PENGARUH ORIENTASI PROFESIONAL TERHADAP KONFLIK PERAN:
INTERAKSI ANTARA PENGGUNAAN ANGGARAN SEBAGAI ALAT UKUR KINERJA DENGAN
ORIENTASI MANAJERIAL (SUATU PENELITIAN
EMPIRIS PADA POLITEKNIK NEGERI SEMARANG)
THE INFLUENCE OF PROFESSIONAL ORIENTATION ON ROLE CONFLICT
INTERACTION BETWEEN USING BUDGET AS A MEANS OF PERFORMANCE MEASUREMENT
AND MANAGERIAL ORIENTATION
( AN EMPIRICAL RESEARCH AT SEMARANG STATE POLYTECHNIC )
Suharmanto
Jurusan Administrasi
Niaga, Politeknik Negeri Semarang
ABSTRACT
This Research is
intended to find empirical evidence that professional orientation has an
positive effect toward role conflict,
and whether managerial orientation and participation in budgeting have a
positive effect on the relation between
professional orientation and role conflict, when they got mixed up with a
bureaucratic operation
To test the
hypothesis we use regression analysis, by using primary data gathered by
delivering 80 questionnaires to respondents ( Director, Vice Directors, Senate,
Majors Chief, Chief of Program Study, Head of Laboratory and Head of UPT)
Semarang State Polytechnic, and the response
was obtained from 59 questionnaires analyzed by using doubled regression
analysis through interaction approach (moderated regression analysis).
The result of research indicates that professional
orientation significantly has a positive effect on role conflict. The result of
this research also indicates that interaction between managerial orientation
with professional orientation and also interaction between participation of
budget with professional orientation significantly have a negative effect on
role conflict. Finally the result of research about influence of managerial
orientation and participation in budgeting to relation between professional
orientation with conflict of role show negative result and significance
Keyword : Professional
Orientation, managerial orientation , participate budget, and the role conflict
Kondisi persaingan usaha yang semakin kompetitif memberikan dorongan yang
sangat besar pada perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas output yang
dihasilkan. Agar lulusan yang dihasilkan bisa memenuhi kebutuhan pasar kerja,
berbagai perguruan tinggi melakukan pembenahan di segala bidang, salah satu
diantaranya adalah peningkatan efisiensi dan efektivitas manajemen. Untuk itu
para pengelola perguruan tinggi sebagian besar menetapkan kebijakan bahwa
manajer puncak hingga manajer tingkat menengah dipegang oleh para profesional
yang mereka miliki yaitu karyawan edukatif (staf pengajar/dosen). Adanya
integrasi dari para profesional tenaga edukatif (dosen) ke dalam struktur
manajemen formal, dengan melibatkan dosen sebagai manajer perguruan tinggi akan
berakibat pada penciptaan lini akuntabilitas formal dan tekanan terhadap
akuntabilitas, tidak hanya bagi hasil pendidikan, namun juga bagi sumber daya
finansialnya. Skema perubahan dalam struktur kekuasaan internal dengan
orientasi profesional, memiliki potensi konflik peran, karena diasumsikan bahwa
adanya ketidaksesuaian norma dan nilai yang dianut oleh profesional dengan
norma dan nilai organisasi yang memperkerjakan profesional tersebut (Wallace,
1995; Hopwood, 1984; Abernethy dan Stoelwinder, 1995).
Jika seorang dosen menduduki jabatan struktural, ia memiliki peran ganda
yaitu sebagai manajer dan sebagai akademisi/pendidik. Sebagai seorang manajer
ia harus mendasarkan pekerjaannya pada efisiensi dan pencapaian tujuan
organisasi. Keberhasilan sebagai seorang manajer akan diukur, antara lain,
dengan pengendalian administratif melalui proses penganggaran. Menurut Hopwood
(1976) pengendalian administratif tersebut mencakup mekanisme dan prosedur
seperti; struktur otoritas, peraturan, kebijakan, prosedur operasi standar,
anggaran, reward, dan sistem insentif. Adapun pengendalian melalui
mekanisme anggaran sering juga disebut dengan pengendalian akuntansi. Sedangkan
sebagai seorang akademisi, ia harus berorientasi pada nilai-nilai profesinya
yang secara spesifik disebut dengan orientasi profesional.
Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa para profesional akan mengalami
konflik peran ketika mereka diharapkan untuk berpartisipasi dalam bentuk
pengendalian birokratis ( Hall, 1967). Misalnya pengendalian
profesional yang menekankan pada self-control
dipandang tidak sejalan dengan pengendalian birokratik. Jalan untuk
menghindari apa yang disebut sebagai konflik
profesional adalah dengan menghindari untuk mempertemukan para profesional
dengan sistem birokrasi, yang membatasi aktivitas pengaturan diri mereka
(Abernethy and Stoelwinder, 1995). Dengan demikian perguruan tinggi mengalami
keadaan dimana para profesional akan menghadapi adanya tekanan yang meningkat
untuk terlibat dalam penganggaran dan bentuk-bentuk pengendalian administratif
lainnya.
Model Abernethy dan Stoelwinder (1995) menginvestigasi apakah penggunaan
pengendalian berbasis output untuk
monitoring dan mengukur perilaku akan mempengaruhi level konflik yang dialami
oleh para profesional yang terlibat dalam manajemen perguruan tinggi. Secara
spesifik, penelitian ini akan mengkaji apakah nilai-nilai manajerial dapat
mengurangi potensi konflik ketika individu dengan komitmen yang tinggi terhadap
tujuan dan nilai profesional menjadi terlibat dalam proses penganggaran.
Penelitian ini akan mengkaji ulang apa yang telah dilakukan oleh Abernethy
dengan berbagai penelitiannya, dengan memfokuskan pada integrasi para
profesional ke dalam dua aspek proses penganggaran yaitu partisipasi dalam
penyusunan anggaran (orientasi manajerial) dan penggunaan anggaran sebagai
evaluasi kinerja terhadap kemungkinan timbulnya konflik peran. Penelitian ini
berbeda dengan Comerford & Abernethy (1999) dalam dua hal. Pertama,
penelitian Comerford & Abernethy (1999) hanya menguji satu aspek penganggaran
yaitu partisipasi dalam penyusunan anggaran. Selanjutnya peneliti juga akan
menguji apakah konflik peran yang timbul tersebut bisa dikurangi dengan
memasukkan variabel orientasi manajerial. Kedua, penelitian Comerford &
Abernethy (1999) tersebut dilakukan dengan setting para dokter dan perawat yang
bekerja pada salah satu rumah sakit yang ada di Australia, adapun penelitian
ini dilakukan pada perguruan tinggi dengan dosen/staf pengajar sebagai anggota
profesionalnya.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah
apakah orientasi profesional serta integrasi para profesional dalam penggunaan
anggaran sebagai alat evaluasi kinerja merupakan faktor yang menyebabkan
terjadinya konflik peran. Jika konflik peran tersebut muncul, apakah variabel
orientasi manajerial dapat menghilangkan/menekan terjadinya konflik peran
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti secara empiris
tentang pengaruh orientasi manajerial dan pengaruh penggunaan anggaran terhadap
konflik peran yang dialami manajer yang memiliki orientasi profesional yang
tinggi.
2. Tinjauan Pustaka
Konflik Peran
Keterlibatan para profesional dalam birokrat suatu organisasi, membawa
implikasi dalam proses manajemen penganggaran. Sementara itu norma dan nilai
yang dianut profesional tidak selalu sejalan dengan norma dan nilai yang
diterapkan dalam birokrasi organisasi. Demikian juga model pengendalian
profesional tidak selalu sejalan dengan model pengendalian birokratik. Misalnya
pengendalian para profesional menekankan pada self control, sementara pengendalian birokratik menuntut loyalitas
dan komitmen yang tinggi pada organisasi (Wallace, 1995). Potensi clash of culture dalam organisasi
profesional-birokratik ini, biasanya tampil apabila dilihat dari perspektif
sistem pengendalian manajemen, dimana profesional sangat memerlukan
kemandirian, kebebasan dan kesamaan individu (Martin dan Hafer, 1995), sehingga
keadaan ini membawa potensi terjadinya konflik peran bagi para profesional
apabila profesional tersebut menjadi bagian dari birokatis, konflik ini disebut
konflik profesional-birokrat.
Jadi yang dimaksud dengan konflik profesional-birokrat adalah konflik peran
yang timbul akibat seseorang mempunyai peran ganda sebagai anggota profesi yang
menjalankan fungsi sebagai jajaran birokrat atau manajer di mana mereka
bekerja. Dalam penelitian ini para profesional yang dimaksud adalah para
profesional dalam bidang pendidikan, yaitu dosen. Konflik peran ini akan
dilihat dari sudut pandang seberapa besar keterlibatan mereka dalam proses
penganggaran yang merupakan bagian penting dalam pengendalian manajemen.
Kisaran konflik yang dialami profesional tergantung seberapa tingginya
mereka menjaga orientasi profesional dan mengintegrasikannnya dengan orientasi
tujuan sistem, nilai dan norma organisasi dimana mereka bekerja (Aranya &
Feris, 1984). Asumsinya adalah semakin besar orientasi profesional yang
dimiliki para manajer, semakin tinggi pontensi konflik peran yang dialami.
Namun penelitian lain menyatakan bahwa komitmen yang tinggi pada profesi tidak
berarti komitmen pada organisasi akan rendah (Wallace, 1995). Artinya antara
keduanya tidak saling menggantikan.
Pengertian peran (role), seperti
yang dinyatakan oleh Van Sell et al. dalam Collins et al., (1995) yaitu seperangkat
pengharapan yang ditujukan kepada pemegang jabatan pada posisi tertentu. Teori
peran menyatakan bahwa individu akan mengalami konflik peran apabila ada dua
tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan yang ditujukan kepada
seseorang, sehingga apabila individu tersebut mematuhi satu diantaranya akan
mengalami kesulitan atau tidak mungkin mematuhi yang lainnya. Collins et al.
(1995) menyatakan bahwa konflik peran terjadi jika individu mempunyai peran
ganda yang bertentangan atau menerima berbagai pengharapan atas peran yang
bertentangan atas jabatan tertentu.
Orientasi Profesional
Aranya & Ferris (1984) menyatakan bahwa luasnya konflik yang dialami
para profesional tergantung seberapa tingginya mereka menjaga orientsi
profeionalnya atau tergantung pada beralihnya orientasi ia menuju nilai dan
norma organisasi. Semakin besar orientasi profesional yang dimiliki para
manajer, semakin tinggi potensi konflik peran yang muncul. Orientasi para
profesional yang tinggi tersebut kemungkinan menunjukkan keinginan untuk
mencapai atau menjaga otonominya dalam lingkungan kerja. Pemikiran ini membawa
konsekuensi bahwa individu yang menunjukkan orientasi profesional yang tinggi
akan mengalami konflik karena mereka memandang nilai manajerial akan mengancam
otonominya. Namun demikian riset selanjutnya menentang asumsi tersebut. Dalam
studinya, Wallace (1995) menyatakan bahwa komitmen yang tinggi pada profesi
tidak berarti bahwa komitmen pada organisasi rendah. Dengan demikian antara
keduanya tidak bersifat saling menggantikan.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa kekuatan hubungan ini beragam sesuai dengan
lingkungan kerja dan derajat keprofesionalannya. Perspektif ini mengungkapkan
bahwa semakin besar nilai-nilai profesional pada suatu organisasi, semakin kuat
hubungan antara kedua komitmen tersebut. Ini berarti pula, semakin besar nilai
profesional berpengaruh pada kelangsungan organisasi, semakin besar
kecenderungan organisasi untuk membangun sistem nilai organisasi yang konsisten
dengan sistem nilai profesi.
Orientasi Manajerial
Comerford dan Abernethy (1999), menyatakan bahwa mengedepankan orientasi
tujuan sistem individu dapat ditumbuhkan melaui media partisipasi dalam
penganggaran, walaupun penelitian lain, seperti Lawrence dan Lorsch, 1967 dalam
Merchant, 1985), yang menyatakan bahwa semakin besarnya organisasi akan
menghadapi berbagai permasalahan seperti koordinasi dan komunikasi, baik yang
berkaitan dengan informasi, perbedaan orientasi kognitif dan emosional diantara
manager. Dugaannya adalah bahwa individu dengan orientasi profesional yang
tinggi akan kurang mengalami konsekuensi yang merugikan (yaitu konflik peran
yang lebih rendah) ketika terlibat dalam proses penganggaran dengan dasar bahwa
mereka telah mengambil orientasi tujuan sistem.
Konstruk orientasi manajerial menggambarkan komitmen individu pada tujuan
dan nilai manajerial. Hal ini tercermin dalam perilaku yang mengarah pada
pencapaian management-related objective yang mencakup antara lain
efisiensi dan pertanggungjawaban. Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa
efektivitas penggunaan anggaran sebagai alat evaluasi kinerja pada kinerja
sub-unit membutuhkan adanya orientasi manajerial. Studi ini menggunakan
konstruk yang sama untuk menangkap luasnya individu komit terhadap tujuan dan
nilai manajerial.
Abernethy & Stoelwinter (1995) menaruh perhatian pada para profesional
jika menggunakan tipe pengendaian output sebagai alat untuk memonitor dan
mengukur kinerja sub-unit. Modelnya dikembangkan berdasarkan premise bahwa para
profesional memandang usaha-usaha untuk mendukung pengendalian administratif
akan mengancam nilai dan norma profesional sehingga akan menimbulkan konflik
peran jika dipertemukan dengan lingkungan seperti yang tersebut di atas.
Abernethy & Stoelwinter (1995) menyatakan bahwa konflik terjadi karena
bentuk pengendalian akuntansi menggambarkan model perilaku yang berlawanan
dengan model pengendalian profesional. Konflik peran timbul jika para
profesional memandang bahwa kesesuaian dengan salah satu model akan
mengakibatkan kesesuaian dengan model yang lain sulit dan tidak mungkin. Dengan
kata lain, pengharapan yang berhubungan dengan peran sebagai profesional tampak
merupakan konflik langsung dengan pengharapan yang berhubungan dengan perannya
sebagai manajer (Rizzo, 1970).
Lebih jauh, Comerford dan Abernethy (1999) mengemukakan bahwa hubungan
antara orientasi profesional dan konflik peran dimoderatkan oleh orientasi
tujuan manajerial (orientasi tujuan sistem).
Abernethy dan Stoelwinder (1991),
juga mengembangkan kerangka kerja
untuk mengukur hubungan antara ketidakpastian tugas dan kepercayaan tergantung
pada keberadaan komitmen pada orientasi tujuan sistem (orientasi manajerial).
Partisipasi Penganggaran
Kenis (1979), mendefinisikan partisipasi sebagai luasnya manajer terlibat
dalam penyiapan anggaran dan besarnya pengaruh manajer terhadap budget goals
unit organisasi yang menjadi tanggungjawabnya. Definisi yang lebih rinci
mengenai partisipasi diberikan oleh Brownell (1982) yaitu; suatu proses yang
individu-individu didalamnya terlibat dan mempunyai pengaruh atas penyusunan
target anggaran, yang kinerja akan dievaluasi, dan mungkin dihargai atas dasar
pencapaian target anggaran mereka. Tingkat keterlibatan dan pengaruh bawahan
dalam proses penyusunan anggaran merupakan faktor utama yang membedakan
anggaran partisipatif dan non-partisipatif. Partisipasi sebagai suatu proses
kerjasama dalam pembuatan keputusan oleh dua kelompok atau lebih yang
berpengaruh pada pembuatan keputusan itu sendiri di masa yang akan datang.
Model yang dikembangkan oleh Abernethy and Stoelwinder (1995) tidak menutup
kemungkinan bahwa konflik peran yang timbul akibat orientasi profesional, dapat
dimoderatkan oleh partisipasi dalam penganggaran. Faktor perilaku seperti ini
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya konflik peran, dengan asumsi
keikutsertaan para profesional dalam penyusunan anggaran akan membuat mereka
merasa mendapat kepercayaan serta membuat meraka akan berusaha mempertahankan
kepercayaan yang telah diberikan dengan bersungguh-sungguh dan merasa bertanggung
jawab untuk mencapai tujuan atau standar yang ditetapkan karena ikut
berpartisipasi dalam penyusunannya
Organisasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang mendorong profesional
untuk menerima orientasi tujuan sistem, tanpa melepaskan komitmen mereka pada
nilai-nilai profesional, Dengan demikian profesional yang berpartisipasi dalam
pengendalian administratif seperti penganggaran dapat memahami proses
perencanaan penganggaran, melakukan koordinasi, mengkomunikasikannya,
memotivasi dan mengevaluasi kinerja (Kennis, 1979), yang pada akhirnya akan
mempunyai kecenderungan untuk mereduksi potensi terjadinya konflik peran.
Perumusan Hipotesis
Dari telaah literatur yang dijelaskan, penelitian ini akan mengambil
simpulan sementara sebagai hipotesis sebagai arah penelitian ini, yaitu:
Hipotesis 1 : Orientasi
profesional secara signifikan berpengaruh positif terhadap konflik peran.
Hipotesis 2 : Interaksi
antara orientasi profesional dan orientasi manajerial secara signifikan
berpengaruh negatif terhadap konflik peran.
Hipotesis 3 : Interaksi
antara orientasi profesional dan penggunaan anggaran sebagai evaluasi kinerja
secara signifikan akan berpengaruh negatif terhadap konflik peran.
METODE PENELITIAN
Data dan Sumber Data
Penelitian ini dilakukan di Politeknik Negeri Semarang. Responden pada
penelitian ini adalah para profesional (dosen) yang juga menjabat sebagai
manajer dalam lingkungan organisasi perguruan tinggi (Direktur, Pembantu
Direktur, Ketua Jurusan, Ketua Program Studi, Kepala Laboratorium dan Kepala UPT). Data dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner kepada
responden yang telah ditetapkan dengan cara mendatangi langsung responden.
Dengan cara ini diharapkan respond rate akan tinggi, sehingga akan
memenuhi asumsi central limit theorem.
Definisi Operasional dan
Pengukuran Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Orientasi Profesional, diukur bedasarkan
instrumen yang dikembangkan dan dipergunakan oleh Abernethy & Stoelwinder
(1995) serta Comerford & Abernehty (1999). Instrumen tersebut terdiri dari
lima item pertanyaan yang menfokuskan pada nilai yang menunjukkan adanya
komitmen profesional yang tinggi yang meliputi mengajar, meneliti, dan
pemberian pelayan kepada masyarakat.
b. Penggunaan Anggaran, diukur menggunakan
instrumen yang terdiri dari tujuh item pertanyaan yang berdasar pada Milani
(1975) dan telah digunakan oleh Abernethy & Stoelwinder (1991).
c. Orientasi Manajerial, dipergunakan variabel system
goal orientation. Konstruk system
goal orientation dipergunakan sebagai proksi untuk mengukur orientasi
manajerial. Instrumen ini terdiri dari empat item pertanyaan yang dikembangkan
oleh Abernethy & Stoelwinder (1991) yang berhubungan dengan konstruk system
goal. System goal adalah sasaran
yang berhubungan dengan kondisi yang dikehendaki organisasi. Konstruk tersebut
mencakup sasaran manajerial seperti efisiensi, adaptasi, integrasi,
pertumbuhan, stabilitas, kesatuan, dan pertangungjawaban keuangan (Abernethy
& Stoelwinder, 1991). Instrumen ini juga dipergunakan oleh Abernethy (1996)
serta Comerford & Abernethy (1999).
d. Konflik Peran, diartikan sebagai
“ketidaksesuaian pengharapan yang berhubungan dengan peran”. Variabel ini
diukur dengan menggunakan delapan item instrumen yang dikembangkan oleh Rizzo
(1970). Instrumen ini telah banyak dipergunakan dalam penelitian sebelumnya dan
mempunyai tingkat reliabilitas dan validitas yang tinggi dengan cronbach alpha
0,84.
Uji Hipotesis
Uji hipotesis dalam penelitian ini akan menggunakan model regresi dengan
interaksi (moderated regression analysis).
Sementra itu regresi yang baik dindikasikan dengan distribusi data normal atau
mendekati normal, dan bebas dari penyimpangan asumsi klasik seperti multicollinearrity, autocorrelation dan
heteroscedascity.
1.
Hubungan langsung orientasi profesional dan konflik
peran:
Y =
α + β1X1 + ε
2.
Interaksi antara orientasi profesional dengan penggunaan
anggaran terhadap konflik peran:
Y =
α + β1XOP + β2XOM + β4XOP.
XOM + ε
3.
Interaksi antara orientasi profesional dengan orientasi
manajerial terhadap konflik peran:
Y =
α + β1 XOP + β2 XPA + β4 XOP.
XPA + ε
Dimana:
Y = Konflik Peran
XOP = Orientasi
Profesional
XPA = Partisipasi
Anggaran Sebagai Alat Ukur Kinerja
XOP = Orientasi
Manajerial
α = Intercept
β 1-4 = Koefisien Regresi
ε = Standard Error
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Objek Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah para profesional (Dosen) yang menjabat sebagai manajer dalam lingkungan
organisasi perguruan tinggi (Direktur, Pembantu Direktur, Ketua Jurusan, Ketua
Program Studi, Kepala Laboratorium dan
Kepala UPT )
Politeknik Negeri Semarang. Data penelitian dikumpulkan dengan mengirimkan
secara langsung 71 kuesioner dengan mengantarkan
kepada responden yang menjadi objek penelitian. Dari 71 responden yang
berpartisipasi dalam penelitian ini 12 diantaranya tidak dapat diikutsertakan
karena pengisian yang tidak lengkap, sehingga jumlah kuesioner yang layak
dianalisis sebanyak 59 kuesioner.
Uji Kualitas Data
Menurut Hair et al. (1998) dan Huck dan Cormier dalam Supomo dan
Indriantoro, (1998), kualitas data yang dihasilkan dari penggunaan instrumen
penelitian dapat dievaluasi melalui uji reliabilitas dan validitas. Prosedur
yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengukur konsistensi dan akurasi data
yang dikumpulkan dari instrumen, adalah (1) uji konsistensi internal dengan uji
statistik Cronbach's Alpha, (2) uji
homogenitas data dengan uji korelasional antara skor masing-masing item dengan
skor total (lihat juga Ghozali,
2005). Hasil uji kualitas data menunjukkan tingkat konsistensi dan akurasi yang
cukup baik. Pada uji konsistensi internal koefisien Cronbach's Alpha menunjukkan tidak ada koefisien yang kurang dari
nilai batas minimal 0,60 (Hair et. al. 1998). Sedangkan pada pengujian
validitas dengan uji homogenitas data dengan uji korelasional antara skor masing-masing
item dengan skor total (Pearson
Correlations) menunjukkan korelasi yang positif dan signifikan pada tingkat
0,01
Pengujian Hipotesis
i.
Pengujian
Hipotesis 1 (Pengaruh Orientasi Profesional Terhadap Konflik Peran)
Pengujian hipotesis pertama dilakukan untuk melihat
pengaruh orientasi profesional terhadap
konflik peran.
Tabel 1. Hasil Regresi Hipotesis I
(Persamaan 1)
Variabel
|
Koefisien
|
Beta
|
Std Error
|
t-value
|
p-value
|
Konstanta
Orientasi Profesional (X1)
|
13,243
0,301
|
β0
β1
|
3,406
0,118
|
3,888
5,136
|
0,000
0,013
|
R2 adjusted
= 8,7 persen F = 6,502 p = 0,013 n = 59
|
Sumber:
Data primer diolah, 2008
Berdasarkan tebel 1 di atas, menunjukkan
bahwa koefisien orientasi professional adalah signifikan dengan tingkat signifikansinya sebesar 0,000. Hal ini berarti bahwa orientasi professional
secara signifikan mempengaruhi terjadinya konflik peran dengan koefisien
regresi sebesar 0,301 pada tingkat signifikasi p sebesar 0,000 (p < 0,013).
Nilai F sebesar 6,502 dengan signifikansi sebesar p = 0,000. Dengan demikian hipotesis pertama (H1) yang
menyatakan bahwa orientasi
profesional secara signifikan berpengaruh
positif terhadap konflik peran tidak dapat ditolak atau diterima.
ii.
Pengujian
Hipotesis II (Pengaruh Orientasi Manajerial Terhadap Hubungan Antara Orientasi
Profesional dan Konflik Peran)
Pengujian hipotesis kedua dilakukan untuk melihat
pengaruh interaksi orientasi manajerial dengan orientasi professional terhadap
konflik peran.
Tabel 2 Hasil Regresi Hipotesis II (Persamaan 2):
Variabel
|
Koefisien
|
Beta
|
Std Error
|
t-value
|
p-value
|
Konstanta
Orientasi Profesional (XOP)
Orientasi Manajerial (XOM)
Interaksi XOP dengan
XOM
|
-27,084
1,289
3,131
-0,086
|
β0
β1
β2
β4
|
8,860
0,338
0,506
0,017
|
-3,055
3,820
6,188
-4,912
|
0,003
0,000
0,000
0,000
|
R2 =
53,1 persen F = 22,886 p = 0,000 n = 59
|
Sumber:
Data primer diolah, 2008
Hasil analisis regresi pada hipotesis kedua ini
menunjukkan bahwa koefisien interaksi β3 yaitu interaksi antara
orientasi manajerial dengan orientasi profesional adalah signifikan. Hal ini
berarti interaksi antara orientasi manajerial dengan orientasi profesional
secara signifikan mempengaruhi terjadinya konflik peran dengan koefisien
regresi sebesar -0,086 pada tingkat signifikasi p sebesar 0,000 (p < 0,05).
Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa
orientasi manajerial mempunyai pengaruh terhadap hubungan antara orientasi profesional
dengan konflik peran dapat didukung atau diterima.
iii.
Pengujian
Hipotesis III (Pengaruh Partisipasi Penganggaran Terhadap Hubungan Antara
Orientasi Profesional dan Konflik Peran)
Pengujian hipotesis ketiga dilakukan untuk melihat
pengaruh interaksi partisipasi penganggaran dengan orientasi professional
terhadap konflik peran.
Tabel 3. Hasil Regresi Hipotesis
III (Persamaan 3):
Variabel
|
Koefisien
|
Beta
|
Std Error
|
t-value
|
p-value
|
Konstanta
Orientasi Profesional (XOP)
Partisipasi Penganggaran
(XPA)
Interaksi XOP dengan
XPA
|
-40,163
1,397
2,234
-0,055
|
β0
β1
β2
β4
|
10,024
0,341
0,350
0,012
|
-4,007
4,101
6,387
-4,681
|
0,000
0,000
0,000
0,000
|
R2 =
82,1 persen F = 89,539 p = 0,000 n = 59
|
Sumber:
Data primer diolah, 2008
Hasil analisis regresi pada hipotesis ketiga ini
menunjukkan bahwa koefisien interaksi β3 yaitu interaksi antara
partisipasi penganggaran dengan orientasi profesional adalah signifikan. Hal
ini berarti interaksi antara partisipasi penganggaran dengan orientasi
profesional secara signifikan mempengaruhi terjadinya konflik peran dengan
koefisien regresi sebesar -0,055 pada tingkat signifikasi p sebesar 0,000 (p < 0,05).
Nilai F sebesar 3,131 dengan signifikansi sebesar p = 0,000.
Dengan
demikian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa partisipasi penganggaran
mempunyai pengaruh terhadap hubungan antara orientasi profesional dengan
konflik peran dapat didukung atau diterima.
PEMBAHASAN
Hasil pengujian hipotesis pertama menyimpulkan bahwa
orientasi profesional secara signifikan berpengaruh positif terhadap
terjadinya konflik peran. Hasil ini sejalan dengan penelitian Aranya & Feris
(1984), Wallace (1995), McGregor. Hal ini bisa dipahami karena profesional
menekankan pada pengendalian self control,
sementara pengendalian birokratik menuntut loyalitas dan komitmen yang tinggi
pada organisasi. Norma dan nilai yang dianut profesional tidak selalu sejalan
dengan norma dan nilai yang diterapkan dalam birokrasi organisasi. Demikian
juga model pengendalian profesional tidak selalu sejalan dengan model
pengendalian birokratik.
Konflik juga dapat terjadi apabila
para profesional diarahkan oleh manajemen untuk mengambil tindakan yang
melanggar aturan etika profesi, (McGregor, 1989). Persyaratan profesional
tersebut membuka peluang terjadinya konflik kepentingan atau peran apabila para
profesional terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam mekanisme kerja
organisasi.
Hal ini bisa terjadi karena diduga bahwa di dalam organisasi
profesional-birokratik, apabila dilihat dari perspektif sistem pengendalian
manajemen, dimana profesional sangat memerlukan kemandirian, kebebasan dan
kesamaan individu (Martin and Hafer, 1995), sehingga keadaan ini membawa
potensi terjadinya konflik peran bagi para profesional apabila profesional
tersebut menjadi bagian dari birokatis. .
Terdapat dua hal yang dipandang menjadi penyebab timbulnya konflik peran
pada para profesional-birokrat. Pertama,
tugas-tugas birokratis bersifat parsial
dan pelatihan berlangsung singkat dan dilakukan dalam organisasi, sedangkan
pekerjaan profesional bersifat keseluruhan (general) dan pelatihan memakan
waktu yang relatif lama diluar organisasi. Kedua,
para birokrat loyal kepada organisasi dan memberikan letigimati atas tindakan
mereka berdasarkan kompetensi yang mereka miliki. Pada birokrasi, kepatuhan
atau ketaatan diawasi berdasarkan hierarkhi. Berbeda halnya dengan profesional,
ketaatan profesional diperoleh melalui sosialisasi dan internalisasi norma
etika yang ditetapkan oleh asosiasi profesi. Dalam pengendalian birokrasi,
pengendalian dilakukan berdasarkan jenjang organisasi, sedangkan pengendalian
profesi dilakukan oleh rekan sejawat (Copur, 1990 dalam Abernethy &
Stoelwinder, 1995). Oleh karena itu, diduga bahwa hal inilah yang menjadikan
orientasi profesional secara signifikan berpengaruh positif terhadap terjadinya
konflik peran.
Dalam lingkungan perguruan tinggi,
opsi tersebut tidak mungkin untuk terus dipertahankan, karena para profesional
perguruan tinggi mendominasi pengambilan kebijakan di dalam manajemen perguruan
tinggi, yang secara tradisional memikul
tanggung jawab terhadap konsekuensi finansial dari keputusan yang mereka ambil.
Tekanan yang dihadapi oleh perguruan tinggi adalah bagaimana memanfaatkan
sumber daya secara lebih efisien dan efektif, berarti bahwa integrasi para profesional
perguruan tinggi kedalam struktur manajemen perguruan tinggi sangat kritis bagi
keberhasilan perguruan tinggi (Hillman et
al., 1986; dalam Abernethy and Stoelwinder, 1991).
Hasil pengujian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa orientasi manajerial
secara signifikan berpengaruh negatif terhadap hubungan antara orientasi profesional dan konflik peran dapat
diterima. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Abernethy dan Stoelwinder (1991), Comerford dan Abernethy
(1999), yang menyatakan bahwa orientasi
manajerial secara signifikan berpengaruh negatif terhadap hubungan antara orientasi profesional dan konflik peran. Comerford
dan Abernethy (1999) mengemukakan bahwa hubungan antara orientasi profesional
dan konflik peran dapat dimoderatkan oleh orientasi tujuan manajerial
(orientasi tujuan sistem). Konflik peran dapat dihindari bila profesional
melepaskan orientasi profesional
yang tinggi dan mengubah orientasi mereka sesuai dengan nilai-nilai dan norma
organisasi.
Selanjutnya berdasar perhitungan matematis derivasi parsial, arah titik inflection point adalah negatif, artinya
bahwa peningkatan orientasi manajerial akan menyebabkan penurunan terjadinya
konflik peran bagi para profesional yang terintegrasi dalam suatu jabatan
formal, begitu juga sebaliknya, penurunan orientasi manajerial akan berakibat
pada terjadinya kecenderungan peningkatan konflik peran bagi para profesional
yang terintegrasi dalam suatu jabatan formal.
Integrasi para profesional untuk memegang peran manajerial berdampak
langsung pada keterlibatan mereka dalam pengendalian administratif formal.
Keterlibatan ini mempersyaratkan para profesional tersebut untuk mengambil
peran dan berfungsi sebagai manajerial, yang dalam penelitian ini disebut
sebagai orientasi manajerial (Comerford & Abernethy, 1999). Namun demikian
bukti penelitian terbaru menunjukkan (misal Wallace, 1995), diharapkan komitmen
yang lebih besar terhadap nilai-nilai manajerial tidak mengimplikasikan
komitmen yang lebih rendah terhadap nilai-nilai profesional.
Model interaksi dari berbagai orientasi memiliki implikasi terhadap
implementasi sistem pengendalian manajemen dalam organisasi dimana para profesional memegang peran manajerial.
Hasil penelitian Comerford & Abernethy (1999) menyatakan bahwa apabila profesional
perguruan tinggi dapat dibangkitkan untuk mengembangkan orientasi manajerial
mereka, maka kemungkinan akan terdapat penurunan yang berkaitan dalam konflik
peran. Lebih jauh, profesional tidak perlu mengorbankan orientasi profesional
mereka untuk berpartisipasi secara efektif dalam jabatan formal mereka.
Bukti yang disajikan disini mengindikasikan bahwa keterlibatan profesional
perguruan tinggi dalam birokrasi, akan mengarahkan pada konflik peran apabila
mereka tidak mepertahankan seperangkat nilai manajerial yang diperlukan, berupa
orientasi manajerial dari organisasi dimana para profesional bekerja. Namun
demikian temuan ini bukan tidak membawa tantangan yang signifikan bagi
manajemen dari organisasi yang didominasi oleh para profesional, yaitu
bagaimana menjaga keseimbangan dari ketiga variabel tersebut. Saran manajemen
sumber daya manusia harus diimplementasikan untuk membangkitkan para
profesional dalam mengambil orientasi manajerial, sementara mereka tetap
mempertahankan komitmen profesional yang tinggi. Diharapkan dengan melibatkan
profesional dalam peran-peran manajerial menyebabkan mereka dapat
bersosialisasi dan memahami nilai-nilai organisasional. Implementasi
program-program pengembangan manajemen yang meliputi pelatihan dalam teknik
pengendalian dan pemecahan konflik juga dapat menjadi alat sosialisasi yang
sangat kuat untuk membantu pengembangan orientasi tujuan sistem para
profesional (Abernethy and Stoelwinder, 1991).
Hasil temuan dalam deskripsi statististik, ditunjukkan bahwa responden
memiliki tingkat orientasi profesional yang rendah serta orientasi manajerial
yang tinggi, hal ini diduga yang mengindikasikan pengaruh terhadap konflik
peran yang rendah. Temuan ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi sebagai
institusi dalam penelitian ini mampu mengakomodir kepentingan para profesional
dengan memberikan komitmen terhadap tujuan profesional dari individu yang
mereka pekerjakan dengan memberikan wadah guna mengaktualisasikan ide
profesional mereka (seperti lembaga penelitian, lembaga produksi dan jasa, dan lainnya)
dalam suatu wadah yang terintegrasi dengan orientasi tujuan sistem. Hal inilah
yang diduga menjadikan individu-individu tersebut akan secara timbal balik
berusaha untuk mengembangkan komitmen mereka terhadap tujuan organisasi, dan
mereduksi orientasi profesional mereka yang pada akhirnya dapat mereduksi
kemungkinan terjadinya konflik peran. Oleh karena itu kemampuan organisasi
untuk memfasilitasi pencapaian ekspektasi profesional juga akan mempengaruhi
komitmen para profesional terhadap tujuan manajerial-organisasi (Aranya and
Ferris, 1984).
Hasil pengujian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa partisipasi penganggaran secara signifikan
berpengaruh negatif terhadap hubungan antara orientasi profesional dan konflik
peran dapat diterima.
Hal ini diduga karena dengan adanya keikutsertaan para profesional dalam
penyusunan anggaran akan membuat mereka merasa mendapat kepercayaan serta membuat meraka akan berusaha
mempertahankan kepercayaan yang telah diberikan dengan bersungguh-sungguh dan
merasa bertanggung jawab untuk mencapai tujuan atau standar yang ditetapkan
karena ikut berpartisipasi dalam penyusunannya (Milani, 1975). Faktor perilaku
seperti ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya konflik peran.
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Hasil analisis regresi pada hipotesis pertama menunjukkan
bahwa koefisien orientasi profesional β1 (pada persamaan regresi 1)
menunjukkan nilai 0,301 pada tingkat signifikansi p sebesar 0,000 (p < 0,05).
Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa orientasi profesional secara
signifikan berpengaruh positif terhadap konflik peran dapat diterima.
2.
Hasil analisis regresi pada hipotesis kedua menunjukkan
bahwa koefisien interaksi β3 (pada persamaan regresi 2) menunjukkan
nilai -0,086 pada tingkat
signifikansi p sebesar 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian hipotesis
kedua yang menyatakan bahwa interaksi antara orientasi profesional dan
orientasi manajerial secara signifikan berpengaruh negatif terhadap konflik
peran dapat diterima.
3.
Hasil analisis regresi pada hipotesis ketiga menunjukkan
bahwa koefisien interaksi β4 (pada persamaan regresi 3) menunjukkan
nilai -0,055 pada tingkat
signifikansi p sebesar 0,002 (p < 0,05). Dengan demikian hipotesis
ketiga yang menyatakan bahwa interaksi antara partisipasi penganggaran dan
orientasi manajerial secara signifikan berpengaruh negatif terhadap konflik
peran dapat diterima.
Keterbatasan
Peneliti menyadari adanya
beberapa keterbatasan yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian, yaitu
penelitian ini hanya mengambil variabel konteks orientasi manajerial dan
partisipasi penganggaran. Diduga masih banyak faktor-faktor lain yang
mempengaruhi terjadinya konflik peran.
Keterbatasan lainnya adalah objek
penelitian terbatas hanya pada perguruan tinggi Politeknik Negeri Semarang,
padahal masih banyak institusi perguruan tinggi lain dengan situasi, kondisi,
karakteristik serta kultur yang sangat beragam, sehingga hasil penelitian ini
tidak dapat digunakan untuk mengeneralisasi pada sektor yang lebih luas.
Saran
Dengan memperhatikan keterbatasan yang ada, penelitian ini memberikan saran
sebagai berikut :
1.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan
variabel kontijensi lain yang mungkin ikut mempengaruhi hubungan antara
orientasi profesional dengan konflik peran.
2.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas objek
penelitian maupun wilayah yang diamati guna memberikan khasanah wacana secara
implementatif, sehingga hasil penelitian dapat digunakan untuk menggeneralisir pada sektor yang lebih luas.
Implikasi
Penelitian
Dari hasil analisis data dapat disimpulkan, orientasi professional akan
memberi pengaruh terhadap konflik peran terutama jika dimoderasi oleh orientasi
manajerial. Hal ini berarti seorang individu dituntut untuk memilih salah satu
orientasi baik orientasi professional maupoun orientasi manajerial. Jika
seorang individu memilih kedua orientasi ini pada saat yang bersamaan maka
dapat dipastikan akan terjadi konflik peran. Hasil penelitian ini
merekomendasikan bahwa pada Perguruan Tinggi hendaknya memisahkan antara
orientasi professional dan orientasi manajerial agar tidak terjadi konflik
peran. Namun harus juga dipertimbangkan seberapa besar konflik peran yang
terjadi untuk mencegah timbulnya ambiguitas peran (role ambiguity). Karena tidak selamanya komitmen yang tinggi pada
profesi berarti komitmen pada organisasi akan rendah (Wallace, 1995).
Lebih lanjut dinyatakan bahwa kekuatan hubungan ini beragam sesuai dengan
lingkungan kerja dan derajat keprofesionalannya. Perspektif ini mengungkapkan bahwa semakin besar
nilai-nilai profesional pada suatu organisasi, semakin kuat hubungan antara
kedua komitmen tersebut. Ini berarti pula, semakin besar nilai profesional
berpengaruh pada kelangsungan organisasi, semakin besar kecenderungan
organisasi untuk membangun sistem nilai organisasi yang konsisten dengan sistem
nilai profesi. Dengan demikian, diakui bahwa mempertahankan orientasi
profesional adalah kritis untuk manajemen kerja profesional yang efektif, namun
sangat mungkin bahwa organisasi dapat menciptakan lingkungan yang membangkitkan
para profesional untuk mengambil
orientasi tujuan sistem tanpa melepaskan komitmen mereka terhadap nilai-nilai
profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Abernethy, MA. &
Stoelwinder, JU., 1991., Budget Use, Task Uncertainty, System Goal Orientation
and Subunit Performance: A test of the “fit” Hypothesis in Not-for-Profit
Hospital, Accounting, Organization and Society.
Abernethy, MA. &
Stoelwinder, JU., 1995., The Role of Professional Control in Management of
Complex Organization, Accounting, Organization and Society.
Aranya, N., & Ferris
KA., 1984, A Reexamination of Accountants Organizational-Professional Conflict,
The Accounting Review.
Bacharach, SB., 1995, Contested
Control: Systems of Control and Their Implication for Ambiguity in Elementary
and Secondary School, Work & Occupations.
Brownell, P, 1982, “A
Field Study Examination of Budgetary Participation and Locus of Control”, The Acccounting Review, Vol, LVII (4),
Collins T., et al., 1995,
The Relationship Between Budgetary Management Style and Organizational Commitment
in a Not-for-Profit Organization, Behavioral Research in Accounting.
Comerford, Sue E. and Abernethy, M.A. 1999, Budgeting
and the Management of Role Conflict in Hospitals, Behavioral Research in Accounting, 94-110.
Hall. R.H. 1967. Some organizational considerations in
the professional-organizational relationship. Administrative Science Quarterly: 461-478
Hopwood, AG., 1976,
Control in Organization, Accounting and Human Behavior, Englewood
Cliffs: Prentice Hall.
Imam Ghozali, 2005, Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program
SPSS, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Indriantoro dan Bambang Supomo,
1999, Metodologi Penelitian Bisnis, Untuk
Akuntansi dan manajemen, Edisi Pertama, Yogyakarta, BPFE.
Kenis, I, 1979, “Effect on Budgetary Goal
Characteristic on Managerial Attitudes and Performance”, The Acccounting Review
Martin, T.N. and Hafer, J.C. 1995. The multiplicative
interaction effect of job involvement and organizational commitement on the
turnover intentions of full-and part-time employees, Journal of Vocational Behavior, 44, 310331.
McGregor, Calvert C., Jr.
Killough and Robert M. Brown, 1989. An Investigation of Organizational –
Professional Conflict in Management Accounting, Journal of Management Accounting
Research.
Merchant, K, A, 1985,
“Budgeting and Propersity to Create Budgetary Slack”, Accounting Organization and Society, Vol 10 No. 2 : 201-210
Nouri, H, 1994, “Using
Organizational Commitment and Job Involvement to Predict Budgetary Slack: A
Research Note”, Accounting Organization
and Society, No. 3
Rizzo, J.R. 1970. Role conflict and ambiguity an
complex organization style on job-ralated tension: A research note. Accounting Organizations and Society:
629-635.
Senatra, PT., 1980, Role
Conflict, Role Ambiguity, and Organization Climate in Public Accounting Firm, The
Accounting Review.
Stephen P. Robbins, 1996. Organizational Behavior: Consepts,
Controversies, Applications, Edisi
Indoensia, Jilid I, II. PT. Prenhallindo, Jakarta.
Wallace, JE., 1995, Organization and
Professional Commitment in Professional and Nonprofessional Organizations, Administrative
Science Quarterly.
Schein, E.H. 1985,
“Organizational Culture”, American Psychologist, 45:109-119.
__________, 1992, How Culture Form, Developes and Changes,
Jacanada Wiley Ltd, Queensland, Australia.
Siegal, M & Worth, C. 2001, “The Impacts of Trust
and Control on Faculty Reactions to Merit Pay, Personnal Review, 30 (6), 646-656.
Susanto, A.B, 2008, Corporate Culture And Organization Culture. The Jakarta Consulting Group.
Utaminingsih, Alifiulahtin,
2007, Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap
Kepercayaan dan Komitmen Pada Organisasi, Telaah Bisnis, Vol. 8, nomor 1,
Juli 2007.
Peter, T. J, & Waterman, R. H Jr, 1982, In
Search of Excellence, Harper & Row, New York.