PENYELESAIAN KONFLIK INTERN DENGAN MELALUI
BEBERAPA PENDEKATAN BENTUK AKOMODASI (STUDI KASUS)
SETTLEMENT OF INTERNAL CONFLICTS WITH THROUGH SOME APPROACHES OF ACCOMMODATION FORMS (CASE
STUDY)
Sri Eka Sadriatwati
Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang
ABSTRACT
Disputes or
conflicts that occur in institutions or institutions usually caused
dissatisfaction on both sides of the management and workers, parents, between
agencies. To be able to resolve this problem, we need representation from each
party through deliberation with a view to reaching an agreement, so it does not
hurt both sides. This can be achieved by using several approaches through other
forms of accommodation in accordance with the problems that arise.
Keywords:
Dispute, Both Parties, Approach Accommodation form
PENDAHULUAN
Dalam perusahaan perselisihan atau konflik merupakan
suatu hal yang biasa, sebagai contoh : mulai dari tingkat individu,
kelompok, sampai unit, mulai dari derajat dan lingkup konflik yang kecil sampai
yang besar, Yang relatif kecil misalnya: masalah adu mulut tentang pribadi antar
karyawan, sampai yang relatif besar seperti:
beda pandangan tentang strategi bisnis di kalangan manajemen.
Perselisihan atau Konflik sendiri merupakan proses yang dimulai bila satu
pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan
segera mempengaruhi secara negatif. Selain itu konflik dapat juga dimulai dari perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut
diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat
istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Beberapa bentuk-bentuk perselisihan atau konflik yang terjadi dalam
perusahaan adalah sebagai berikut: demonstrasi dan pemogokan, pemilihan suara di partai, kejahatan dalam
perbankan, kerusuhan di PT Drydocks- Batam dll.
Perselisihan atau konflik ini dapat diselesaikan dengan beberapa
pendekatan akomodasi, sehingga masing-masing pihak merasa puas dan tidak merasa
dirugikan.
Pengertian perselisihan atau Konflik berasal dari kata kerja Latin
yaitu: configere yang artinya: saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Pakar teori
telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat menghasilkan respon
terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil
tujuan dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Yaitu:
1.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua
belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang
terbaik.
2.
Pengertian
yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk
"memenangkan" konflik.
3.
Pengertian
yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang
memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
4.
Tiada
pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk
menghindari konflik.
Jenis-jenis Perselisihan atau
Konflik:
Menurut Baden
Eunson (Conflict Management, 2007, diadaptasi), terdapat beragam jenis
konflik:
1.
Konflik vertikal yang terjadi
antara tingkat hirarki, seperti antara manajemen puncak dan manajemen menengah,
manajemen menengah dan penyelia, dan penyelia dan subordinasi.
2.
Konflik Horisontal, yang terjadi di antara orang-orang yang bekerja pada tingkat hirarki yang
sama di dalam perusahaan. Contoh bentuk konflik ini adalah tentang perumusan
tujuan yang tidak cocok, tentang alokasi dan efisiensi penggunaan sumberdaya,
dan pemasaran.
3.
Konflik di antara staf lini, yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki tugas
berbeda. Misalnya: antara divisi pembelian bahan baku dan divisi keuangan.
Divisi pembelian mengganggap akan efektif apabila bahan baku dibeli dalam
jumlah besar dibanding sedikit-sedikit tetapi makan waktu berulang-ulang.
Sementara divisi keuangan menghendaki jumlah yang lebih kecil karena
terbatasnya anggaran. Misal lainnya antara divisi produksi dan divisi
pemasaran. Divisi pemasaran membutuhkan produk yang beragam sesuai permintaan
pasar. Sementara divisi produksi hanya mampu memproduksi jumlah produksi secara
terbatas karena langkanya sumberdaya manusia yang akhli dan teknologi yang
tepat.
4.
Konflik peran berupa kesalahpahaman tentang apa yang seharusnya dikerjakan oleh
seseorang. Konflik bisa terjadi antar karyawan karena tidak lengkapnya uraian
pekerjaan, pihak karyawan memiliki lebih dari seorang manajer, dan sistem
koordinasi yang tidak jelas.
Sedangkan menurut Dahrendorf (Conflict
Management, 2007, diadaptasi), konflik dibedakan
menjadi 4 macam :
1. Konflik antara
atau dalam peran sosial (intrapribadi),
misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran
(role))
2. Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga,
antar gank).
3. Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir
(polisi melawan massa).
4. Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
5. Konflik antar atau tidak antar agama
6.
Konflik
antar politik.
Faktor-faktor
kondisi konflik adalah sebagai berikut:
1.
Harus dirasakan
oleh pihak terkait
2.
Merupakan masalah
persepsi
3.
Ada oposisi atau
ketidakcocokan tujuan, perbedaan dalam penafsiran fakta, ketidaksepakatan pada
pengharapan perilaku
4.
Interaksi negatif-bersilangan
5.
Ada peringkat
konflik dari kekerasan sampai lunak.
B. Penyebab konflik
Ada beberapa sebab timbulnya konflik yaitu:
1.
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan
pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah
individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang
berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu
hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik
sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan
dengan kelompoknya.
Seseorang sedikit
banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu
pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3.
Perbedaan kepentingan antara individu atau
kelompok.
Manusia memiliki
perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau
kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat
melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda
Perubahan adalah
sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung
cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik
sosial.
Bentuk-bentuk Akomodasi:
Ada beberapa bentuk-bentuk akomodasi
dalam penyelesaian konflik yaitu:
1. Gencatan senjata, yaitu
penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu
pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu.
2. Abitrasi, yaitu suatu
perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan
keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti
ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat
spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah
biasanya menunjuk pengadilan.
3. Mediasi, yaitu penghentian
pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat.
4. Konsiliasi, yaitu usaha
untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai
persetujuan bersama.
5. Stalemate, yaitu
keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang
seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini
terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur.
Studi Kasus:
Beberapa
konflik yang terjadi dalam perusahaan:
Kasus 1. Pembobolan Bank
Tertua di Inggris
Pembobolan Bank terjadi pada Barings Bank (Bank tertua di
Inggris). Bank tersebut harus rela mengalami kerugian hingga 67 Milyar rupiah.
”Pembobolan” dimaknai menjadi dua arti: Pertama, pembobolan yang berarti
pencurian secara fisik pada bank dengan membongkar brangkas. Kedua, pembobolan
yang dilakukan dengan teknik penipuan yang lihai yang populer dengan istilah ”white
collar crime” atau kejahatan kerah putih. Pembobolan yang terjadi pada Bank Barings adalah jenis yang kedua.
Kasus 2. Konflik Polri-Kejagung vs KPK
Konflik yang terjadi antara Polri, Kejagung dengan
KPK mengakibatkan runtuhnya kepercayaan
masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
sebagai salah satu basis pembentukan tata kelola pemerintahan RI yang baik.
Kasus 3. Sekolah
Unggulan Diprotes Orang
Tua Siswa
Sekitar 20 perwakilan orang tua murid, Senin (14/7) mendatangi SD Negeri
Sukadama III di Jalan Budi Agung yang mematok setiap siswanya dengan uang
sumbangan pembangunan sebesar Rp. 5.9 juta untuk siswa baru.
Dampak Konflik
Akibat dari konflik tersebut
adalah sebagai berikut:
Kasus 1. Salah satu
stafnya, Nick Leesson, Bank Barings harus rela menutup usahanya. Secara umum
kata ”pembobolan” dalam konteks perbankan bisa dimaknai menjadi dua arti.
Pertama, pembobolan yang berarti pencurian secara fisik pada bank dengan
membongkar brangkas. Kedua, pembobolan yang dilakukan dengan teknik penipuan
yang lihai yang populer dengan istilah ”white collar crime” atau
kejahatan kerah putih. Tentu yang kedua ini dilakukan dengan teknik yang
cantik, dengan berbagai macam penyalahgunaan dan penipuan dengan memanfaatkan
kelemahan pengawasan internal.
Kelemahan yang terjadi pada Bank Barings dan Bank Prancis adalah kedua Bank
tersebut tidak waspada dengan pengawasan internal mereka untuk membatasi
transaksi-transaksi spekulatif di pasar keuangan. Akibatnya adalah, bank-bank
tersebut tidak menyadari bahwa bank mereka dihadapkan pada tingkat resiko yang
tinggi akibat ulah oknum stafnya di pasar keuangan.
Kasus 2. Konflik Polri-Kejagung vs KPK. Konflik tersebut juga
dapat mengganggu secara serius kesinambungan penyelenggaraan pembangunan
nasional. Demikian Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Prancis melalui siaran
pers yang diterima detikcom, Senin (9/11/2009) siang ini Waktu Eropa Tengah.
Kasus 3. Orang tua siswa meminta sekolah tersebut membuka kelas
reguler biasa bukan kelas Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Solusi Konflik
Penyelesaian konflik tersebut dapat diselesaikan dengan
beberapa bentuk-bentuk akomodasi:
Kasus 1. Pembobolan bank Tertua di Inggris:
Kasus 1. Pembobolan bank Tertua di Inggris:
Secara ideal, seharusnya bank memiliki proporsi investasi kredit lebih
besar dibandingkan dengan investasi pada pasar keuangan. Namun fenomena yang
terjadi saat ini, bank lebih agresif melakukan penetrasi di pasar keuangan
dibandingkan dengan investasi di sektor riil. Hal ini tentu sangat berkaitan
dengan iming-iming keuntungan yang cepat dan tinggi di pasar keuangan, tentu
dengan kompensasi resiko yang tinggi. Penyelesaian perselisihan dalam bank tersebut dapat dilakukan dengan beberapa bentuk akomodasi yang dilakukan secara bertahap
yaitu apabila bentuk pertama tidak dapat diselesaikan, maka dapat menggunakan
bentuk kedua dan seterusnya, sehingga pada akhirnya perselisihan tersebut dapat
terjadi kesepakatan dalam penyelesaiannya.
Adapun bentuk-bentuk
akomodasi tersebut sebagai berikut:
a). Abitrasi, dengan cara perselisihan yang
langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima
serta ditaati oleh kedua belah pihak, misal:
Dilakukan proses melalui Lembaga Perbankan dengan beberapa macam syarat
yang diajukan, sehingga terjadi kesepakatan yang tidak merugikan pihak bank
maupun pihak nasabah, sehingga pihak nasabah masih dapat mempercayai pihak bank
dan tetap setia menjadi nasabah bank tersebut.
b). Konsiliasi, dengan cara usaha untuk mempertemukan keinginan
pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama, misal: Kedua pihak yaitu dari pihak bank mengajak
pihak nasabah, mengadakan musyawarah untuk mencapai mufakat.
c). Adjudication (ajudikasi), dengan cara penyelesaian perkara atau sengketa di bawa
ke pihak pengadilan. Apabila permasalahan ini tidak dapat
diselesaikan oleh kedua belah pihak dan telah melakukan penyelesaian melalui
lembaga perbankan, tetapi tidak terselesaikan atau buntu, maka tindakan
terakhir adalah membawa permasalahan tersebut ketingkat pengadilan.
d). Elimination, dengan cara pihak nasabah mengundurkan
diri atau keluar sebagai nasabah bank tersebut.
Kasus 2. Konflik Polri-Kejagung vs
KPK
Sengketa
berkepanjangan antara tiga lembaga penegak hukum, yakni Polri, Kejagung, dan
KPK, yang berpotensi untuk terus meluas.
intervensi terhadap institusi penegak hukum oleh sekelompok orang dan pemenuhan rasa keadilan yang kurang diperhatikan, termasuk informasi akurat dan transparan dalam proses penyelidikan dan penyidikan.
Seluruh institusi penegak hukum saling bersinergi dalam upaya pemberantasan KKN, bukan sebaliknya saling melemahkan, sehingga terwujud suatu kinerja kolektif yang layak dibanggakan.
Selain itu segenap pimpinan institusi penegak hukum agar segera melakukan pembersihan secara menyeluruh terhadap aparat-aparatnya, yang bertindak tidak sejalan dengan semangat pemberantasan KKN.
Mahkamah Konstitusi (MK) meninjau kembali UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Pasal 21 dengan maksud agar tidak terjadi penafsiran dan penggunaan pasal ini secara sewenang-wenang untuk menahan seseorang yang belum tentu bersalah.
Selanjutnya Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk oleh Presiden RI agar berpihak pada kebenaran serta memberikan informasi akurat, transparan dan akuntabel kepada masyarakat Indonesia sesuai dengan UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 14/2008 tentang Kebebasan Informasi Publik dalam rangka memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap tata kelola pemerintahan Indonesia yang lebih baik.
Penyelesaian perselisihan dalam tiga (3) lembaga tersebut dapat dilakukan dengan beberapa bentuk akomodasi yang dilakukan secara bertahap yaitu apabila bentuk pertama tidak dapat diselesaikan, maka dapat menggunakan bentuk kedua dan seterusnya, sehingga pada akhirnya perselisihan tersebut dapat terjadi kesepakatan dalam penyelesaiannya. Adapun bentuk-bentuk akomodasi tersebut sebagai berikut:
intervensi terhadap institusi penegak hukum oleh sekelompok orang dan pemenuhan rasa keadilan yang kurang diperhatikan, termasuk informasi akurat dan transparan dalam proses penyelidikan dan penyidikan.
Seluruh institusi penegak hukum saling bersinergi dalam upaya pemberantasan KKN, bukan sebaliknya saling melemahkan, sehingga terwujud suatu kinerja kolektif yang layak dibanggakan.
Selain itu segenap pimpinan institusi penegak hukum agar segera melakukan pembersihan secara menyeluruh terhadap aparat-aparatnya, yang bertindak tidak sejalan dengan semangat pemberantasan KKN.
Mahkamah Konstitusi (MK) meninjau kembali UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Pasal 21 dengan maksud agar tidak terjadi penafsiran dan penggunaan pasal ini secara sewenang-wenang untuk menahan seseorang yang belum tentu bersalah.
Selanjutnya Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibentuk oleh Presiden RI agar berpihak pada kebenaran serta memberikan informasi akurat, transparan dan akuntabel kepada masyarakat Indonesia sesuai dengan UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 14/2008 tentang Kebebasan Informasi Publik dalam rangka memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap tata kelola pemerintahan Indonesia yang lebih baik.
Penyelesaian perselisihan dalam tiga (3) lembaga tersebut dapat dilakukan dengan beberapa bentuk akomodasi yang dilakukan secara bertahap yaitu apabila bentuk pertama tidak dapat diselesaikan, maka dapat menggunakan bentuk kedua dan seterusnya, sehingga pada akhirnya perselisihan tersebut dapat terjadi kesepakatan dalam penyelesaiannya. Adapun bentuk-bentuk akomodasi tersebut sebagai berikut:
a). Mediasi,
dengan menyelesaikan pertikaian melalui pihak ketiga yaitu Presiden dengan
membentuk Tim Pencari Fakta, sehingga perselisihan dapat diselesaikan tanpa
merugikan kedua belah pihak yang berseteru.
b). Konsiliasi,
Kedua pihak dipertemukan untuk memberikan alasan dan keinginan dari
masing-masing pihak yang berselisih, sehingga tercapai persetujuan bersama.
c). Stalemate, apabila kedua belah pihak tersebut
memiliki kekuatan yang seimbang, maka kedua belah pihak tersebut akan berhenti
pada satu titik untuk tidak saling menyerang, hal ini disebabkan kedua belah
pihak tidak mungkin untuk maju atau mundur.
d). Adjudication,
bentuk ini adalah tindakan terakhir, apabila tidak dapat dilakukan penyelesaian
dari permasalahan yang terjadi pada kedua belah pihak yaitu dengan membawa
permasalahan kepihak pengadilan.
Kasus 3. Sekolah
Unggulan Diprotes Orang Tua Siswa
Dana itu, menurut pihak
sekolah dipakai untuk menunjang semua kegiatan sekolah, seperti Dana Sumbangan
Pendidikan (DSP) sebesar Rp 5 juta, sisanya untuk buku sekitar Rp. 900 ribu
untuk biaya buku dan seragam. Untuk SPP dipatok Rp 300 ribu persiswa perbulan.
Penyelesaian perselisihan dalam sekolah unggulan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa bentuk akomodasi yang dilakukan secara bertahap
yaitu apabila bentuk pertama tidak dapat diselesaikan, maka dapat menggunakan
bentuk kedua dan seterusnya, sehingga pada akhirnya perselisihan tersebut dapat
terjadi kesepakatan dalam penyelesaiannya.
Adapun bentuk-bentuk akomodasi tersebut sebagai berikut:
a). Konsiliasi,
pihak ketiga mempertemukan kedua belah pihak yang berselisih, sehingga terjadi
adanya persetujuan bersama dari kedua belah pihak yang berselisih.
b). Abitrasi, pihak ketiga (Diknas) langsung dapat
menghentikan dan memberikan keputusan yang mengikat, sehingga masing-masing
pihak, baik pihak sekolah maupun orang tua siswa harus dapat menerima dan
mentaatinya.
c). Mediasi, pihak
ketiga menghentikan pertikaian atau perselisihan tersebut, akan tetapi tidak
memberikan keputusan yang mengikat kedua pihak, melainkan hanya berperan
sebagai pihak penengah.
d). Majority rule,
dengan jalan dilakukan melalui voting untuk mengambil keputusan tanpa
mempertimbangkan argumumentasi dari kedua belah pihak yang berselisih.
e). Minority rule,
Kelompok minoritas dengan senang hati, harus dapat menerima kemenangan atas
kelompok mayoritas, sehingga kelompok minoritas (pihak sekolah) tidak merasa
dikalahkan dan sepakat untuk bekerjasama dengan kelompok mayoritas (pihak orang
tua).
f). Kompromi,
mencari jalan tengah dari kedua belah pihak untuk mencapai kata sepakat.
g). Elimination,
tindakan terakhir dari perselisihan tersebut yaitu: salah satu pihak (Orang tua) mengundurkan
diri dari sekolah yang bersangkutan, apabila memenuhi jalan buntu untuk
mencapai kata sepakat.
PENUTUP
Konflik
atau perselisihan yang terjadi secara intern sangat diperlukan, karena dengan
adanya konflik, maka akan timbul kesepakatan yaitu:
1.
Meningkatkan solidaritas sesama anggota
kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
2.
Keretakan hubungan antar kelompok yang
bertikai.
3.
Perubahan kepribadian pada individu, misalnya
timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
4.
Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa
manusia.
5.
Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak
yang terlibat dalam konflik.
Sedangkan
bentuk-bentuk akomodasi yang digunakan dalam menyelesaikan konflik atau
perselisihan tersebut, dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:
2. Abitrasi, perselisihan yang langsung
dihentikan oleh pihak ketiga dan
memberikan keputusan yang harus diterima, ditaati oleh kedua belah
pihak.
3. Mediasi, penghentian pertikaian oleh pihak
ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat.
4. Konsiliasi, usaha mempertemukan keinginan dari pihak yang berselisih,
sehingga tercapai persetujuan bersama.
5. Stalemate, kedua belah pihak
yang bertentangan memiliki kekuatan
seimbang dan berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan
ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur.
8. Subjugation atau domination, orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat memaksa
orang atau pihak lain menaatinya.
10. Minority consent, kemenangan kelompok mayoritas yang
diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas.
12. Integrasi, mendiskusikan, menelaah,
dan mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan
yang memaksa semua pihak.
DAFTAR
PUSTAKA
Kutipan Berita : Konflik
Polri-Kejagung vs KPK Runtuhkan Kepercayaan Monday, 09 November 2009
21:45 Author: Mohammad Iqbal
Sekolah Unggulan, Senin, 14 Juli 2010 18:24 WIT http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2008/07/14/brk, 20080714-128179,id.html
Senin, 02 Juni 2010, Kejahatan dalam Perbankan Kejahatan
Dalam Perbankan : Pelajaran Dari Pembobolan Bank Prancis Oleh : Dias Satria SE., M.App.Ec
Sjafri Mangkuprawira, Manajemen Konflik
dalam perusahaan, Juni 7, 2007
Koeshartono D dan M F Shellyana Junaedi,
Edisi 1, 2005, Hubungan Industrial:
Kajian Konsep dan Permasalahan, Univ Atma Jaya Yogyakarta
Wisnu Dicky U R dan Siti Nurhasanah, Teori
Organisasi, Struktur dan Desain, Edisi 1, 2005, Univ Muhammadiyah Malang
Baden Eunson, Conflict Management, 2007