Laman

ACTIVITY BASED COSTING DALAM ERA KOMPETISI GLOBAL




ACTIVITY BASED COSTING IN GLOBAL COMPETITION ERA

Kusmayadi
Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Semarang


ABSTRACT

Traditional product costing simplistically allocates costs. Today’s manufacturers are working in an increasingly complex environment, such as technology increases. Ideally, all cost should be directly charged, but as technology increases, more cost are indirect Activity-based costing unbundles the traditional cost view by responsibility center and restated cost according to the way resources are consumed.

Key words : product costing, directly charge, activity-based, responsibility center.


Kompetisi global yang intensif mendorong perusahaan untuk melakukan perubahan di dalam teknologi maupun proses produksi, memperbaiki efektivitas keputusan mengenai penentuan harga jual, desain produk, konsumen dan produk campuran (product and customer mix). Penyesuaian terhadap kemampuan teknologi baru dan lingkungan kompetitif secara global mengakibatkan perusahaan mengalami banyak kendala bila masih tetap mempergunakan sistem akuntansi konvensional.
Dalam persaingan global, penentuan harga pokok sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penentapan harga jual, biaya pesanan yang kecil dan tingkatan overhead. Sistem penentuan harga pokok konvensional dirasakan kurang relevan lagi. Sistem ini gagal mengendalikan biaya overhead yang signifikan terjadi dalam perusahaan industri. Umumnya sistem konvensional mempergunakan satu tariff, misalnya menggunakan jam kerja langsung untuk mengalokasikan biaya overhead kepada produk pada saat penentuan harga pokok.  (Cooper, 1991).  Dalam kondisi seperti ini, dapat terjadi bahwa produk yang volumenya kecil dan seharusnya menyerap biaya overhead yang besar, dalam kenyataannya ustru akan dikenakan biaya yang lebih kecil, demikian sebaliknya. Pada akhirnya cenderung terjadi distorsi pada harga pokok produk. Dengan demikian, sistem biaya konvensional tidak lagi dapat menyajikan gambaran biaya berbagai operasi yang akurat dan reliabel.
Dewasa ini, biaya overhead merupakan elemn biaya yang penting sehingga alokasi yang baik diperlukan manager untuk mendapatkan pemahaman yang baik mengenai harga pokok yang sebenarnya. Prosentase jam kerja langsung dari total biaya saat ini menunjukkan menurun sebagai akibat dari otomatisasi dan perbaikan dalam proses produksi. Biaya overhead menjadi meningkat dikarenakan fungsi nilai tambah (value added) seperti desain, perencanaan produk, kualitas dan pelayanan konsumen (customer service), disamping biaya teknologi dan biaya kompleksitas karena banyaknya jenis produk dan siklus umur yang pendek (shorter life cycles).
Penggunaan dasar alokasi dengan unit volume saja untuk mengalokasikan biaya pada produk akan selalu memunculkan distorsi pada pelaporan harga pokok produk, yang disebabkan oleh adanya sebagian proporsi produk yang berkaitan dengan aktivitas tetapi tidak berkaitan dengan jumlah unit yang diproduksi. Dengan demikian, unit level cost driver tidak memungkinkan untuk menangkap kompleksitas hubungan antara volume, batch size dan order size. Oleh karena itu, sistem konvensional merupakan hubungan model yang kurang baik untuk keperluan estimasi biaya.

PENGERTIAN ABC
Activity Based Costing (ABC) merupakan pendekatan baru di dalam penentuan harga pokok produk (product costing). Sistem ini menyediakan informasi strategi yang relevan untuk keperluan penilaian profitabilitas produk jangka panjang dan produk lini (product lines) serta mendorong manajer untuk selalu mengevaluasi arus pekerjaan di dalam aktivitas organisasi. Dengan demikian, ABC merupakan sistem informasi yang datanya mengacu kepada produk dan aktivitas perusahaan.
Sebagai konsekuensinya, metodologi akuntansi manajemen yang baru harus berusaha untuk membedakan produk mana saja yang akan menambah nilai dan mana yang hanya menambah biaya saja. Dalam konteks ini, ABC diajukan sebagai salah satu metode yang menurut beberapa praktisi dianggap lebih bermanfaat dibandingkan dengan metode penentuan harga pokok konvensional (Conventional Costing).
Meskipun ABC bukan merupakan alat yang sangat akurat dan tidak dapat mengelak dari aspek-aspek pertimbangan (judgmental aspect), tatapi ABC memandang bahwa “it is better to be approximately right than precisely wrong and to be ono the right track than to be positively misleading” (Cooper, 1991). Lebih lanjut, Hicks (1992) menekankan bahwa ABC “is not a panacea for all product costing ills or shortcomings in manufacturing”. Namun, kita dapat memandang ABC sebagai alat manajemen yang signifikan untuk hal-hal seperti penentuan harga jual, pengukuran pelaksanaan (performance measurement) dan justifikasi investasi (investment justification).
Menurut Computer Aided Manufacturing-International (CAM-I), ABC “is a collestion of financial and operational performance dealing with significant activities of business that execute its business objectives”. (Brimson, 1990). Lebih lanjut, Peter B.B. Turney (1991) memberikan definisi ABC sebagai berikut:
“Activity Based Costing(ABC) – A method of measuring the cost and performance of activities and cost objects. Assign cost to activities based on their use of resources, and assign cost to cost object based on their use of activities. ABC recognises the casual relationship of cost drivers to activities.”

Inti dari metode ini mendukung pendekatan ABC yang mengemukakan bahwa pada dasarnya terdapat dua prinsip yang perlu diperhatikan. Pertama, adalah aktivitas, bukan produk yang menyebabkan biaya melalui konsumsi sumber-sumber. Produk kemudian mengkonsumir aktivitas. Kedua, manajemen biaya akan diperoleh dengan baik melalui pengaturan aktivitas dalam usaha memperoleh dan mempertahankan competitive advantage. Biaya dapat ditelusuri dari aktivitas ke produk berdasarkan masing-masing produk yang mengkonsumsi aktivitas. Dengan demikian, dasar alokasi atau penyebab biaya (cost drivers) yang dipergunakan dalam sistem ABC akan mengukur aktivitas yang telah dilaksanakan.

APLIKASI KONVENSIONAL COSTING
Pada sistem konvensional, perhitungan alokasi biaya overhead total maupun per unit produk selalu didasarkan pada volume, dimana biaya dialokasikan pada produk dengan mempergunakan dasar alokasi yang terpengaruh secara langsung terhadap perubahan volume produk yang dihasilkan (unit level allocation bases)  
Sebagai gambaran, contoh berikut ini menunjukkan perbandingan antara sistem alokasi biaya overhead konvensional yang mempergunakan jam kerja langsung sebagai dasar alokasi biaya dengan sistem ABC. Contoh ini akan mengungkapkan pengaruh dari perbedaan ukuran dan volume produk terhadap pelaporan biaya produk. Dalam kasus ini, Perusahaan Devan memproduksi empat macam produk : Vega, Aryan, Denis, dan  Julio dengan pusat biaya produksi tunggal. Produk tersebut diproduksi dengan menggunakan perlengkapan maupun proses yang sama. Produknya berbeda menurut ukuran fisiknya (besar atau kecil) dan batch size produksinya (baik untuk produk yang volumenya besar maupun kecil). Tabel 1 berikut memberikan informasi mengenai keempat produk tersebut yang mengkonsumsi jenis biaya overhead yang akan ditelusuri terhadap produk dengan mempergunakan proses alokasi berikut :

Tabel 1
Data Biaya Produksi dan  Perhitungan Alokasi Biaya Overhead Perusahaan Devan
Jenis
Produk
Bahan Baku
(Rp)
Jam Kerja Langsung
Jam Mesin
Set-up
Pesanan
Penanganan Bahan Baku
Adminis
trasi
Total Overhead Cost
Vega
60.000
5
5
1
1
1
1

Aryan
600.000
50
50
3
3
3
1

Denis
180.000
15
15
1
1
1
1

Julio
1.800.000
150
150
3
3
3
1

Total Konsumsi Biaya
2.640.000
220
220
8
8
8
4



·         Overhead yang dikaitkan dengan pemakaian bahan baku langsung (10% dari bahan baku langsung)
·         Overhead yang dikaitkan dengan jam kerja langsung (Rp 10.000 per jam kerja langsung)
·         Overhead yang dikaitkan dengan jam mesin (Rp 15.000 per jam mesin)
·         Overhead yang dikaitkan dengan set-up (Rp 120.000 per set-up)
·         Overhead yang dikaitkan dengan pemenuhan pesanan (Rp 125.000 per pesanan)
·         Overhead yang dikaitkan dengan penanganan bahan baku (Rp 25.000 per penanganan batch)
·         Overhead yang dikaitkan dengan bagian administrasi (Rp 500.000 per bagian)

Pada tahap pertama, biaya dialokasikan pada pusat biaya baik secara langsung (misalnya depresiasi mesin) atau ukuran aktivitas lainnya yang tepat (seperti luasnya sewa ruangan dan tarif). Dalam kasus ini, jika jam kerja langsung dipergunakan sebagai dasar alokasi tunggal, maka pelaporan biaya overhead menurut sistem konvensional untuk Perusahaan devan dapat dihitung seperti yang ditunjukkan dalam tabel 2 berikut:


Tabel 2 Perhitungan Alokasi Biaya Overhead
Jenis biaya terkait
Perhitungan
Jumlah
Pemakaian Bahan Baku
Rp 2.640.000 x 10%
Rp         264.000
Jam Tenaga Kerja Langsung
Rp 10.000 x  220 jam
Rp      2.200.000
Jam Mesin
Rp 15.000 x 220 jam
Rp      3.300.000
Set-ups
Rp 120.000 x 8
Rp         960.000
Pemenuhan pesanan
Rp 125.000 x 8
Rp      1.000.000
Penanganan Bahan Baku
Rp 25.000 x 8
Rp         200.000
Administrasi
Rp 500.000 x 4
Rp      2.000.000
Total Biaya Overhead
Rp     9.924.000
Total pemakaian jam kerja langsung
220
Biaya Overhead per unit (atas dasar jam kerja langsung)
Rp          45.109


Dari kalkulasi menurut sistem biaya konvensional nampak bahwa:
1.      Dengan menggunakan jam kerja langsung sebagai dasar pengalokasian biaya overhead kepada produk, maka nampak bahwa biaya overhead per unit menunjukkan nilai yang sama yaitu sebesar Rp 45.109,-. Padahal dalam kenyataannya, produk yang volumenya kecil pasti mengkonsumsi jam tenaga kerja langsung yang lebih kecil yaitu sepersepuluh dari jumlah jam kerja langsung yang dikonsumsi oleh produk yang volumenya besar.
2.      Produk yang volumenya besar (Aryan dan Yulio) akan dibebani dengan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang lebih besar (10 kali lipat) dibandingkan dengan produk yang volumenya kecil (Vega dan Denis). Namun demikian, pengalokasian biaya overhead untuk produk yang volumenya besar (Aryan dan Yulio) hanya 10% (sepersepuluh) dari pengalokasian biaya overhead untuk produk yang volumenya kecil (Vega dan Denis). Kondisi inilah yang akhirnya mengakibatkan biaya per unit menjadi sama, baik untuk produk yang volumenya besar maupun volumenya kecil.
3.      Total biaya overhead untuk produk yang volumenya rendah (Vega dan Denis)  adalah sepertiga dari produk yang volumenya besar (Aryan dan Yulio) proporsional dengan pemakaian jam tenaga kerja langsungnya.

IMPLEMENTASI SISTEM ABC
Implementasi sistem ABC diperlukan apabila sistem penentuan harga pokok yang ada (conventional costing) dirasakan perlu untuk dirubah karena perubahan lingkungan sebagai berikut: pemanfaatan otomatiisasi;  simplifikasi proses manufaktur; produk tanpa kemasan; deregulasi; peningkatan teknologi; dan perubahan dalam strategi dan tujuan (goals).
Tujuan sistem ABC adalah untuk mengidentifikasi aktivitas yang signifikan yang dilaksanakan dalam organisasi. Hubungn antara aktivitas dengan produk dapat diidentifikasi dengan mempergunakan cost drivers yang tepat dan membebankan biaya kepada produk atas dasar kosumsi aktivitas masing-masing produk. Seperti halnya dalam sistem konvensional, sistem ABC didasarkan pada prosedur penelusauran biaya melalui dua tahap. Namun, perbedaan antara sistem ABC dengan sistem konvensional terletak pada pemakaian  cost drivers yang dipergunakan untuk menelusuri biaya.
Pada tahap pertama sistem ABC, biaya overhead dibagi ke dalam pool biaya yang homogen (homogenous cost pools) dan variasi biaya dapat dijelaskan oleh cost drivers tunggal. Cost drivers dihasilkan jika aktivitas overhead mempunyai tingkatan konsumsi (consumption rate) yang sama untuk semua produk. Selanjutnya, biaya per unit dapat dihitung untuk pool tersebut. Dengan demikian, tahap pertama ini akan menghasilkan dua keluaran, yaitu : (1) seperangkat pool biaya yang homogen, dan (2) pool rate.
Pada tahap kedua dalam sistem ABC, melakukan penelusuran biaya dari overhead pools pada produk dengan mempergunakan ukuran kuantitas sumber yang dikonsumsi oleh masing-masing produk (cost drivers) yang berkaitan dengan unit level, batch level dan karakteristik tingkatan produk. Dengan demikian, sistem ABC sangat tergantung pada tiga faktor : pemilihan cost pools, distribusi overhead pada cost pools, dan pemilihan cost drivers untuk masing-maisng cost pools.
Dengan menggunakan data biaya produksi pada Perusahaan Devan, hasil perhitungan alokasi overhead dengan menggunakan pendekatan ABC disajikan pada tabel 3.
 Dari hasil perhitungan alokasi biaya overhead dengan sistem ABC yang tersaji dalam tabel 3 tersebut, dapat diketahui bahwa:
1.      Besarnya total biaya overhead yang dialokasikan kepada setiap produk tidaklah sama, tergantung pada tingkat aktivitas yang melekat dalam setiap jenis produk. Dengan demikian, semakin besar aktivitas yang digunakan akan menghasilkan alokasi biaya overhead yang semakin besar pula
2.      Besarnya tarip biaya overhead per jam tenaga kerja langsung juga menunjukkan tingkat tarip yang berbeda antar setiap jenis produk. Semakin besar tingkat konsumsi jam tenaga kerja langsung akan menghasilkan tarip biaya overhead per jam tenaga kerja langsung yang semakin kecil. 



Tabel 3
Perhitungan Alokasi Biaya Overhead Sistem ABC
Biaya Terkait
Jenis Produk
Jumlah
Vega
Aryan
Denis
Julio
Pemakaian Bahan Baku
6.000
60.000
18.000
180
264.000
Jam Tng. Kerja Langsung
50.000
500.000
150.000
1.500.000
2.200.000
Jam Mesin
75.000
750.000
225.000
2250.000
3.300.000
Set-ups
120.000
360.000
120.000
360.000
960.000
Pemenuhan pesanan
125.000
375.000
125.000
375.000
1.000.000
Penanganan Bahan Baku
25.000
75.000
25.000
75.000
200.000
Administrasi
500.000
500.000
500.000
500.000
2.000.000
Total Biaya Overhead
901.000
2.620.000
1.163.000
5.240.000
9.924.000
Pemakaian Jam Tng Kerja
5 JKL
50 JKL
15 JKL
150 JKL
-
Tarip Overhead / JKL
180.200
52.400
77.533
34.933
-


PERBANDINGAN ABC DENGAN SISTEM KONVENSIONAL
Dari hasil perhitunagn alokasi biaya overhead kepada produk dengan menggunakan kedua sistem tersebut, dapat dilihat perbedaan antara kedua sistem tersebut, baik secara total maupun secara per jam tenaga kerja langsung. Perbedaan perhitungan biaya overhead total dapat dilihat pada tabel 4 berikut :


Tabel 4
Perbandingan Perhitungan Alokasi Biaya Overhead Total
Antara Sistem Konvensional dengan ABC
Sistem Perhitungan
Jenis Produk
Jumlah
Vega
Aryan
Denis
Julio
ABC
901.000
2.620.000
1.163.000
5.240.000
9.924.000
Konvensional
225.545
2.255.450
676.635
6.766.350
9.924.000
Selisih
675.455
344.550
486.365
(1.526.350)
0



Sedangkan perbedaan perhitungan biaya overhead per jam tenaga kerja langsung dapat dilihat pada tabel 5 berikut


Tabel 5
Perbandingan Perhitungan Alokasi Biaya Overhead per Jam Kerja Langsung
Antara Sistem Konvensional dengan ABC
Sistem Perhitungan
Jenis Produk
Vega
Aryan
Denis
Julio
ABC
180.200
52.400
77.533
34.933
Konvensional
45.109
45.109
45.109
45.109
Selisih
135.091
7.291
32.424
(10.176)


Dari perhitungan pada tabel 4 tersebut nampak bahwa perhitungan menurut sistem ABC menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan sistem konvensional untuk ketiga jenis produk (Vega, Aryan dan Denis) yang total selisihnya sebesar Rp 1.526.350,- tetapi diimbangi dengan hasil yang lebih kecil untuk jenis produk Julio sebesar Rp 1.526.350,-. Dengan demikian secara total jumlah biaya overhead yang dialokasikan jumlahnya tetap sama (tidak ada selisih).
Sedangkan dari perhitungan pada tabel 5, nampak bahwa besarnya tarip overhead per jam tenaga kerja langsung menurut sistem ABC menunjukkan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan sistem konvensional untuk ketiga jenis produk (Vega, Aryan dan Denis), tetapi diimbangi dengan hasil yang lebih kecil untuk jenis produk Julio.

KESIMPULAN
Dari pembahasan dimuka, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Sstem akuntansi biaya konvensional hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan akuntansi keuangan secara sederhana dan ekonomis. Dengan hanya menggunakan dasar alokasi volume unit (misalnya: jam tenaga kerja langsung atau jam mesin) akan selalu mengakibatkan distorsi pelaporan biaya produk. Hal ini terjadi karena adanya sebagian proporsi produk yang berkaitan dengan aktivitas secara signifikan tidak dapat dikaitkan dengan jumlah unit yang diproduksi. Sistem ini hanya cocok untuk proses pengambilan keputusan jangka pendek saja.
2.      Sistem ABC memberikan informasi mengenai produksi, dan perhitungan biaya produk yang lebih akurat sehingga manajer dapat memfokuskan perhatiannya pada produk dan proses, serta bagaimana meningkatkan laba. Disamping itu, sistem ABC juga dapat membantu manajer dalam pengambilan keputusan yang lebih baik mengenai desain produk, penetapan harga jual, serta pemasaran.
3.      Sistem ABC mampu menunjukkan bagaimana aktivitas mengkonsumsi sumber-sumber yang ada dan bagaimana produk mempergunakan aktivitas tersebut. Aktivitas merupakan penyebab timbulnya biaya yang dapat dianalisis untuk diidentifikasi apakah ada yang menambah nilai (value added) dan tidak menambah nilai  (non-value added). Oleh karena itu, dengan cara mengurangi aktivitas non-value added, sistem ABC dapat membantu perusahaan untuk memperoleh tingkat profitabilitas jangka panjang dan berkompetisi dalam era globalisasi ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA
Brimson, James A., 1990, Cost Management Series Activity Accounting: An Activity-Based Costing Approach, London : John Wiley & Sons.
Cooper, Robin., 1991, Activity Based Costing, New York : Mc. Graw Hill Companies.
Mowen, Hansen., 1997, Akuntansi Manajemen. Jilid 1 : edisi keempat. Terjemahan Ancella A. Hermawan. Jakarta : Erlangga.
Mowen, Hansen., 1997, Akuntansi Manajemen, Jilid 2 : edisi keempat. Terjemahan Ancella A. Hermawan. Jakarta : Erlangga.
Hicks, T. Douglas., 1992, Activity Based Costing for Small and Mid-Sized Business; An Implementation Guide, New York : John Wiley & Sons.
Peter B.B. Turney., 1991, The Activity Based Costing and Activity-Based Management Performance, New York : Richard D. Irwin