PENGEMBANGAN PARIWISATA PEDESAAN PERSPEKTIF
WISATAWAN PADA DAERAH WISATA SELO KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH
THE DEVELOPMENT OF RURAL TOURIST RESORT IN
TOURISTS’ PERSPECTIVE AT SELO TOURIST RESORT BOYOLALI CENTRAL JAVA
VS. Tripriyo PS
Jurusan Administrasi
Niaga, Politeknik Negeri Semarang
ABSTRACT
So far, the policy
concerning participation among members of society in developing tourism
including culture tourism has been indicated only as a kind of
‘advice’ to people to take part in the activity. The advice is not
completed with details of requirements,
procedures and steps of implementation.
Concerning tourism
development in Central Java, and
District regency of Boyolali in particular, ecotourism in Selo area (which
occupies an area of 56.08 km² with total population of 27,425 people) gets very serious attention. The area is
hilly located between two high mounts, i.e. Mount Merapi and Mount Merbabu at
the Solo-Borobudur route called ‘Sosebo’.
The concern of this research
is the tourism development sector, which
covers cultural tourism, nature tourism, shopping tourism, vulcano tourism,
together with the development of society participation in the sector.
The unit of analysis in this
research is the tourists who are visiting or have visited Selo Tourist resort,
and the methods used are cluster
analysis and factor analysis. Cluster analysis is a technique used to group
individuals or objects into one which is previously unknown. A factor analysis
is used to determine several factors in such a way that multivariate data with
many components can be clarified using data based on the selected factor.
The finding shows that Selo
attractiveness for tourists covers among others (1) Factor 1 related to nature
education tourism and rural life, (2) factor 2 associated with local vegetables
and fruits, (3) factor 3 in relation to nature attractiveness of Selo, and (4)
factor 4 in connection with culture and local commodity.
Key words: tourism, rural life, cluster analysis,
factor analysis
Proses globalisasi
yang dimotori oleh kemajuan di bidang “Triple T”: Tourism,
Telecomunication, dan Transportation telah mendorong berbagai negara
mengembangkan ketahanan budaya agar dapat bertahan dari terpaan globalisasi
serta mengembangkan pariwisata sebagai usaha kemajuan bidang ekonomi. Tidak terkecuali Indonesia juga
terus berupaya mengembangkan kebudayaan dan pariwisata sebagai salah satu
andalan Pemerintah dalam pemulihan dari kondisi krisis bangsa (Renstra
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata 2005 – 2009). Dari sasaran dalam RPJM 2004 – 2009 telah
ditetapkan sasaran pembangunan kepariwisataan nasional seperti yang termuat
dalam dokumen Rencana Strategis Pembangunan Kebudayaan dan Kepariwisataan
Nasional 2005 – 2009 adalah : 1) Terwujudnya pariwisata nusantara yang dapat mendorong cinta tanah air. 2) Meningkatnya pemerataan dan keseimbangan pengembangan destinasi pariwisata yang
sesuai dengan potensi masing-masing daerah. 3) Meningkatnya kontribusi pariwisata dalam perekonomian
nasional. 4) Meningkatnya produk
pariwisata yang memiliki keunggulan kompetitif. 5) Meningkatnya pelestarian lingkungan hidup dan pemberdayaan
masyarakat.
Dalam
konteks pengembangan kepariwisataan yang sekarang sedang digalakkan di Jawa
Tengah, khususnya kabupaten Boyolali adalah, pengembangan potensi ekowisata di
wilayah Kecamatan Selo (luas daerah 56,08 km2 dan jumlah penduduk
27.425 orang). Kecamatan Selo merupakan daerah pegunungan tepat berada diantara dua gunung yaitu gunung
Merapi dan gunung Merbabu dan berada di jalur Solo - Selo (Boyolali)-
Borobudur, atau populer dengan sebutan jalur SOSEBO (SOLO-SELO-BOROBUDUR). Potensi pariwisata ini patut dikembangkan karena
potensi keindahan alam, ekosistem yang mendukung dan lingkungan sosial yang
kondusif.. Di wilayah ini telah mulai dikembangkan homestay sebanyak 91 unit yang tersebar di 5 desa, sebagai tempat tinggal wisatawan. Selain itu
Pemerintah Kabupaten Boyolali telah membangun beberapa sarana pendukung seperti
joglo gedung pertemuan, jalur ke puncak gunung, rest area dan gedung teater yang memutar film tentang aktivitas
gunung dan masyarakat sekitar Merapi.
Sejauh ini, kebijakan
tentang peran serta masyarakat dalam pengembangan pariwisata, termasuk
pariwisata budaya, hanya berisi himbauan agar masyarakat diikutsertakan dalam
upaya pengembangan tersebut tanpa adanya penjelasan persyaratan, tata cara dan
tahap-tahap pelaksanaannya. Hambatan lain dan keterbatasan utama yang dihadapi
untuk mewujudkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan daerah tujuan wisata
adalah tradisi politik dan budaya Indonesia yang kurang mendukung, kondisi
perekonomian yang kurang baik, kurangnya keahlian di bidang kepariwisataan,
kurangnya saling pengertian antara pihak-pihak yang terlibat, kualitas sumber
daya manusia yang rendah, dan keterbatasan modal masyarakat.
Mengacu kepada latar
belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah pengembangan
sektor pariwisata meliputi pariwisata kebudayaan, pariwisata keindahan alam, pariwisata
belanja, pariwisata vulkanologi dan pengembangan daya dukung masyarakat
terhadap pengembangan sektor kepariwisataan.
Pariwisata dan Industri Pariwisata
Di Indonesia istilah pariwisata dimulai pada awal
tahun 1960-an. Istilah pariwisata diperoleh dari budayawan intelektual atas
permintaan Presiden Soekarno kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku ketua
DTI (Dewan Tourism Indonesia) pada tahun 1960-an. Secara terpisah dua orang
budayawan Indonesia waktu itu yaitu Prof. Mr. Moh.Yamin dan Prof. Dr. Prijono
memberi isilah pariwisata untuk mengganti istilah tourism atau travel, yang
konotasinya bisa terkait dengan selera rasa pleasure,
excitement, adventure dan sejenisnya
(Pandit, Nyoman S, 2002).
Pariwisata sebagai suatu industri masih banyak
diperebatkan oleh para pakar, seperti yang disampaikan oleh Christie Mill, Robert dan Morrison, Alastair M (1984), “The tourism is adiffcult phenomena to
discribe. We have trouble in thinking of tourism as an industry. The idea of
‘Tourism Industry’ would give some unity to the idea of tourism, and from an
image and a political viewpoint it sound attractive.”
Pariwisata merupakan industri jasa karena industri itu
dibentuk dari sekelompok perusahaan yang memproduksi jasa (Service Industry) yang saling bekerja sama menghasilkan produk (goods and serices) yang dibutuhkan
wisatawan selama dalam aktivitas wisata pada suatu daerah tujuan wisata.
Aktivitas sekelompok perusahaan dalam industri pariwisata ini menghasilkan lini
produk (product line), masing-masing
produk merupakan komplemen dari produk lainnya yang secara bersama-sama
membentuk layanan untuk tujuan memuaskan kepada wisatawan.
Produk
wisata adalah barang-barang persediaan pariwisata yang disediakan oleh
kelompok-kelompok industri pariwisata sebagai kebutuhan yang dikehendaki oleh
para wisatawan, baik dalam hubungannya dengan subyek sentra maupun dalam
hubungannya dengan obyek sentra, baik yang bersifat material maupun
non-material, yaitu: 1)yang
diperoleh dalam alam bebas seperti cuaca, iklim, panorama indah, keajaiban
semesta alam, 2) yang diciptakan
manusia seperti monumen, candi, bangunan spesifik, tempat-tempat bersejarah,
benda-benda arkeologi, koleksi budaya, teater, musium dan lainnya, serta 3) yang diusahakan demi pelayanan
kepariwisataan.
Pendit,
Nyoman S (2003) mengemukakan usah-usaha
membangun dan mengembangkan suatu daerah tujuan wisata paling tidak harus
memenuhi pola persyaratan berikut ini seperti yang disajikan dalam tabel 1.
Tabel
1 Persyaratan Daya Tarik Daerah Tujuan Wisata
Faktor
|
Kriteria
|
Pertimbangan
|
Alam
|
Keindahan
|
Topografi umum seperti flora
dan fauna disekitar danau, sungai, pantai, laut, pulau-pulau, mata air panas,
sumber mineral, teluk, gua, air terjun, cagar alam, hutan dan sebagainya.
|
Iklim
|
Sinar matahari, suhu udara,
cuaca, angin, hujan, panas, kelembaban dan sebagainya.
|
|
Sosial budaya
|
Adat istiadat
|
Pakaian, makanan dan tata
cara hidup daerah, kerajinan tangan dan produk-produk lokal lainnya.
|
Seni bangunan
|
Arsitektur setempat sepeti
candi, pura, masjid, gereja, monumen, bangunan adat dan sebagainya.
|
|
Pentas dan pagelaran,
festival
|
Pekan raya-pekan raya
bersifat industri komersial.
|
|
Sejarah
|
Peninggalan purbakala
|
Bekas-bekas istana, tempat
peribadatan, kota tua dan bangunan-bangunan purbakala peninggalan sejarah,
dongeng atau legenda.
|
Agama
|
Kegiatan masyarakat
|
Kegiatan penduduk dalam soal
beribadah, upacara, pesta dan lainnya.
|
Fasilitas rekreasi
|
Olah raga
|
Berburu, memancing,
berenang, main ski, berlayar, golf, naik kuda, mendaki dan lainnya.
|
Edukasi
|
Musiaum arkeologi dan ethnologi,
kebun binatang dan sebagainya.
|
|
Fasilitas kesehatan
|
Istirahat, beribat dan
ketenangan
|
Spa mengandung mineral,
tempat tetirah dan sebaginya.
|
Fasilitas berbelanja
|
Keperluan belanja
|
Toko-toko souvenir,
kelontong dan kebutuhan sehari-hari.
|
Fasilitas hiburan
|
Waktu malam
|
Night Club, bioskop, teater
dan sebagainya.
|
Infrastruktur
|
Kualitas wisata
|
Jalan raya, taman, listrik,
jaringan telephone, pelayanan keamanan, layanan kesehatan dan transportasi.
|
Fasilitas pangan dan
akomodasi
|
Makanan dan penginapan
|
Hotel, motel, bungalow,
coffeeshop, rumah makan dan sebagainya.
|
Sumber: Pendit, Nyoman S, 2003
Pengembangan
Ekowisata dan Pariwisata Budaya
Berbeda dengan wisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan wisata
yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumber daya pariwisata (Damanik, Janianton dan Weber, Helmut F, 2006).
Masyarakat ekowisata internasional mengartikannya sebagai perjalanan wisata
alam yang bertanggung jawab dengan cara mengonservasi lingkungan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (responsible travel to natural areas that conserves the enviroment and
improves the well-being of local people). Dari definisi ini ekowisata dapat
dilihat dari tiga perspektif, yakni: 1) ekowisata sebagai produk, 2) ekowisata
sebagai pasar, dan 3) ekowisata sebagai pendekatan pengembangan. Sebagai
produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumber daya alam.
Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian
lingkungan. Dan sebagai pendekatan pengembangan, ekowisata merupakan metode
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pariwisata secara ramah lingkungan.
From (2004) menyusun tiga konsep dasar yang lebih
operasional tentang ekowisata, yaitu 1) Perjalanan outdoor di kawasan alam yang tidak menimbulkan kerusakan
lingkungan, 2) mengutamakan penggunaan fasilitas transportasi yang
diciptakan dan dikelola masyarakat
kawasan wisata, 3) Prinsip akomodasi yang tersedia bukanlah perpanjangan
tangan hotel internasional dan makanan yang ditawarkan juga bukan makanan
berbahan baku impor, melainkan semua berbasis bahan baku lokal, dan 4) menaruh
perhatian besar pada lingkungan alam dan budaya lokal.
Ekowisata
(Eco-tourism) menurut Hector
Ceballos-Lascurain (dalam Pendit, Nyoman S, 2003) terdiri atas wisata
kunjungan ke kawasan alamiah yang relatif tak terganggu, dengan niat
betul-betul obyektif untuk melihat, mempelajari, mengagumi wajah keindahan
alam, flora, fauna, termasuk aspek-aspek budaya baik di masa lampau maupun
sekarang yang mungkin terdapat di kawasan tersebut. Eko-wisata berarti pula
melibatkan masyarakat setempat dalam proses sehingga mereka dapat memperoleh
keuntungan sosio ekonomi dari proses dimaksud.
Konsep kebudayaan
menurut Soetarno (2004) adalah sistem ide yang dimiliki bersama oleh
pendukungnya, maka kebudayaan Jawa adalah sisem ide yang didukung oleh
masyarakat Jawa yang meliputi: 1) kepercayaan, 2) pengetahuan, 3) keseluruhan
nilai mengenai apa yang dianggap baik untuk dilakukan, diusahakan dan ditaati,
norma berbagai jenis hubungan antar berbagai individu dalam masyarakat, dan 4)
Keseluruhan cara mengungkapkan perasaan dan bahasa lisan, bahasa tulisan,
nyanyian (tembang), musik/karawitan, tari, wayang, lukisan dan penggunaan
lambang bagi kepentingan lain.
Kunjungan terhadap
obyek atau peristiwa budaya tampaknya sudah selalu menjadi bagian dari sebuah
perjalanan wisata, sehingga sulit untuk membedakan wisata budaya dengan wisata
alam misalnya, atau wisata-wisata lain yang umum, biasa dan banyak dilakukan
orang. Salah satu sumber dari sejumlah tulisan mengenai pariwisata budaya
menyebutkan bahwa pada akhir tahun 1970-an, ketika para pakar pemasaran dan
peneliti kepariwisataan mendapati adanya orang atau sekelompok orang yang
melakukan perjalananan semata-mata hanya untuk pemahaman mendalam terhadap
obyek atau peristiwa budaya di suatu tempat tertentu, barulah dikenali adanya
pariwisata budaya yang secara jelas dapat dikategorikan sebagai salah satu
produk kepariwisataan (Tighe, 1986 dalam McKercher, 2002 dalam Suranti, Ratna,
2005).
Desa Wisata
Menurut Nuryanti,
Wiendu (1993), desa wisata adalah
suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang
disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata
cara dan tradisi yang berlaku. Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen
desa wisata : 1) Akomodasi, sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat
dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk; 2)
Atraksi, seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik
lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi
aktif seperti, kursus tari, bahasa dan
lain-lain yang spesifik. Sedangkan Edward Inskeep dalam Nuryanti, Wiendu (1993)
, memberikan definisi : Village Tourism,
where small groups of tourist stay in or near traditional, often remote
villages and learn about village life and the local environment. Inskeep :
Wisata pedesaan dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam atau dekat
dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang terpencil dan belajar
tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat.
Merujuk kepada
definisi desa wisata, desa-desa yang bisa dikembangkan dalam program desa
wisata akan memberikan contoh yang baik bagi desa lainnya, penetapan suatu desa
dijadikan sebagai desa wisata harus memenuhi persyaratanpersyaratan, antara
lain sebagai berikut (Priasukmana, Soetarso dan Mulyadin, R.
Mohamad , 2001):
a) Aksesbilitasnya baik,
sehingga mudah dikunjungi wisatawan dengan menggunakan berbagai jenis alat
transportasi b) Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni budaya, legenda,
makanan local, dan sebagainya untuk dikembangkan sebagai obyek wisata, c)
Masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberikan dukungan yang tinggi
terhadap desa wisata serta para wisatawan yang datang ke desanya, d) Tersedia
akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang memadai, e) Beriklim sejuk
atau dingin, dan f) Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal
oleh masyarakat luas.
Metode Penelitian
Populasi
yang digunakan sebagai sample frame
dalam penelitian ini adalah wisatawan/pengunjung yang
berada di lokasi wisata. Unit analisis dalam penelitian adalah individu
pengunjung wisatawan.
Variabel Penelitian dan Cara Pengukuran
Dari hasil kajian teoritis seperit
dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain
(dalam Pendit, Nyoman S, 2003) terdiri
atas wisata kunjungan ke kawasan alamiah yang relatif tak terganggu, dengan
niat betul-betul obyektif untuk melihat, mempelajari, mengagumi wajah keindahan
alam, flora, fauna, termasuk aspek-aspek budaya baik di masa lampau maupun
sekarang. Juga oleh Pendit, Nyoman S, (2003) tentang bentuk-bentuk dan jenis
pariwisata, serta dimensi kualitas jasa oleh Parasurahman (1988) dan penelitian
Kartawan (2003) tentang empat komponen produk yang berpengaruh positif terhadap
lama tinggal wisatawan, yaitu atraksi, akomodasi, katering dan sarana
pendukung, maka dikembangkan variabel penelitian dalam tabel-tabel berikut.
Tabel
2
Motivasi Kunjungan ke Daerah Tujuan Wisata Selo
Kode
|
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Ba
|
Tidak
sengaja
|
Tidak
sengaja menemukan daerah wisata Selo
|
Bb
|
Bersenang-senang
|
Bersenang-senang/menghilangkan
rasa kebosanan semata
|
Bc
|
Menikmati
pemandangan alam
|
Menikmati
pemandangan alam (sawah, pepohonan, gunung, kesejukan dan sejenisnya)
|
Bd
|
Melintasi
kaki Merapi
|
Melintasi
alam pegunungan kaki gunung Merapi
|
Be
|
Melintasi
kaki Merbabu
|
Melintasi
alam pegunungan kaki gunung Merbabu
|
Bf
|
Suasana
khas pedesaan
|
Mencari
suasana baru barkarakteristik khas pedesaan
|
Bg
|
Kesejukan
alam dan keramahan masyaakat
|
Menikmati
kesejukan alam dan keramahan masyarakat Selo
|
Bh
|
Rapat
kerja/bisnis
|
Rapat
kerja/pertemuan bisnis
|
Bi
|
Tetirah
|
Tetirah
untuk alasan kesehatan
|
Bj
|
Olah
raga
|
Berolah
raga
|
Bk
|
Wisata
belanja
|
Wiasata
belanja
|
Bl
|
Wisata
Kuliner
|
Wisata
kuliner
|
Bm
|
Wisata
religi
|
Wisata
religi/spiritual/semedi
|
Bn
|
Wisata
pendidikan agornomi
|
Wisata
pendidikan dan pengetahuan tentang agronomi
|
Bo
|
Kemah
|
Camping/kemah
|
Skala pengukuran yang
digunakan adalah berikut ini:
1. Sangat tidak setuju
|
=
|
Tidak terlintas sebagai
tujuan
|
2. Tidak setuju
|
=
|
Bukan tujuan
|
3. Tidak berpendapat
|
=
|
Asal jalan saja tetapi
masih bisa dinikmati
|
4. Setuju
|
=
|
Menjadi tujuan utama tetapi
bukan prioritas
|
5. Sangat setuju
|
=
|
Menjadi tujuan paling utama
|
Tabel
3
Penilaian terhadap Dimensi Kepariwisataan
Kode
|
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Ca
|
Daya
tarik alam
|
Pemandangan alam daerah wisata Selo memiliki daya
tarik tinggi untuk selalu dikunjungi.
|
Cb
|
Kesejukan
alami
|
Udara dan suasana alam daerah wisata Selo memberikan
kesejukan alami yang sulit ditandingi tempat wisata daerah lain.
|
Cc
|
Diantara
dua gunung
|
Lokasi geografis wisata Selo yang berada diantara
gunung Merapi dan gunung Merbabu memiliki keunikan yang dapat diunggulkan
sebagai daya tarik tersendiri.
|
Cd
|
Panorama
puncak merapi
|
Panorama puncak gunung Merapi sebagai gunung yang
paling aktif saat ini merupakan faktor utama wisatawan untuk berkunjung ke
daerah wisata Selo.
|
Ce
|
Kehidupan
pedesaan
|
Suasana kehidupan penduduk wisata daerah Selo pada
umumnya masih menunjukkan karakteristik budaya masyarakat pedesaan yang perlu
dipertahankan sebagai daya tarik utama.
|
Cf
|
Seni
pertunjukan
|
Seni pertunjukan tradisional lokal perlu
dikembangkan sebagai unggulan dalam wisata budaya pada daerah wisata Selo.
|
Cg
|
Pasar
tradisional sayuran dan buah-buahan
|
Pasar tradisional aneka sayuran dan buah-buahan
lokal di daerah wisata Selo sangat lengkap dan memberikan daya tarik
wisatawan untuk berbelanja.
|
Ch
|
Makanan
khas
|
Makanan khas berupa jajanan/panganan di daerah
wisata Selo memberikan daya tarik wisatawan untuk berkunjung kembali.
|
Ci
|
Sayuran
khas
|
Sayur-sayuran seperti bawang daun, kentang, wortel,
kobis, tomat dan lainnya merupakan pemandangan khas yang dapat segera ditemui
di pasar-pasar wisata Selo.
|
Cj
|
Buah-buahan
|
Aneka buah-buahan seperti jeruk, apel, kelengkeng,
semangka, melon, pisang, nangka dan lain-lainnya merupakan pemandangan khas
yang dapat segera ditemui di pasar wisata Selo.
|
Ck
|
Tanaman
hias
|
Aneka tanaman hias/bunga merupakan pemandangan khas
yang dapat segera ditemui di pasar wisata Selo.
|
Cl
|
Infrastruktur
jalur akses ke lokasi
|
Infra strukstur dan akses jalan masuk ke wisata Selo
dari pintu masuk manapun merupakan faktor unggulan wisatawan untuk menikmati
suasana perjalanan wisata.
|
Cm
|
Daya
tarik perjalanan ke lokasi
|
Daya tarik sudah mulai dapat dirasakan ketika
wisatawan mulai memasuki akses jalan masuk menuju daerah wisata Selo dari
pintu manapun.
|
Cn
|
Wisata
religi
|
Daerah wisata Selo dapat dijadikan sebagai daerah
tujuan wisata religi/spiritual
|
Co
|
Wisata
budaya
|
Daerah wisata Selo dapat dijadikan sebagai daerah
tujuan wisata Seni Budya Pertunjukan
|
Cp
|
Wisata
pendidikan anak sekolah
|
Daerah wisata Selo dapat dijadikan sebagai daerah
tujuan wisata untuk pendidikan anak-anak sekolah
|
Cq
|
Pendidikan
lingkungan pedesaan
|
Para pelajar dapat belajar tentang kehidupan alam
pedesaan untuk mengasah kepekaan terhadap lingkungan mereka.
|
Cr
|
Pendidikan
kehidupan bertani, berternak
|
Para pelajar dapat belajar tentang kehidupan nyata
para petani, peternak dan para pengolah hasil pertanian/peternakan.
|
Cs
|
Pendidikan
vulkanologi
|
Para pelajar/mahasiswa dapat belajar tentang
vulkanologi
|
Skala pengukuran yang
digunakan adalah berikut ini:
1. Sangat tidak setuju
|
2. Tidak setuju
|
3. Tidak berpendapat
|
4. Setuju
|
5. Sangat setuju
|
Metode Analisis
Analisis Faktor
Secara sederhana tujuan analisis faktor digunakan
untuk menentukan beberapa buah faktor (variabel) sedemikian rupa sehingga data
multivariat dengan komponen yang cukup banyak dapat dijelaskan atau dipelajari
dengan memakai data berdasarkan beberapa faktor (variabel) terpilih (Hair, 1995)
Model Analisis Faktor:
|
Keterangan:
Xik = nilai dari variabel ke-i untuk observasi ke-k
f1k =
nilai dari faktor ke-j untuk observasi ke-k (disebut
juga factor scores)
li1 = hubungan dari variabel ke-i dengan faktor ke-j,
dimana ada m faktor dan p variabel, m
Dalam
kerangka tujuan penelitian metode analisis ini membantu menemukan model
kelompok variabel kepariwisataan dan akomodasi penunjang yang harus
diperhatikan lebih dulu bagi pengembangan kepariwisataan.
Analisis Kluster
Analisis kluster merupakan teknik untuk mengelompokkan individu-individu
atau obyek ke dalam suatu grup yang sebelumnya tidak diketahui/ dikenal. Dalam
analisis ini jumlah grup yang terbentuk ditentukan sendiri oleh peneliti sesuai
dengan tujuan penelitian (berapa jumlah grup yang cocok untuk tujuan
penelitian). Selanjutnya masing-masing grup yang terbentuk tersebut digambarkan
karakteristiknya berdasarkan data dalam grup masing-masing. Teknik pengukuran
kluster yang digunakan untuk analisis ini adalah dengan teknik jarak eucledian (distance) antar obyek,
teknik cukup populer digunakan.
Sedangkan metode yang digunakan adalah Non-Hirarchical Method (K-mean
cluster). Metode ini dimulai dengan menentukan lebih dulu jumlah
kluster yang dikehendaki. Setelah itu baru proses penklusteran dilakukan tanpa
mengikuti proses hirarki. Jumlah kluster ditentukan lebih dulu yaitu sebanyak 2
kluster, penentuan jumlah kluster ini didasarkan pada pertimbangan jumlah
sampel penelitian. Mengingat jumlah sampel penelitian adalah 92
orang/responden, maka jumlah kluster sebanyak dua dipandang cukup representatif
untuk kepentingan analisis selanjutnya. Data yang akan dianalisis kluster untuk
responden wisatawan adalah data variabel-variabel motivasi kunjungan wisata
danvariabel-variabel dimensi kepariwisataan.
Hasil dan Pembahasan
Hasil analisis kluster motivasi
kunjungan ke daerah tujuan wisata Selo
Hasil analisis kluster untuk variabel persepsi masyarakat
setempat terhadap kegiatan ekonomi setelah Selo dinyatakan sebagai Daerah
Tujuan Wisata menghasilkan dua kluster dengan jarak antar kluster (Distances between Final Cluster Centers)
4,231. Jumlah keanggotaan kluster 1 adalah sebanyak 57 atau 61,96% dari seluruh responden (kasus),
dan kluster 2 sebanyak 35 atau 38,04% dari seluruh responden (kasus). Dilihat
dari jumlah keanggotaan kluster maka kluster 1 lebih banyak dibanding dengan
kluster 2.
Tabel 4
Final Cluster Centers Variabel Motivasi
Kunjungan Wisatawanke daerah tujuan wisata Selo
Kode
|
Variabel
|
Cluster
|
|
1
|
2
|
||
bf
|
Suasana khas pedesaan
|
4.42
|
3.91
|
bh
|
Rapat kerja/bisnis
|
3.40
|
2.06
|
bi
|
Tetirah
|
3.44
|
1.74
|
bj
|
Olah raga
|
3.81
|
2.51
|
bk
|
Wisata belanja
|
3.47
|
1.71
|
bl
|
Wisata kuliner
|
3.49
|
2.66
|
bm
|
Wisata religi
|
3.16
|
1.63
|
bn
|
Wisata pendidikan agronomi
|
4.12
|
2.94
|
bo
|
Kemah
|
4.14
|
2.20
|
|
Nilai rata-rata untuk setiap variabel dalam tabel 4
selanjutnya melalui penggunaan teknik penyekalaan ulang (rescalling) untuk setiap kluster pada masing-masing variabel, diartikan
kembali sesuai dengan atribut/kategori pengukuran persepsi pada setiap
variabelnya. Penyekalaan ulang tersebut menghasilkan interpretasi sebagai
berikut:
Tabel 5
Perbedaan Kluster Variabel Motivasi
Kunjungan Wisatawan ke daerah tujuan wisata Selo
Variabel
|
Kluster 1 N= 57
(61,96 %)
|
Kluster 2 N= 35 (38,04%)
|
|||
Rata-rata
|
Arti Skala
|
Rata-rata
|
Arti Skala
|
||
bf
|
Suasana
khas pedesaan
|
4.42
|
Sangat
setuju
|
3.91
|
Setuju
|
bh
|
Rapat
kerja/bisnis
|
3.40
|
Setuju
|
2.06
|
Tidak setuju
|
bi
|
Tetirah
|
3.44
|
Setuju
|
1.74
|
Sangat tidak setuju
|
bj
|
Olah
raga
|
3.81
|
Setuju
|
2.51
|
Tidak setuju
|
bk
|
Wisata
belanja
|
3.47
|
Setuju
|
1.71
|
Sangat tidak setuju
|
bl
|
Wisata
kuliner
|
3.49
|
Setuju
|
2.66
|
Tidak berpendapat
|
bm
|
Wisata
religi
|
3.16
|
Tidak
berpendapat
|
1.63
|
Sangat tidak setuju
|
bn
|
Wisata
pendidikan agronomi
|
4.12
|
Setuju
|
2.94
|
Tidak berpendapat
|
bo
|
Kemah
|
4.14
|
Setuju
|
2.20
|
Tidak setuju
|
Rata-rata Keseluruhan
|
3.72
|
Setuju
|
2.37
|
Tidak setuju
|
|
Dari dua kluster yang
terbentuk, setelah dilakukan penyekalaan ulang maka interpretasi nilai
rata-rata dalam setiap variabel untuk masing-masing kluster adalah seperti
disajikan dalam tabel 5. Kluster 1 yang terdiri dari 61,96% responden mewakili
kelompok yang memiliki motivasi kuat bahwa Selo merupakan daerah tujuan wisata.
Variabel-variabel tersebut diantaranya adalah suasana khas pedesaan, wisata
pendidikan agronomi, kemah, dan hampir semua variabel kecuali variabel wisata
religi. Kluster 1 tidak memberikan pendapatnya bahwa Selo merupakan tempat
wisata religi. Sebaliknya pada kluster 2 yang mewakili 38,04% responden
menunjukkan bahwa, mereka merupakan
kelompok yang kurang setuju terhadap variabel-variabel motivasi wisatawan
berkunjung ke Selo untuk tujuan wisata. Hampir semua variabel motivasi
menunjukkan bahwa mereka tidak setuju bahkan sangat tidak setuju, kecuali
variabel suasana khas pedesaan kluster 2 ini menyatakan setuju.
Hasil analisis kluster Dimensi Kepariwisataan
Hasil analisis kluster untuk Dimensi Kepariwisataan
menghasilkan dua kluster dengan jarak antar kluster (Distances between Final Cluster Centers) 3,440. Jumlah keanggotaan
kluster 1 adalah sebanyak 29 atau 31,52% dari seluruh responden (kasus), dan
kluster 2 sebanyak 63 atau 68,48% dari seluruh responden (kasus). Dilihat dari
jumlah keanggotaan kluster maka kluster 1 lebih sedikit dibanding dengan
kluster 2. Tabel 6 menyajikan hasil Final
Cluster Centers berisi nilai rata-rata pada masing-masing kluser untukstap
variabel.
Tabel 6
Final
Cluster Centers berdasarkan variabel Dimensi Kepariwisataan
Kode
|
Variabel
|
Cluster
|
|
1
|
2
|
||
ca
|
Daya tarik alam
|
4.28
|
4.49
|
cb
|
Kesejukan alami
|
3.83
|
4.33
|
cc
|
Diantara dua gunung
|
4.31
|
4.49
|
ce
|
Kehidupan pedesaan
|
3.41
|
4.33
|
cf
|
Seni pertunjukan
|
3.86
|
4.37
|
cg
|
Pasar tradisional sayuran dan
buah-buahan
|
3.00
|
4.16
|
ch
|
Makanan khas
|
3.00
|
4.03
|
ci
|
Sayuran khas
|
3.45
|
4.24
|
cj
|
Buah-buahan
|
2.41
|
3.90
|
ck
|
Tanaman hias
|
2.59
|
4.08
|
co
|
Wisata budaya
|
3.86
|
4.19
|
cp
|
Wisata pendidikan anak sekolah
|
3.48
|
4.43
|
cq
|
Pendidikan lingkungan pedesaan
|
3.76
|
4.51
|
cr
|
Pendidikan kehidupan bertani dan
berternak
|
3.69
|
4.51
|
cs
|
Pendidikan vulkanologi
|
3.79
|
4.62
|
Sumber: Data
Primer yang Dilah, 2009.
Melalui penggunaan teknik penyekalaan ulang (rescalling) nilai rata-rata untuk setiap
kluster pada masing-masing variabel, diartikan kembali sesuai dengan
atribut/kategori pengukuran persepsi pada setiap variabelnya. Penyekalaan ulang
tersebut menghasilkan interpretasi sebagai berikut:
Tabel 7
Perbedaan berdasarkan
variabel Dimensi Kepariwisataan
Variabel
|
Kluster 1 N= 29
(31,52%)
|
Kluster 2 N= 63
(68,48 %)
|
|||
Rata-rata
|
Arti Skala
|
Rata-rata
|
Arti Skala
|
||
ca
|
Daya
tarik alam
|
4.28
|
Sangat setuju
|
4.49
|
Sangat setuju
|
cb
|
Kesejukan
alami
|
3.83
|
Setuju
|
4.33
|
Sangat setuju
|
cc
|
Diantara
dua gunung
|
4.31
|
Sangat setuju
|
4.49
|
Sangat setuju
|
ce
|
Kehidupan
pedesaan
|
3.41
|
Setuju
|
4.33
|
Sangat setuju
|
cf
|
Seni
pertunjukan
|
3.86
|
Setuju
|
4.37
|
Sangat setuju
|
cg
|
Pasar
tradisional sayuran dan buah-buahan
|
3.00
|
Tidak berpendapat
|
4.16
|
Setuju
|
ch
|
Makanan
khas
|
3.00
|
Tidak berpendapat
|
4.03
|
Setuju
|
ci
|
Sayuran
khas
|
3.45
|
Setju
|
4.24
|
Sangat setuju
|
cj
|
Buah-buahan
|
2.41
|
Tidak setuju
|
3.90
|
Setuju
|
ck
|
Tanaman
hias
|
2.59
|
Tidak setuju
|
4.08
|
Setuju
|
co
|
Wisata
budaya
|
3.86
|
Setuju
|
4.19
|
Setuju
|
cp
|
Wisata
pendidikan anak sekolah
|
3.48
|
Setuju
|
4.43
|
Sangat setuju
|
cq
|
Pendidikan
lingkungan pedesaan
|
3.76
|
Setuju
|
4.51
|
Sangat setuju
|
cr
|
Pendidikan
kehidupan bertani dan berternak
|
3.69
|
Setuju
|
4.51
|
Sangat setuju
|
cs
|
Pendidikan
vulkanologi
|
3.79
|
Setuju
|
4.62
|
Sangat setuju
|
Rata-rata keseluruhan
|
3,51
|
Setuju
|
4,31
|
Sangat setuju
|
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2009