IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)
DALAM PEMBERIAN KREDIT PERBANKAN
Lilis Mardiana Anugrahwati
Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Semarang
ABSTRACT
The building represents one
of the assets which from economical side can be used as capital in business. The ground and the building above it,
unhesistated can be guaranted in getting loan from bank.
Found building construction permission and the relation between
found building permission and loan, can’t be separated when we are talking about
the building. The important things that can be taken from it is to appraise the
value of guarented building. But, there are a lot of informations we can get to
recognize the urban design, so we can predict the growth of the security and
the value added of the ground and the building asset to the future.
Key words : found building permission, guarantee, loan, bank.
PENDAHULUAN
Dalam dunia properti, Ijin Mendirikan Bangunan
(IMB) merupakan hal penting sebagai syarat untuk berdirinya sebuah properti.
Pemerintah dengan Undang-Undang nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
mensyaratkan bahwa untuk mendirikan bangunan gedung di Indonesia diwajibkan
untuk memiliki Ijin Mendirikan Bangunan. Untuk bangunan dengan fungsi khusus,
IMB dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat sedang untuk bangunan dengan fungsi lain
IMB dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten / Kota. IMB dipersyaratkan bukan
semata-mata untuk menjadi sumber pendapatan asli daerah namun lebih dititik beratkan
sebagai upaya pengaturan bangunan gedung.
Dalam dunia perbankan, IMB digunakan sebagai salah
satu persyaratan yang harus dilampirkan oleh pemohon kredit dengan agunan tanah
dan bangunan. Dalam tulisan ini akan dibahas hal-hal apa saja yang ada di dalam
IMB, sehingga menjadikan IMB sangat berguna bagi pihak perbankan untuk menilai
diberi atau tidaknya suatu permohonan kredit.
Pembahasan ini akan mengambil IMB yang diterbitkan
oleh Pemerintah Kota Semarang, yang akan dibahas baik dari informasi yang ada di
dalam Surat Keputusan IMB maupun informasi-informasi ikutannya sebagai bagian
dari proses IMB.
IJIN
MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)
Dasar utama penerbitan IMB adalah Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Pengertian Bangunan gedung dalam undang-undang
tersebut adalah ”wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan
tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam
tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,
kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus”
Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk :
1. mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan
sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan
lingkungannya;
2. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan
gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan;
3. mewujudkan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan bangunan gedung.
Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi
proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan
pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran.
Dalam pasal 35 ayat 4 Undang Undang no. 28 Tahun 2002 dinyatakan bahwa
pembangunan bangunan gedung dapat dilaksanakan setelah rencana teknis bangunan
gedung disetujui oleh Pemerintah Daerah dalam bentuk izin mendirikan bangunan,
kecuali bangunan gedung fungsi khusus izin mendirikan bangunan dikeluarkan oleh
pemerintah pusat.
Di Kota Semarang apabila masyarakat memiliki IMB maka pada dirinya dimiliki
2 produk yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh Pemerintah Kota Semarang. Kedua
produk tersebut berupa Keterangan Rencana Kota (KRK) dan Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB). Hal ini terjadi karena salah satu persyaratan untuk mengajukan
IMB adalah Keterangan Rencana Kota. Di daerah lain Keterangan Rencana Kota ini
ada yang menyebut sebagai advice planning.
Selain untuk kepentingan pengendalian pembangunan gedung, IMB juga
berfungsi sebagai sumber data dari sebuah bangunan. Selain data administrasi
IMB juga mengandung data teknis baik yang berupa gambar rencana bangunan maupun
perhitungan konstruksi. Data teknis ini biasanya merupakan lampiran yang tidak
terpisahkan dari Surat Keputusan IMB.
KRK
sebagaimana dimaksud diatas merupakan ketentuan yang berlaku untuk lokasi yang
bersangkutan dan berisi :
a.
Rencana lebar jalan
b.
fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun
pada lokasi bersangkutan;
c.
ketinggian maksimum bangunan gedung yang
diizinkan;
d.
jumlah lantai/lapis bangunan gedung dibawah
permukaan tanah dan KTB yang diizinkan;
e.
Garis sempadan dan jarak bebas minimum
bangunan gedung yang diizinkan;
f.
Koefisien Dasar Bangunan maksimum yang
diizinkan;
g.
Koefisien Lantai Bangunan maksimum yang
diizinkan;
h.
Koefisien Dasar Hijau minimum yang
diwajibkan;
i.
Koefisien Tapak Basement maksimum yang
diizinkan;
j.
jaringan utilitas kota.
Sedangkan data atau informasi yang dapat diperoleh dari SK IMB antara
lain :
1.
Pemilik Bangunan.
Nama pemilik bangunan ini bisa sama dengan pemilik
tanah tetapi juga bisa berbeda. Dalam IMB juga disebutkan juga surat
kepemilikan tanah yang dijadikan dasar dalam pengajuan IMB.
2.
Fungsi bangunan
Fungsi bangunan ini erat kaitannya dengan kegiatan atau aktivitas dalam
bangunan itu sendiri apakah sebagai rumah tinggal, toko, gudang, industri dan
sebagainya.
3.
Luas Bangunan
Luas bangunan ini meliputi juga berapa lantai bangunan, serta berapa luas
masing-masing lantai bangunan.
4.
Keterangan teknis bangunan
Keterangan teknis bangunan ini terlihat dari gambar teknis yang menjadi
lampiran SK IMB sebagai bagian yang tidak terpisahkan.
5.
Kelas bangunan
Kelas bangunan ini akan membedakan apakah bangunan yang dibangun
dikategorikan sebagai mewah, bagus, standart atau sederhana.
6.
Informasi lainnya
Informasi ini antara lain apakah bangunan tersebut dilengkapi dengan kajian
drainase, apakah dilengkapi dengan rekomendasi dari pemadam kebakaran
Keterangan IMB ini juga akan memberikan kepastian bahwa selain telah dilakukan pemeriksaan secara
administrasi, bangunan juga telah diperiksa secara teknis.
KREDIT
UNTUK MODAL USAHA
Dalam Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang
Pokok-pokok Perbankan pasal 1 ayat 11 disebutkan bahwa ”kredit adalah
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga”
Secara teori kredit bank selalu terkandung
unsur-unsur kepastian hukum sebagai berikut :
a.
Kepercayaan
Berdasarkan analisis yang
dilakukan oleh bank menjadikan bank yakin atau percaya bahwa kredit atau
pinjaman yang akan diberikan dapat dikembalikan sesuai dengan persyaratan yang
disepakati bersama.
b.
Jaminan.
Kredit yang diberikan
selalu disertai barang yang berfungsi sebagai jaminan. Jaminan ini harus
mempunyai nilai yang dapat memberikan keyakinan pada bank bahwa pinjamannya
pasti akan dilunasi karena nilai jaminan
itu pasti lebih tinggi dari nilai pinjaman.
c.
Jangka waktu
Pengembalian kredit
didasarkan pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak
d.
Risiko.
Pemberian kredit akan
memberikan resiko baik kepada kreditor maupun debitor, baik karena pelunasannya
terlambat atau bahkan macet. Manajemen resiko ini selalu diperhatikan oleh bank
yang dilaksanakan dengan asas kehati-hatian (prudential
principle)
e.
Bunga Bank
Pemberian kredit selalu
disertai imbalan berupa bunga yang wajib dibayar calon debitur dan ini
merupakan keuntungan yang diterima oleh bank.
f.
Kesepakatan
Persyaratan pemberian
kredit dan prosedur pengembalian kredit serta akibat hukumnya, yang dituangkan
dalam akta perjanjian yang disebut kontrak kredit.
”Bank wajib melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip kehati-hatian dalam rangka menjaga atau meningkatkan
tingkat kesehatan bank” demikian diamanatkan dalam pasal 2 Peraturan Bank
Indonesia.
Salah satu prinsip kehati-hatian pada pihak bank
adalah bagaimana bank menilai aset yang dijadikan agunan oleh debitor. Jangan
sampai aset yang digunakan sebagai jaminan ini salah menghitung sehingga
nantinya apabila terjadi sesuatu ternyata nilainya jauh dibawah nilai kredit
sehingga pihak bank akan menderita kerugian.
Barang jaminan atau agunan bisa bermacam-macam
jenisnya namun yang lebih sering kita kenal adalah agunan dalam bentuk tanah
dan bangunan. Kondisi ini memerlukan kejelian bank untuk menilainya, karena
tanah sebagaimana undang-undang pokok agraria juga mempunyai fungsi sosial.
Karena mempunyai fungsi sosial inilah maka atas tanah tersebut dapat dibatasi
penggunaannya bila atas tanah tersebut ternyata dibutuhkan untuk kepentingan
umum. Sebagai contoh bahwa tanah karena berada di rencana jalan maka tanah
tersebut nantinya harus diikhlaskan diganti / dibeli oleh pemerintah untuk dijadikan
jalan. Contoh lainnya adalah apabila ternyata tanah dan bangunan yang dijadikan
agunan ini ternyata berada pada kawasan konservasi yang seharusnya tidak boleh
didirikan bangunan, maka dapat menjadikan penaksiran nilai agunan tersebut
menjadi salah.
PEMBAHASAN
Untuk dapat memberikan penilaian tentang tanah dan
bangunan biasanya perbankan mensyaratkan bahwa agunan tersebut dilengkapi
dengan IMB. Kenapa IMB menjadi penting dalam menentukan penilaian agunan
tersebut. Dalam pembahasan ini akan kami ulas dengan mempersandingan
kepentingan penilaian agunan dalam pemberian kredit perbankan dengan informasi
atau data yang dapat diperoleh dari IMB sebagaimana diuraikan diatas.
a.
Rencana peruntukan dalam tata ruang
Dengan dimilikinya KRK
dan IMB maka kita akan mengetahui rencana kota kedepan yang mengenai persil
yang digunakan sebagai agunan. Dengan demikian perbankan akan terhindar dari
merosotnya nilai agunan. Informasi tersebut antara lain : bisa mengetahui
kawasan tersebut direncanakan sebagai kawasan apa, apakah kawasan perdagangan
dan jasa, kawasan industri, kawasan perkantoran, atau kawasan permukiman atau
bahkan ternyata lokasi tersebut masuk dalam kawasan konservasi yang harus
dilindungi dan tidak boleh ada bangunan.
Dengan mengetahui rencana
peruntukan dalam tata ruang maka pihak perbankan dapat menilai bagaimana
prospek dari agunan yang berupa tanah dan bangunan tersebut, apakah bisa
berkembang kedepannya atau berada pada kawasan yang justru tidak dapat
dikembangkan yang berarti nilai tanah juga tidak berkembang atau malah menurun.
b.
Batasan persil yang boleh dibangun
KRK dan IMB juga memberikan
informasi tentang seberapa besar bangunan boleh didirikan atas suatu persil
tersebut. Karena adanya kebutuhan planning atau rencana kota maka bisa saja
tanah dengan luasan besar namun ternyata hanya diperbolehkan dibangun kecil
Batasan persil yang boleh
dibangun ini juga akan memberikan informasi kepada pihak kreditor (bank) bahwa
agunan tanah dengan luasan tertentu hanya boleh dibangun untuk bangunan seluas
berapa persennya. Misalkan pada lokasi dengan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) 20
%, maka dari luas 100 m2 tanah yang diijinkan dibangun hanya 20 m2. Tentu ini
memiliki nilai yang berbeda dengan tanah yang berada pada lokasi dengan KDB 60
% yang berarti dari tanah seluas 100 m2, yang boleh dibangun seluas 60 m2.
c.
Tinggi bangunan yang diijinkan pada lokasi tersebut
Mengetahui ketinggian bangunan
yang diijinkan tentu akan dapat dijadikan pihak bank untuk memberikan nilai
lebih pada tanah yang diijinkan dengan ketinggian lebih tinggi dibandingkan
dengan tanah dengan ijin ketinggian yang terbatas.
d.
Fungsi bangunan yang diijinkan.
Dengan melihat IMB maka pihak
kreditor (bank) juga akan tahu fungsi bangunan apa sebetulnya yang telah
mendapatkan ijin, apakah ini sama dengan kondisi yang ada saat ini atau sudah
terjadi perubahan, atau bahkan sudah tidak sama dengan ijinnya.
Apabila ternyata fungsi bangunan
yang akan dijadikan agunan ternyata masih sama dengan ijin hal tersebut tidak
menjadikan masalah, namun apabila ternyata fungsi bangunan telah berubah dari
ijinnya maka hal ini perlu kewaspadaan dari pihak bank. Fungsi bangunan yang
telah berubah ini apabila ternyata sudah tidak sesuai dengan peruntukan kawasannya maka akan berisiko
ditutupnya kegiatan yang ada dalam bangunan tersebut oleh Pemerintah Daerah,
atau akan sulit untuk mendapatkan perijinan-perijinan lainnya.
Misalkan dalam ijin tertulis
fungsi bangunan sebagai rumah tinggal ternyata pada kondisi sekarang digunakan
untuk toko, atau untuk kantor, atau untuk gudang dan sebagainya maka hal ini
paling tidak akan menyulitkan ketika akan mengajukan perijinan lainnya misalkan
ijin gangguan (HO). Hal tersebut tentu secara ekonomi akan mengurangi nilai
bangunan yang dijadikan agunan.
e.
Mengetahui Luas Bangunan yang diijinkan.
Luas Bangunan yang diijinkan
dalam IMB dapat diketahui pada ketentuan penghitungan retribusi. Luas bangunan
akan dapat digunakan oleh pihak perbankan dalam menentukan nilai bangunan,
serta dapat digunakan untuk mencocokkan
antara luas yang diijinkan dalam IMB dengan luas riil bangunan
f.
Mengetahui Kelas Bangunan.
Dari uraian mengenai perhitungan
retribusi dalam IMB juga akan dapat diketahui pada kelas apa bangunan ini
digolongkan, mewah, bagus, standart atau sederhana. Namun demikian untuk kelas
bangunan ini akan lebih akurat apabila melihat dari kondisi riil bangunan.
g.
Mengetahui keterangan teknis bangunan.
IMB dilengkapi dengan lampiran
yang berupa gambar teknis bangunan, yang oleh pihak bank dapat juga data-data
teknis yang ada didalamnya menjadi salah satu acuan untuk menentukan nilai
aset
PENUTUP
Dari uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut :
a.
Bahwa antara IMB dengan pemberian kredit perbankan
memiliki hubungan yang saling menguntungkan. Artinya bahwa dengan
dipersyaratkannya IMB maka perbankan memiliki keuntungan bahwa properti yang
dijadikan barang jaminan mempunyai nilai keamanan investasi, disisi lain dengan
dipersyaratkannya IMB menjadikan masyarakat menjadi sadar arti pentingnya IMB
sehingga sadar untuk mengajukan IMB.
b.
Bahwa IMB selain berfungsi sebagai pengendalian bagi
pembangunan juga dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi aset bangunan. Hal
ini dikarenakan IMB dijadikan salah satu persyaratan dalam pemberian kredit..
c.
Bahwa IMB tidak hanya dilihat sebagai bentuk perijinan namun
juga bisa dimanfaatkan untuk melihat perencanaan kota kedepan.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Pokok-Pokok Perbankan
Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Peraturan
Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung
Muhammad,
Abdul Kadir, 2010, Hukum Perusahaan
Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditia Bakti.