing Mix Element and Brand Equity “, Journal of Academy of Marketing Science, Vol.28, No.2,p.195-211