KREDIT PERBANKAN SEBAGAI SALAH SATU PENGEMBANGAN USAHA KECIL
BANKING CREDIT ONE OFF THE EFFORTS OF
DEVELOPPING SMALL SCALE BUSINESS
Moch Abdul
Kodir
Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Semarang
ABSTRACT
One of the problems of small scale business affairs faced to develop their
business is capital shortage. Small
scale business affairs ownwers have some obstacles in a access to obtain their
capital because they have to give some collateral to financial institutions
which provide credit for them. To solve this problem, goverment has provided an
alternative scheme for small scale business affairs what is called credit
guarantee. According to the scheme, banks and guaranty corporation prepare
“Memorandum of Understanding (MOU)” on the credit. Small scale business affairs
which need extra capital from banks are to apply guarantee to the guaranty
corporation and apply for credit to the banks, when the result of business
appropriateness analysis is considered feasible, but the banks do not concider
it appropriate due to the insufficient collateral (not bankabble), the banks
ask for the guaranty to the guarantee corporation. Then the guaranty
corporations carry out appropriateness analysis. When the credit is feasible,
the guaranty corporation approve the guaranty of smal scale business affairs
which is stated in the form of Certificate of Guarantee.
Keyword :
Collateral, default risk, feasible, bank able, succes factor,
fix assets, lending rate.
PENDAHULUAN
Data dari Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil bahwa jumlah usaha kecil adalah sebanyak 44,6 juta unit atau 99,84 % dari total
jumlah unit usaha pada tahun 2005. Dari sejumlah
usaha tersebut tenaga kerja yang mampu diserap adalah sebanyak 71,2 juta atau
sebesar 88,7 % dari total tenaga kerja.
Namun demikian. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang mampu disumbangkan oleh
usaha kecil tersebut baru sebesar Rp.1
Triliun atau sebesar 42,8 % dari Total PDB
Dari
data tersebut,tampak bahwa jumlah usaha kecil sangat dominan
dibandingkan dengan kelompok
skala usaha lainnya. Disamping itu,
peran usaha kecil dalam menyerap tenaga keraja relatif besar. Penyerapan tenaga kerja tersebut selanjutnya
akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan demikian, penumbuhan usaha kecil menjadi suatu kebijakan
strategis dan efektif dalam meningkatkann taraf hidup masyarakat dan
pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam upaya pertumbuhan usaha kecil tersebut, perlu diketahui karakteristik serta permasalahan
dan kendala
Pada
umumnya usaha kecil mempunyai ciri-ciri :
1.
Biasanya
berbentuk usaha perorangan dan belum berbadan hukum perusahaan.
2.
Aspek legalitas
usaha lemah
3.
Struktur
organisasi bersifat sederhana dengan pembagian kerja yang tidak baku
4.
Kebanyakan tidak
mempunyai laporan keuangan dan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan
pribadi dengan kekayaan perusahaan.
5.
Kualitas
manajemen rendah dan jarang yang memlilki rencana usaha.
6.
Sumber utama
modal usaha adalah modal pribadi
7.
Sumber Daya
Manusia (SDM) terbatas
8.
Pemilik memiliki
ikatan batin yang kuat dengan perusahaan sehingga seluruh kewajiban perusaan
juga menjadi kewajiban pemilik.
Kondisi
tersebut berakibat kepada :
a.
Lemahnya jaringan
usaha serta keterbatasan kemampuan penetrasi pasar dan deversivikasi pasar
b.
Skala ekonomi
terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya
c.
Margin keuntungan
sangat tipis
Sehubungan dengan permasalahan secara umum yang
dialami oleh UKM, Badan Pusat Statistik (2003)
mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapi oleh UKM sebagai berikut :
o
Kurang permodalan
o
Kesulitan dalam
pemasaran
o
Persaingan usaha
ketat
o
Kesulitan bahan
baku
o
Kurang
teknisproduksi dan keahlian
o
Ketrampilan
manajerial kurang
o
Kurang
pengetahuan manajemen keuangan
o
Iklim usaha yang
kurang kondusif (perijinan, aturan/perundangan)
Hasil penelitian kerja sama Kementrian Negara KUKM
dengan BPS (2003) menginformasikan bahwa UKM yang mengalami kesulitan usaha
72,47 %, sisanya 27,47% tidak ada masalah dari 72,47%yang mengalami kesulitan
usaha tersebut, tertama meliputi
kesulitan permodalan. Adapun fakor-faktor kesulitan secara terperinci adalah
sebagaimana disajikan dalam Tabel 1 berikut
Tabel 1
Faktor kesulitan Usaha Kecil
Menengah(UKM)
Faktor
Kesulitan
|
Persentase
|
Permodalan
|
51,09%
|
Pemasaran
|
34,72%
|
Bahan
Baku
|
8,59%
|
Ketenagakerjaan
|
1,09%
|
Distribusi transportasi
|
0,22%
|
Lainnya
|
3,93%
|
Hasil
Penelitian Kementrian KUKM dengan BPS(2003) dalam Sahendar Sulaeman
,Pengembangan usaha kecil dan Menengah dalam menghadapi Pasar Regional dan
Global, Infokop Nomor 25 tahun XX, 2004
Lebih lanjut disebutkan bahwa dalam mengatasi
kesulitan permodalannya diketahui
sebanyak 17,50 % UKM menambah modalnya dengan meminjam ke bank, sisanya 82,50 % tidak melakukan pinjaman ke bank tetapi ke lembaga non bank seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP)
perorangan, keluarga, Modal Ventura dan lainnya.
Alasan utama yang dikemukakan oleh UKM, kenapa mereka tidak meminjam ke bank adalah sebagaimana pada Tabel
2 berikut.
Tabel 2
Alasan UKM tidak mengajukan Kredit Bank
Faktor
Kesulitan
|
Persentase
|
Prosedur
sulit
|
30,305
|
Tidak
berminat
|
25,34%
|
Tidak
punya Agunan
|
19,28%
|
Tidak
Tahu Prosedur
|
14,33%
|
Suku
Bunga Tinggi
|
8,82%
|
Proposal
Ditolak
|
1,93%
|
Sumber
: Hasil Penelitian Kementrian KUKM dengan BPS(2003)
dalam Suhendar Suleman ,Pengembangan Usaha
Kecil dan
Menengah Dalam Menghadapi Pasar Regional dan Global, Infokop Nomor XX, 2004
Dari beberapa
alasan tersebut, sebesar 25,34% merupakan alasan yang sepenuhnya merupakan
faktor dari internal UKM. Sedangkan
faktor lainnya merupakan factor yang terkait dengan perbankan
Gambar 1 : Skema alasan UKM
tidak berminat mengajukan kredit ke bank
1. Kredit
Usaha Kecil
Berdasarkan karakteristik usaha kecil tersebut diatas
diketahui perkembangan usaha
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun eksternal
perusahaan. Permasalahan internal yang paling dominan dihadapi UKM paling
dominan adalah keterbatasan permodalan . Hanya sebesar 17,50 % UKM yang
memanfaatkan sumber perbankan untuk mengatasi keterbatasan permodalan. Beberapa
hambatan yang dihadapi UKM dalam mengakses kredit bank antara lain adalah
prosedur yang sulit.
Menurut
Sri Lestari Rahayu, 2005, permasalahan modal tersebut
timbul karena tidak adanya titik temu UKM sebagai debitor dengan bank selaku
kreditor. Disisi debitor, karakteristik dari sebagian besar UKM di Indonesia
antara lain adalah masih belum menjalankan bisnisnya dengan prinsip-prinsip
manajemen modern, tidak/belum memiliki badan usaha resmi, serta keterbatasan
asset yang dimiliki. Sementara itu disisi kreditor, pemodal atau lembaga
pembiayaan untuk melindungi resiko kredit, menuntut adanya kegiatan bisnis yang
dijalankan dengan prinsip-prinsip manajemen modern, ijin usaha resmi, serta adanya jaminan (collateral). Lembaga perbankan sebagai
salah satu sumber modal secara optimal masih belum dapat membantu permasalahan
yang dihadapi UKM.
Dari hasil penelitian mengenai profil UMKM di Indonesia yang dilakukan oleh Bank
Indonesia (BI),yang dilakukan tahun 2005, diketahui beberapa
kondisi perkreditan yang kurang menguntungkan bagi usaha kecil.
Dalam
perhitungan suku bunga oleh Bank umum, semakin tinggi skala usaha, maka risk premium kredit semakin kecil, yaitu :
·
Risk premium
untuk kredit usaha mikro sebesar 3,1 %
·
Risk premium
untuk kredit usaha kecil sebesar 2,6 %
·
Risk premium
untuk kredit usaha menengah sebesar 1,8 %
Sebaliknya dari sisi margin secara rata-rata bank umum
menyatakan semakin tinggi skala usaha, margin yang diperoleh semakin
kecil,yaitu :
·
Rata-rata margin
untuk kredit usaha mikro sebesar 5,9 %
·
Rata-rata margin
untuk kredit usaha kecil sebesar 4,7 %
·
Rata-rata margin
untuk kredit usaha menengah sebesar 4%
Besarnya risk premium tersebut sangat kontradiktif
apabila dibandingkan dengan default risk dari krdit untuk usaha kecil dan
mikro. Menurut Untoro Pery Warjiyo dalam makalahnya yang berjudul Default Risk dan Penjaminan kredit UKM
yang diberikan oleh bank Umum kepada UKM tahun 2002 dan 2003 relatif kecil yaitu :
·
Default Risk
Kredit Mikro adalah sebesar 0,77 %
·
Default Risk
Kredit kecil dengan plafond s.d Rp.100 juta adalah sebesar 0,87 %
·
Default Risk
kredit kecil dengan plafond antara Rp.100 juta s.d Rp.500 juta adalah sebesar
0.65 %
Namun berdasarkan hasil penelitian Biro Kredit
tersebut sebagian besar bank umum adalah berpendapat bahwa potensi pembiayaan
kepada usaha kecil cukup besar dan menguntungkan secara bisnis. Dengan demikian, terdapat
kemungkinan adanya perkembangan perkreditan untuk usaha kecil
yang cukup baik dimasa mendatang.
Lebih lanjut, bank
Umum berpendapat, key success
factor dalam pemberian kredit kepada usaha kecil terletak pada :
·
Analisis
pemberian kredit
·
Pengawasan
melekat kepada nasabah
·
Penagihan
angsuran intensif
Sebagai regulator perbankan, telah memberikan kelonggaran terkait dengan
kredit usaha kecil, antara lain dengan pengurangan bobot resiko untuk KUK sebesar 85%(SE BI No.8/3/DPNP/2006
tanggal 30 Januari 2006). Adanya penurunan bobot risiko tersebut,maka
perhitungan PPAP untuk KUK menjadi lebih kecil sehingga akan memperbesar ruang
gerak bank dalam melakukan penyaluran kredit. Namun demikian risiko yang
dihadapi bank tidak berkurang dengann adanya pengurangan bobot resiko tersebut.
Dari permasalahan tersebut diatas, guna
meningkatkan meningkatkan aksebilitas
Usaha Kecil dalam memperoleh kredit perbankan, perlu suatu skema yang berfungsi
untuk mengatasi kesulitan prosedur pemberian kredit dan melengkapi kekurangan
agunan, khususnya bagi Usaha Kecil yang berprospek bagus namun mempunyai
keterbatasan agunan
2.
Pengembangan Usaha Kecil Melalui Peningkatan Aksesbilitas
Kredit Perbankan
Alternatif guna mengatasi permasalah perkreditan untuk
usaha kecil adalah skema penjaminan
kredit bagi usaha kecil. Dalam skim tersebut Bank dan Perusahaan Penjaminan
membuat suatu perjanjian kerjasama penjaminan kredit.
Usaha
Kecil yang membutuhkan tambahan modal dari perbankan mengajukan penjaminan
kepada Perusahaan Penjamin dan mengajukan kredit kepada Bank. Apabila hasil
analisis kelayakan usaha dinyatakan layak (feasible),
namun tidak layak dari sudut perbankan karena ketidak cukupan agunan (tidak bankable), maka bank mengajukan
penjaminan kepada Perusahaan Penjamin. Selanjutnya Perusahaan penjamin akan
melakukan analisa kelayakan . Apabila kredit tersebut dinyatakan layak untuk
dijamin, maka Perusahaan Penjaminan akan memberikan penjaminan kepada usaha
kecil yang dinyatakan dalam bentuk Sertifikat Penjaminan. Atas penjaminan yang
diberikan tersebut usaha kecil yang dijamin harus membayar fee penjaminan
kepada Perusahan Penjamin. Secara skematis, penjaminan dapat digambarkan berikut
:
Gambar 2 : Skema Penjaminan Kredit Usaha Kecil
Sumber : Bank Indonesia, 2007
Gambar 3 : PERMASALAHAN AKSESIBILITAS UMKM
Apabila kredit yang dijamin mengalami kemacetan, maka Perusahaan
Penjamin akan melakukan pengecekan,
apabila kondisi yang ada memenuhi persyaratan dan ketentuan yang telah
disepakati oleh Perusahaan Penjamin dengan Bank. Apabila segala persyaratan
telah terpenuhi, maka Perusahaan Penjaminan akan
melakukan pembayaran klaim.
Selanjutnya, Perusahaan Penjaminan berhak mendapatkan
piutang subrogasi sebesar porsi kredit yang dijamin. Setelah pembayaran klaim
dilakukan, Bank masih tetap harus melakukan penagihan sampai hutang tersebut
lunas. Hasil penagihan tersebut dibagi secara proposional antara perusahaan penjamin dan Bank sesuai
dengan persentase penjaminan kredit.
Dengan adanya penjaminan kredit tersebut,
maka :
1.
Pengajuan
kredit oleh usaha kecil yang tidak memenuhi persyaratan perbankan menjadi bankable,
sehingga usaha kecil dapat mengembangkan usahanya.
2.
Resiko
bank menjadi berkurang,karena sebagian telah dialihkan menjadi risiko Perusahaan Penjamin.
3.
Dengan
terpenuhinya kecukupan agunan dan berkurangnya risiko,maka kemungkinan
terjadinya penolakan proposal pinjaman lebih kecil
4.
Perusahaan
Penjamin juga melakukan kelayakan dan pengendalian atas kredit yang dijamin.
Dengan adanya dan pengendalian dari dua pihak yang berlainandiharapkan
risikodapat lebih diminimalkan.
5.
Dengan
berkurangnya risiko tersebut, maka seharusnya risk premium yang ditetapkan menjadi salah satu komponen dalam
perhitungan lending rate menjadi
lebih rendah.
6.
Perusahaan
Penjamin akan mendapatkan pendapatan fee
penjaminan.
Apabila terjadi kemacetan atas kredit yang
dijamin ,maka :
·
Sejak
klaim dibayarkan , maka atas kredit tersebut tidak dikenakan bunga. Hal ini akan meringankan beban nasabah.
·
Agunan
dan atau fix asset yang dimilikinya
tidak perlu dilikuidasi, karena kewajiban nasabah yang dijamin akan dipenuhi
oleh Perusahaan Penjamin sebesar porsi kredit yang dijamin. Hal ini memungkinkan
usaha kecil tetap dapat dijalankan dan selanjutnya apabila usaha tersebut telah mengalami pemulihan, nasabah tersebut
dapat melakukan pembayaran subrogasi.
·
Dengan
adanya pembayaran klaim,
maka bank akan lebih cepat mendapatkan likuiditas apabila dibanding dengan
penjualan fix assets yang memerlukan prosedur dan waktu relatif lama. Selanjutnya, dana tersebut dapat
diputar kembali menjadi kredit, termasuk
kredit untuk usaha kecil, sehingga bank memperoleh pendapatan bunga dan nasabah
dapat dilayani semakin banyak.