MODEL MAGANG TERENCANA GUNA PENGUATAN
KOMPETENSI LULUSAN
PADA PRODI ADMINISTRASI BISNIS
Budi Prasetya dan Karnowahadi
Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang
ABSTRACT
The research was aimed at analyzing the relevance of planned internship activities
based on partnership with small and medium enterprises or corporates with equality of competence content in regular curriculum at Business
administration study program . The result of this analysis was used to design planned internship model based on the partnership which was effective in improving students’ competence .The problem particularly
studied in this research was to answer some basic questions such as : what key factors which
guarantee the success and effectiveness of the planned internship program at SME and Corporates , How far is the gap of
relevance between competence provided by education processs at Polytechnic particularly Business Administration Study Program with the competence required by industry, what was the apprtopiate model of
planned internship based on partnership
with SME and Corporates ? This research was using survey method in
gathering information and data. The respondent of this research was divided into two groups : internal and external respondents..The
external respondents were supervisors of the students conducting internship program . Number of respondents are 30
people. Data collected were analyzed by factor analysis and performance-importance analysis . The result of the analysis shows that there were 6 factors in relevance with planned
internship activities, i.e. (1) ICT Competence, (2) Secretarial and Office
Competence, (3) Organizational Competence, (4) Interpersonal Skill Competence,
(5) Teamwork Competence, and (6) Individual skill Competence.
Keywords: internship,
competence, business
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Pengalaman kerja yang
selaras dengan kurikulum program studi memiliki banyak kelebihan. Mahasiswa
perlu mempersiapkan dengan seksama sebelum memulai praktek kerja dengan
mempelajari keterampilan-keterampilan kunci dan, keterampilan-keterampilan yang menyangkut bidang
studi,keterampilan-keterampilan diri (seperti manajemen waktu) dan instink
bisnis. Mereka juga perlu bisa mengambil hikmah atas, dan belajar dari,
pengalaman
kerjanya. Disamping itu,melalui program
magang mereka berkesempatan mengaplikasikan keterampilan-keterampilan akademiknya (berfikir analitis dan kritis) ke tempat
kerja.. Sebagai konsekuensi dari semua itu maka diperlukan suatu investasi yang
besar untuk pengembangan staf dan waktu dari staf jika ingin mahasiswanya
mendapatkan yang terbaik dari praktek kerja. Para mahasiswa perlu dipersiapkan
agar dapat memaksimalkan pembelajaran mereka selama dalam magang, dan mengambil
hikmah dan belajar dari pengalaman kerjanya. Implikasinya bagi pendidikan
tinggi sangat besar yang menuntut tindakan nyata dengan meninjau kembali
kurikulum-nya yang sekarang dan merevisi-nya agar bisa menghasilkan lulusan
yang siap kerja.
Pengalaman kerja magang
dalam arti luas bisa merupakan bagian dari kurikulum program studi, atau
sebagai pengalaman kerja yang bersifat ad-hoc di luar program studi. Semua itu memberikan peluang pembelajaran yang
serupa. Perbedaannya terletak pada jumlah, rentang waktu dan kedalaman. Pada
kurikulum Prodi Administrasi Bisnis yang berbasis
pendekatan production based education telah dirancang pelaksanaan program magang
kerja dalam dua semester yaitu pada semester 4 berupa magang di usaha kecil
menengah (small or medium
enterprise internship ) dan pada semester enam yaitu program magang korporasi (corporate
internship) yang masing masing diharapkan berlangsung selama
tiga bulan.
Sejumlah isu terkait dengan
pelaksanaan aktivitas magang yang harus
ditangani sekitar aspek akademik antara lain meliputi penetapan tujuan-tujuan pembelajaran, penilaian, akreditasi, dan aspek
administrasi seperti pencarian tempat kerja, pengaturan wawancara, korespondensi dan
dokumentasi kearsipan – jurnal magang, buku log, dan surat kontrak
pembelajaran. Yang menentukan terhadap keberhasilan penempatan aktivitas magang adalah efektivitas dalam proses penanganan beberapa
hal tersebut.
Sistim pelaksanaan program
magang yang sekarang masih belum efektif karena lemahnya koordinasi diantara
fihak-fihak yang terlibat, kurang terstruktur, kurang selektif, dan kurang
terencana dengan baik ,contohnya : melepas mahasiswa untuk
mencari sendiri tempat magang mereka , tidak pendampingan
oleh dosen selama proses magang. Pelayanan yang diberikan kepada para mahasiswa
yang melakukan kegiatan praktek kerja lapangan baru sebatas administratif
formalitas-seperti penyiapan surat permohonan berpraktek kerja, pengiriman
formulir penilaian kepada supervisor di tempat kerja yang tidak dikenalnya.
Sedangkan yang lebih esensial seperti rapat koordinasi untuk merumuskan program magang dengan fihak-fihak
terkait di dunia industri, monitoring, dan site visit berkala
dari tutor pembimbing akademik dari kampus belum berjalan sebagaimana mestinya. Untuk merancang model magang kerja industri
baik di UKM maupun di industri besar atau korporasi yang mampu memberikan hasil
optimal baik pada mahasiswa maupun
industri tempat magang perlu dilakukan penelitian yang sistematis untuk
mengetahui faktor faktor kunci keberhasilan aktivitas magang , gap analisis
antara kompetensi yang disediakan oleh Politeknik
atau prodi dengan kebutuhan kompetensi pada dunia usaha/industri sehingga
hasilnya bisa digunakan sebagai dasar perancangan model magang yang paling
relevan dengan kebutuhan muatan kompetensi .
Perumusan Masalah
Penelitian
ini bertujuan untuk melakukan analisis relevansi aktivitas magang terencana
berbasis kemitraan dengan UKM dan
korporasi dengan kesetaraan muatan kompetensi kurikulum regular di prodi administrasi bisnis . Hasil analisis
ini digunakan untuk merancang model magang terencana berbasis kemitraan yang
efektif dalam meningkatkan kompetensi mahasiswa.
Tinjauan Pustaka
Pentingnya Pembelajaran Di
Tempat Kerja
Kombinasi pembelajaran
teori di ruang kelas teori dan pembelajaran praktek di lab (practical
learning) dirancang sedemikian rupa dalam rangka menghasilkan lulusan
dengan tingkat mutu tertentu yang siap memasuki
dunia kerja. Pembelajaran di tempat kerja atau kerjasama pendidikan atau
penempatan kerja atau magang, bukan apprenticeship. Di dalam apprenticeship pembelajarannya
tidak terjadwal dan tidak berstruktur (pendidikan informal). Apprentice berperan
sebagai asisten yang berguru kepada tukang akhli dan yang waktunya bisa
bertahun-tahun dan sang master mungkin memproteksi, tidak mewariskan
keterampilan-keterampilan rahasianya kepada-nya. Sedangkan pembelajaran di
tempat kerja adalah suatu pembelajaran yang terstruktur dimana seseorang
mahasiswa diminta untuk bekerja di suatu perusahaan atau organisasi dalam
suasana kerja yang sesungguhnya dengan tujuan belajar dari kerja dengan
disupervisi oleh tutor akademik dan supervisor di tempat kerja, belajar secara
mandiri yang didukung oleh kontrak-kontrak pembelajaran dan petunjuk-petunjuk pembelajaran.
Dunia usaha dan industri
lebih suka menerima
lulusan yang punya pengalaman kerja
dengan alasan mereka dapat bekerja secara mandiri dalam waktu yang tidak begitu
lama setelah diterima kerja. Terdapat tiga fitur unik yang dimiliki
pembelajaran di tempat kerja (internship) yaitu: (i) fokus ke tugas pekerjaan; (ii) terjadi dalam
konteks sosial yang dicirikan dengan perbedaan status dan adanya resiko kondite
dan kelangsungan karir; (iii) bersifat kolaboratif dan seringkali muncul dari
adanya suatu pengalaman atau suatu masalah atau isu dimana disiplin ilmunya
atau basis pengetahuannya tidak diketahui/dikenali (Chan, 2005). Raelin dalam Chan (2005) menyatakan
bahwa pembelajaran di tempat kerja memiliki tiga unsur berikut: (a)
pembelajarannya berlangsung ketika pekerjaan dilakukan dan didedikasikan pada
tugas yang sedang ditangani; (b) memandang penciptaan dan penggunaan
pengetahuan sebagai aktivitas-aktivitas kolektif dimana pembelajaran menjadi
kewajiban setiap orang; (c) para pelakunya mempertunjukkan sikap learning
-to- learn yang merasa bebas untuk menggugat asumsi-asumsi yang berlaku.
Pembelajaran di tempat
kerja berpotensi menutup “gap relevansi” antara apa yang diharapkan oleh dunia
usaha dan industri dengan ada yang disediakan oleh politeknik / prodi
administrasi bisnis . Gap tersebut mungkin disebabkan oleh salah satu atau
kombinasi dari “gap 1, 2, 3, dan 4”. “Gap 1” terjadi karena ada perbedaan
antara apa-apa yang diharapkan dunia usaha dan industri dengan persepsi jajaran
akademik tentang apa-apa yang diharapkan dunia usaha dan industri, perlu
ditutup dengan “solusi 1” yaitu komunikasi tatap-muka langsung diantara kedua
belah fihak dengan agenda bagaimana mengatasi rendah-nya employability lulusan.
“Solusi 2” sebagai tindak lanjut penanganan “gap 2” (akibat tidak adanya
keterlibatan dunia usaha dan industri dalam merancang kurikulum sandwich)
menyarankan agar fihak politeknik / prodi administrasi bisnis sebaiknya bersedia merancang kurikulum
sandwich-nya dengan melibatkan dunia usaha dan industri secara langsung.
“Solusi 3” sebagai langkah positif menutup “gap 3”(pelaksanaan program magang
yang tidak sesuai dengan rancangan kurikulum) menuntut staf dosen, tutor
magang, supervisor magang ditempat kerja, mahasiswa, dan koordinator unit
pelayanan magang dan hubungan industri secara bersama-sama mengimplementasikan
kurikulum sandwich tersebut secara konsisten dan berkualitas. “Solusi 4”
sebagai langkah mengatasi “gap 4”(ketidakselarasan antara learning outcomes yang
diharapkan politeknik / prodi administrasi bisnis dengan business performance outcomes yang
diharapkan dunia usaha dan industri) adalah diselenggarakannya evaluasi,
monitoring pelaksanaan magang melalui site-visit oleh para tutor dan
umpan-balik dari para peserta magang;
Membangun Kemitraan dengan Industri
Keberhasilan kurikulum
sandwich ditentukan
oleh tersedia-tidaknya dunia
industri yang layak untuk
dijadikan mitra stratejik dalam
jumlah dan kualitas
yang ditetapkan. Menurut Haddara
dan Skanes (2007) salah-satu
dari empat dimensi
utama dari cooperative education adalah melibatkan dunia
industri . Tiga
dimensi lainnya adalah
kurikulum yang integratif, pembelajaran yang
diperoleh dari pengalaman
kerja, dan organisasi
atau koordinasi
logistik pengalaman pembelajaran. Pendidikan
adalah
suatu
proses transformasi yang memproses input
menjadi output kemudian ditawarkan ke pasar kerja. Jika
tidak diserap maka stock menumpuk dengan kata lain
lulusan PT vokasi yang menganggur. Pengangguran lulusan tersebut bisa
diminimalkan dengan membenahi rantai nilai di
tahap proses. Salah satu komponen proses adalah pembenahan kurikulum
sandwich.
Experiential learning
mustahil berjalan tanpa keterlibatan aktif industri pasangan. Jika Politeknik
tidak memiliki cukup
industri pasangan, tetapi animonya
terus menambah jumlah program
studi, menambah kelas
per program studinya
secara agresif bahkan menambah jumlah
mahasiswa per kelasnya
yang melebihi span of
control (batas kemampuan wajar
seorang dosen untuk
menyediakan pembelajaran kepada
sejumlah mahasiswa secara efektip)
bisa dikategorikan mengkomersialisasikan pendidikan, maka Politeknik bertanggung jawab penuh
atas penciptaan pengangguran
lulusan. Kesulitan Politeknik dalam memilih
dunia industri yang akan
dijadikan pasangannya dalam mensukseskan program
magang adalah masih
banyaknya dunia industri yang
berjiwa traders ketimbang industrialists. Mitra dunia usaha dan
Politeknik yang berjiwa traders
kesediaannya terlibat dalam
program kemitraan magang
lebih bermotif pertimbangan untung-rugi,
filantropis, jangka pendek,
cenderung tidak peduli
dengan mutu magang, dan mungkin beresiko tidak berkelanjutan. Di lain fihak, dunia usaha yang berjiwa
industrialists lebih berfikir
makro, bersedia mengorbankan waktu,
tenaga, upaya, bertukar
ide dan juga
dana demi terbangunnya hubungan kemitraan (Harvey,
1999).
Menurut Milman dan Wilson
(1996) mitra strategis/kunci adalah
organisasi-organisasi yang sangat menentukan kelangsungan hidup
organisasi kita; mereka adalah organisasi-organisasi yang
kita inginkan berhubungan
dalam jangka panjang; mereka tidak mesti industri skala
besar. Namun UKM sekalipun
kecil tetapi strategik bagi usaha-usaha
skala besar. UKM-UKM tersebut
umumnya memiliki staf
yang terbatas sehingga
untuk memenuhi kebutuhannya terhadap
karyawan berketerampilan
yang lebih tinggi mereka hanya berharap
dari keterlibatan peserta magang. Sekalipun
demikian, UKM tersebut
bersikap selektif dalam
menerima usulan .
Hanya Politeknik yang menawarkan peserta magang yang memenuhi
persyaratan yang akan mereka terima.
Tujuan
Penelitian
Secara umum
tujuan dari penelitian ini adalah: menganalisis gap relevansi antara kompetensi
yang disediakan oleh program pendidikan vokasi di Polteknik Prodi Administrasi
Bisnis dan kompetensi yang dibutuhkan di dunia usaha/industry. Hasilnya digunakan sebagai dasar dalam menemukan model
magang terncana berbasis kemitraan yang efektif dan relevan dalam meningkatkan kompetensi mahasiswa sekaligus punya
tujuan ganda dalam memenuhi kebutuhan akan SDM di dunia usaha. Secara spesifik,
penelitian ini dimaksudkan untuk :
1. Menentukan faktor faktor kunci keberhasilan aktivitas
program magang terencana pada UKM dan korporasi berbasis kemitraan dalam
meningkatkan kompetensi mahasiswa
2. Menganalisis gap relevansi antara kompetensi yang
disediakan oleh program pendidikan Politeknik dengan kompetensi yang dibutuhkan
oleh dunia usaha/industri
3. Mengkaji model magang terencana berbasis kemitraan
yang efektif dan memiliki relevansi tinggi dalam meningkatkan kompetensi
mahasiswa
Metodologi Penelitian
Studi
pendahuluan dilakukan dengan metode
survey . Hasil studi pendahuluan dijadikan
sumber acuan dan dasar dalam merancang
desain awal model magang yang efektif dan relevan dalam
meningkatkan kompetensi mahasiswa sesuai dengan kebutuhan industri . Penelitian
dilaksanakan pada Program
Studi Administrasi Bisnis. Sebagai
subjek penelitian adalah
dosen , mahasiswa , staf
administrasi dan pengelola jurusan yang terlibat secara aktif dalam kegiatan
magang kerja industri.Sedangkan dari
pihak eksternal sebagai subyek penelitian adalah para staf/manajer personalia yang pada umumnya mengelola peserta magang di
perusahaan - perusahaan mitra magang.
Dengan
asumsi karakteristik populasi penelitian bersifat homogen maka sampel
penelitian dibagi menadi dua kelompok yaitu kelompok internal terdiri dari
mahasiswa, dosen , dan staf jurusan dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang .
Kelompok sampel ke dua adalah responden dari dunia industri dengan jumlah
sampel 30 orang dengan pertimbangan jumlah ini sudah memenuhi ketentuan
distribusi normal (Singarimbun , 1986) . Dalam penelitian ini digunakan beberapa
cara pengumpulan data, yaitu :
1.
Pada
studi pendahuluan, pengumpulan data dilakukan
melalui wawancara, pertanyaan tertulis /kuesioner, dan
studi dokumentasi dengan
menggunakan alat berupa
pedoman wawancara, pertanyaan kuesioner dan pedoman studi
dokumentasi.
2.
Pada tahap
pengembangan model dilakukan
melalui kajian kualitatif untuk menghasilkan model terbaik berdasar
data data statistik yang dilakukan pada tahap pendahuluan..
Analisis
Data
Data yang telah dikumpulkan
kemudian dilakukan analisis data dengan menggunakan :
1.
Pada tahap
studi pendahuluan, data data
temuan terkait aspek akademis penyelenggaraan magang industri dan kompetensi
mahsiswa sera kompetensi yang dibutuhkan oleh industri dianalisis secara
statistik deskriptif dan dideskripsikan dalam bentuk sajian data naratif,
kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis
faktor dan performance-importance
analysis. Dari hasil analisis performance-importance analysis, akan
terlihat perbandingan gap antar semua variable yang dianalisis. Masing-masing
variable akan diurutkan secara descending
berdasarkan nilai gap yang terjadi. Kondisi ini menggambarkan urutan kelemahan
program studi administrasi bisnis (dalam kaitannya dengan magang terencana) dilihat
dari sisi stakeholder (UKM dan
korporasi terkait). Dengan analisis ini akan dihasilkan pula posisi
masing-masing variable berdasarkan pada pembagian kuadran performance-importance diagram. Berdasarkan diagram yang dibangun
tersebut akan dengan mudah dibangun suatu strategi untuk meningkatkan kerjasama
secara menguntungkan dengan stakeholder,
khususnya dengan UKM dan korporasi terkait dalam aktivitas magang terencana.
Gambar 1
Diagram Kinerja
– Kepentingan
|
Importance
Tinggi
|
||
|
Rendah
|
||
Performance
Rendah
|
Tinggi
|
Kuadran 1
|
Kuadran 2
|
Kuadran 3
|
Kuadran 4
|
||
|
|
|
|
2.
Pada tahap
2 ( pengembangan model ) data
kualitatif dideskripsikan dalam
bentuk sajian data naratif, yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil
analisis Data kuantitatif dijadikan data
pengembangan model magang yang efektif dan relevan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Deskriptif
Semua
data yang telah dikumpulkan dari responden selanjutnya dilakukan tabulasi dan
dilakukan analisis deskriptif dengan menggunakan paket aplikasi statistic SPSS.
Dari semua item kuesener yang disediakan, sebanyak 30 responden mengisinya
dengan baik. Hasil analisis deskriptif
adalah sebagai berikut :
1.
Tingkat
kepentingan (importance) kompetensi bidang teknologi informasi bagi mahasiswa
magang lebih tinggi dibandingkan kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki
(kinerja/performance) oleh peserta magang (PKL).
2.
Tingkat kepentingan
(importance) kompetensi bidang penggunaan alat-alat kantor bagi mahasiswa
magang lebih tinggi dibandingkan kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki
(kinerja/performance) oleh peserta magang (PKL).
3.
Tingkat
kepentingan (importance) kompetensi bidang komunikasi verbal bagi mahasiswa
magang lebih tinggi dibandingkan kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki
(kinerja/performance) oleh peserta magang (PKL).
4.
Tingkat
kepentingan (importance) kompetensi bidang komunikasi tertulis bagi mahasiswa
magang lebih tinggi dibandingkan kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki
(kinerja/performance) oleh peserta magang (PKL).
5.
Tingkat
kepentingan (kepentingan/importance) kompetensi bidang kearsipan bagi mahasiswa
magang sedikit lebih tinggi dibandingkan kondisi kompetensi saat ini yang
dimiliki (kinerja/performance) oleh peserta magang (PKL).
6.
Tingkat
kepentingan (kepentingan/ importance) kompetensi bidang kesekretariatan bagi
mahasiswa magang lebih tinggi dibandingkan kondisi kompetensi saat ini yang
dimiliki (kinerja/performance) oleh peserta magang (PKL).
7.
Tingkat
kepentingan (importance) kompetensi bidang manajemen kantor bagi mahasiswa
magang sedikit lebih tinggi dibandingkan kondisi kompetensi saat ini yang
dimiliki (kinerja/performance) oleh peserta magang (PKL).
8.
Tingkat
kepentingan (importance) kompetensi bidang perhitungan bisnis bagi mahasiswa
magang lebih tinggi dibandingkan kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki
(kinerja/performance) oleh peserta magang (PKL).
9.
Tingkat
kepentingan (mportance) kompetensi bidang mengelola rapat bagi mahasiswa magang
lebih tinggi dibandingkan kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki
(kinerja/performance) oleh peserta magang (PKL).
10. Tingkat kepentingan (importance) kompetensi bidang
mengorganisir pekerjaan secara sistemik bagi mahasiswa magang lebih rendah
dibandingkan kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki (kinerja/performance)
oleh peserta magang (PKL).
11. Tingkat kepentingan (importance) kompetensi bidang
adaptasi lingkungan kerja baru bagi mahasiswa magang lebih tinggi dibandingkan
kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki (kinerja/performance) oleh peserta
magang (PKL).
12. Tingkat kepentingan (importance) kompetensi bidang
memimpin dan dipimpin bagi mahasiswa magang lebih tinggi dibandingkan kondisi
kompetensi saat ini yang dimiliki (kinerja/performance) oleh peserta magang
(PKL).
13. Tingkat kepentingan (importance) kompetensi bidang
kerja teamwork bagi mahasiswa magang lebih tinggi dibandingkan kondisi
kompetensi saat ini yang dimiliki (kinerja/performance) oleh peserta magang
(PKL).
14. Tingkat kepentingan (mportance) kompetensi bidang
mengaplikasikan ketrampilan bagi mahasiswa magang lebih tinggi dibandingkan
kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki (kinerja/performance) oleh peserta
magang (PKL).
15. Tingkat kepentingan (importance) kompetensi bidang
mengaplikasikan ketrampilan bagi mahasiswa magang lebih tinggi dibandingkan
kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki (kinerja/performance) oleh peserta
magang (PKL).
16. Tingkat kepentingan (importance) kompetensi bidang
interpersonal skill dengan rekan sekerja bagi mahasiswa magang sama dengan
kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki (kinerja/performance) oleh peserta
magang (PKL).
17. Tingkat kepentingan (importance) kompetensi bidang
interpersonal skill dengan atasan bagi mahasiswa magang lebih tinggi
dibandingkan dengan kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki
(kinerja/performance) oleh peserta magang (PKL).
18. Tingkat kepentingan (importance) kompetensi bidang
interpersonal skill dengan pelanggan bagi mahasiswa magang lebih tinggi
dibandingkan dengan kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki
(kinerja/performance) oleh peserta magang (PKL).
19. Tingkat kepentingan (importance) kompetensi bidang
kerja mandiri bagi mahasiswa magang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi
kompetensi saat ini yang dimiliki (kinerja/performance) oleh peserta magang
(PKL).
20. Tingkat kepentingan (/importance) kompetensi bidang
dedikasi dalam tugas bagi mahasiswa magang sedikit lebih tinggi dibandingkan
dengan kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki (kinerja/performance) oleh
peserta magang (PKL).
21. Tingkat kepentingan (importance) kompetensi bidang
kreativitas/inovasi bagi mahasiswa magang lebih tinggi dibandingkan dengan
kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki (kinerja/performance) oleh peserta
magang (PKL).
22. Tingkat kepentingan (importance) kompetensi bidang
tantangan kerja unpredictable bagi mahasiswa magang lebih tinggi dibandingkan
dengan kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki (kinerja/performance) oleh
peserta magang (PKL).
23. Tingkat kepentingan (importance) kompetensi bidang adopsi
kompetensi baru bagi mahasiswa magang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi
kompetensi saat ini yang dimiliki (kinerja/performance) oleh peserta magang
(PKL).
24. Tingkat kepentingan (importance) kompetensi bidang
disiplin kerja bagi mahasiswa magang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
kondisi kompetensi saat ini yang dimiliki (kinerja/performance) oleh peserta
magang (PKL).
25. Pendapat responden tentang peserta magang
sebaiknya berseragam dan wajib mengikuti tata aturan yang berlaku di tempat
magang, lebih dari 56% menyatakan sangat setuju. Hal ini berarti peserta magang
sebaiknya berseragam sesuai dengan aturan tempat magang.
26. Pendapat responden tentang peserta magang
sebaiknya minimal tiga bulan di industri, sebanyak 43% menyatakan setuju.
Responden yang menyatakan tidak setuju ada sekitar 23%. Hal ini disebabkan
karena beberapa perusahaan/instansi hanya sanggup menerima peserta magang hanya
berkisar satu bulan, namun dimungkinkan untuk bergilir secara bergilir dan
berkesinambungan dari bulan ke bulan.
27. Pendapat responden tentang aktivitas
peserta magang membantu kegiatan di tempat magang/industri, sebanyak 73%
menyatakan sangat setuju. Responden yang menyatakan tidak setuju, berarti
aktivitas magang kurang membantu kegiatan industri, ada sekitar 10%.
28. Pendapat responden tentang aktivitas
magang sebaiknya dilaksanakan secara
rutin dan terjadwal, sebanyak 60% menyatakan sangat setuju. Responden yang
menyatakan tidak setuju sekitar 3%.
29. Pendapat responden tentang aktivitas
peserta magang wajib dilengkapi dengan pembuatan laporan kegiatan magang yang
disahkan oleh pembimbing magang, baik dari industri maupun dari program studi,
sebanyak 66% menyatakan sangat setuju. Tidak ada responden yang menyatakan
tidak setuju.
Hasil Analisis Faktor
Alat
analisis faktor
ini digunakan untuk menyederhanakan faktor yang relatif cukup banyak. Dari 24 faktor yang disampaikan melalui
kuesener setelah dilakukan analisis faktor menjadi
6 komponen saja.
Tabel 1
Komponen Faktor Hasil Analisis
No
|
Komponen
|
Item
|
1
|
Komponen
1 :
Kompetensi
bidang ICT
|
1. Kompetensi bidang TI
3. Kompetensi bidang komunikasi verbal
4. Kompetensi
bidang komunikasi tertulis
5. Kompetensi
bidang kearsipan
11. Kompetensi
bidang adaptasi lingkungan kerja baru
20. Kompetensi
bidang dedikasi dalam tugas
21. Kompetensi
bidang kreativitas/inovasi
23. Kompetensi
bidang adopsi kompetensi baru
|
2
|
Komponen
2 :
Kompetensi
kesekretariatan dan administrasi perkantoran
|
2. Kompetensi
bidang penggunaan alat kantor
6. Kompetensi
bidang kesekretariatan
7. Kompetensi
bidang manajemen kantor
24.
Kompetensi bidang disiplin kerja
|
3
|
Komponen
3 :
Kompetensi
organisasi
|
8. Kompetensi
bidang perhitungan bisnis
9. Kompetensi
bidang mengelola rapat
10. Kompetensi
bidang mengorganisir pekerjaan secara sistemik
12. Kompetensi bidang interpersonal skill dengan rekan sekerja
18. Kompetensi bidang interpersonal skill dengan pelanggan
|
4
|
Komponen
4 :
Kompetensi
interpersonal skill
|
15. Kompetensi
bidang sikap professional
16. Kompetensi
bidang interpersonal skill dengan rekan sekerja
17. Kompetensi
bidang interpersonal skill dengan atasan
22.
Kompetensi bidang tantangan kerja unpredictable
|
5
|
Komponen
5:
Kompetensi
teamwork
|
13. Kompetensi bidang bekerja dalam teamwork
|
6
|
Komponen
6 :
Kompetensi
individual skill
|
14. Kompetensi bidang mengaplikasikan ketrampilan
19. Kompetensi bidang kerja mandiri
|
Analisis faktor mengubah dari 24
item menjadi 6 komponen (variabel baru) dengan nama
:
1.
Kompetensi bidang
ICT
2.
Kompetensi
kesekretariatan dan administrasi perkantoran
3.
Kompetensi
organisasi
4.
Kompetensi interpersonal
skill
5.
Kompetensi
teamwork
6.
Kompetensi
individual skill
Hasil Performance – Importance Analysis
Dasar
analisis kinerja–kepentingan
adalah nilai rata-rata dari skor tiap-tiap item/variable. Agar bisa diperoleh gambaran yang lebih detil, maka analisis performance –
importance dilakukan secara total item yang ada (24 item). Nilai rata-rata tiap
item adalah seperti pada Tabel 2. di bawah ini.