Laman

PENGARUH WORKING SMART TERHADAP ORIENTASI BERPRESTASI KARYAWAN


PENGARUH WORKING SMART TERHADAP
ORIENTASI  BERPRESTASI KARYAWAN

THE INFLUENCE OF WORKING SMART ON ACHIEVEMENT ORIENTED EMPLOYEES

Sri  Wahyuni
Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang


ABSTRACT

“A key” to what we called “prestige” is understanding and implementing what we know and improve the philosophy of smart working. Smart working teaches how people achieve a long term performance and prestige which is oriented to attitude and prestigious pattern. Being smart creates  creativity in working. One indicator which reflects success and individual creativity is optimal individual performance. Determining the object of a research has strategic meaning for any research. The target of this study is students of Busness Administration Department. using Structural Equation Model with two tests. They are causal significant test for Semarang State Polytechnic students who are in the job training program. It is tested by and adjustment model by using coefficient regression test. Data were processed by SEM and it shows that the model fits the criteria. The 3 proposed hypotheses are accepted that smart working has positive influence toward employee’s prestige. Prestigious orientation of the employee has positive influence toward employee’s performance, Out so does smart working

Key words: smart working, employee performance and employee excellence orientation.




 Latar Belakang Masalah
Working smart menciptakan sebuah kreativitas dalam bekerja. Salah satu ukuran keberhasilan dan cerminan kreativitas karyawan yang berjalan dengan baik adalah kinerja karyawan yang optimal. Karena kinerja karyawan dan organisasi merupakan proses dan akibat segala aktivitas dan perilaku karyawan yang cerdas. Oleh sebab itu, keinginan yang hendak dicapai setiap karyawan yaitu kinerja yang optimal akan lebih mudah di capai, apabila karyawan maupun organisasi menekankan menanamkan dan menerapkan working smart pada aktivitas dan perilaku mereka. Sujan (1999) telah melihat dan membuktikan secara empiris bahwa working smart akan sering kali menjadi sebagai tolak ukur dalam mencapai tujuan dan pencapaian yang diinginkan setiap karyawan. Karena working smart merupakan kunci dasar dalam menciptakan produktivitas karyawan.
Meskipun penelitian seperti Sujan (1999) telah melihat dan membuktikan derajat keberhasilan dan manfaat pengelolaan “working smart” bagi perusahaan dan karyawan. Namun sebuah pertanyaan yang menarik untuk direnungkan adalah bagaimana pengelolaan “working  smart” agar dapat diimplementasikan dengan baik oleh karyawan. Bagaimana dengan pengelolaan “working smart” apa yang bisa dilakukan baik oleh perusahaan dan karyawan agar mereka mampu pengelolaan “working smart” dengan baik dan sesuai dengan tujuan (Sujan et.al.,1994).
Bagi perusahaan karyawan sebagai asset strategis, berarti menuntut seorang karyawan memiliki klasifikasi kemampuan dan ketrampilan manajerial yang menunjang fungsinya dan aktivitasnya sebagai asset strategis perusahaan. Sebagai asset strategis dan sering dianggap vital keberadaannya, perusahaan membutuhkan ketrampilan yang terintergrasi dan mampu memobilitas mereka (karyawan) agar lebih produktif. Karyawan merupakan ujung tombak perusahaan. Hidup dan matinya perusahaan salah satu kuncinya adalah karyawan. Peningkatan kinerja penjualan terdapat juga peningkatan kinerja penjualan dan karyawan. Bahkan ada sebuah asumsi bahwa layak tidaknya sebuah bisnis dijalankan diukur dari kinerja karyawan yang dimiliki oleh perusahaan (Sujan 1999; Chaston et.al.,2000).
Masalah penelitian ini merujuk pada manakala penelitian pada studi Sujan (1999) telah melihat dan membuktikan secara empiris bahwa working hard dan working smart akan sering kali menjadi sebagai tolak ukur dalam mencapai tujuan dan pencapaian yang dinginkan setiap karyawan. Karena working smart merupakan kunci dasar dalam menciptakan produktivitas karyawan. Sementara penekanan perusahaan dan karyawan selama ini dan masih tetap dipergunakan menurut Sujan et.al., (1994) hanya pada pencapaian kinerja jangka pendek. Oleh sebab itu yang menjadi perhatian adalah bagaimana mewujudkan dan mengelola working smart dengan baik.

1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1.        Pengaruh Working Smart terhadap orientasi berprestasi karyawan
2.        Pengaruh prestasi karyawan terhadap kinerja karyawan
3.        Pengaruh Working Smart terhadap kinerja karyawan

 


II. TELAAH PUSTAKA

2.1. Working Smart
Kontribusi terpenting dari literatur kinerja berdasar teori penjualan saat ini dan penerapannya timbul dari studi formulasi dan empiris dari working smart (Sujan et al.1994).  Working smart diartikan, sebagai petunjuk perilaku ke depan bagi pengembangan pengetahuan dalam situasi dalam menghadapi pekerjaan dan tugas.  Pengembangan konsep working smart merupakan sesuatu yang harus ditanamkan pada diri karyawan, sehingga seorang karyawan diharapkan memiliki kemampuan untuk membuat situasi menjadi tepat dan menguntungkan bagi mereka (Sujan 1999).
Implementasi working smart dibutuhkan di dalam situasi pekerjaan yang berbeda.  Hal tersebut, bermakna karyawan yang sangat trampil mungkin ataupun tidak menjalankan aktivitas penjualan secara efektif, tergantung pada pengetahuan yang dimiliki seorang karyawan. Sebagai contoh, tanpa pengetahuan, bahkan karyawan yang sangat trampil sekalipun mungkin akan mengalami kinerja yang buruk. Itulah mengapa, ada kriteria yang digunakan memisahkan karyawan yang berpretasi dengan mereka yang tidak, yaitu mereka dibedakan melalui kriteria yaitu karyawan yang tidak memiliki pengetahuan untuk mengelola working smart, dengan mereka yang memiliki pengetahuan yang trampil.  Hasilnya melalui karyawan dengan kategori yang memiliki pengetahuanlah yang selalu lebih unggul khususnya ketika mereka berhadapan dengan tugas mereka  (Rentz et al.2002).
Kemampuan merencanakan aktivitas dan perilaku yang mendukung tugas dan pekerjaan merupakan cerminan working smart, dan kecerdasan yang sesungguhnya terlihat dari hasil akhir yang baik.  Hasil akhir yang baik diukur sejak dari perencanaan awal.  Jadi tanpa perencanaan yang baik, sebuah hasil akhir yang diharapkan oleh karyawan maupun tidak akan mudah terwujud.  Kemampuan menyesuaikan diri dan sekaligus menguasai situasi lingkungan yang dihadapi sebagai manfaat lain working smart.  Kunci sukses konsep working smart adalah sebuah keselarasan yang tercipta dari pengetahuan seorang karyawan atas apa yang menjadi tugas dan pekerjaan dan apa yang menjadi harapan dari karyawan atas aktivitas dan perilaku yang telah mereka bangun (Agustina dan Ferdinand 2004; Sujan 1999). Hipotesis penelitian yang diajukan pada studi ini adalah
Hipotesis 1 :  Working smart berpengaruh positip terhadap orientasi berprestasi karyawan“.


2.2. Orientasi Berprestasi Karyawan
Banyak teori aktivitas dan perilaku ditujukan untuk menghasilkan konstruk untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dan perilaku, tetapi nilai dari karyawan khususnya pencapaian kompetensi dalam sebuah  masih belum banyak diteliti. Sejak sebuah kombinasi yang aktivitas dan perilaku tepat hanya dapat dihasilkan melalui pemahaman sebuah pengukuran akan sebuah nilai kompetensi karyawan (Osteraker,1999). Setiap karyawan akan mempunyai kesempatan untuk bertemu langsung dengan konsumennya, sehingga mereka juga memperoleh kesempatan untuk meningkatkan dan mengimplikasikan kemampuan kerja mereka pada konsumennya. Sehingga saat itu juga secara karyawan dituntut untuk dapat merespon dari reaksi konsumen. Aktivitas dan perilaku dipandang sebagai elemen sentral ketika melalui sebuah proses kompetensi pada manusia. Jika sebuah  tidak dapat beraktivitas dan perilaku meningkatkan kemampuan karyawannya, pengetahuan dalam sebuah  tidak akan dapat dipraktekkan dan dipergunakan secara maksimum. Oleh karena itu, aktivitas dan perilaku menjadi tujuan dari semua kesuksesan  yang sedang belajar untuk menemukan faktor yang mampu mendorong aktivitas dan perilaku karyawan untuk secara terus menerus belajar dan memperoleh keunggulan kompetensi dari pengetahuan yang di dapat sepanjang hidup (Osteraker, 1999). 
Orientasi berprestasi dianggap sebagai keinginan kuat yang ditunjukan karyawan untuk lebih berkembang secara lebih konstruktif.  Berbasis dari dalam diri (aktivitas dan perilaku intrinsik) maupun aktivitas dan perilaku yang muncul dari hubungan interaksi maupun dorongan dari luar diri karyawan (aktivitas dan perilaku ekstrinsik).  Kedua bentuk aktivitas dan perilaku tersebut memiliki satu tujuan yaitu, kinerja karyawan yang memiliki kompetensi lebih baik.  Pendapat yang sama merujuk pada justifikasi yang dilakukan Carlson, et al. (2000) dimana orientasi  berprestasi merujuk pada keinginan kuat seseorang atau karyawan untuk sukses dalam menghadapi tantangan dan peluang atas apa yang telah mereka targetkan. Lebih jauh, menemukan bahwa disiplin dalam mencoba mengembangkan orientasi berprestasi adalah penting, tidak hanya untuk aktivitas dan perilaku ke depan, tetapi juga untuk aktivitas dan perilaku saat ini yaitu untuk memahami realitas eksternal dan membuat solusi yang sesuai untuk konteks ini. Peningkatan prestasi terdapat juga peningkatan kinerja karyawan.  Bahkan ada sebuah asumsi bahwa baik tidaknya sebuah kinerja karyawan dijalankan diukur dari aktivitas dan perilaku karyawan untuk berprestasi. Pada dasarnya pola dan sikap cerdas dan giat menunjukkan sikap berprestasi dalam menghadapi segala bentuk situasi yang terkadang tidak menguntungkan (Agustina dan Ferdinand 2004). Hipotesis penelitian yang diajukan pada studi ini adalah
Hipotesis 2 :  Orientasi berprestasi karyawan berpengaruh positip terhadap kinerja karyawan “.

2.3. Kinerja Karyawan
Sebagai seorang karyawan yang berpengalaman, menemukan apa yang menjadi keinginan perusahaan itu penting, tetapi tidak cukup untuk menjadi sukses di perusahaan. Setiap karyawan harus berkompetisi untuk memenangkan persaingan dan untuk menang karyawan harus memiliki nilai tambah dalam bekerja. Studi Jansen et al. (2001) mendefinisikan pengembangan manajemen (Management Development) berbasis working smart, sebagai suatu sistem yang bersifat personal (individu) yang dipergunakan (diimplikasikan) oleh pada setiap tingkatan manajemen sebagai bentuk pengukuran yang menekankan pada standar waktu kerja dan melakukan aktivitas dan perilaku karyawan sebagai kuncinya.  Peran pengembangan manajemen ke depan adalah memberi jaminan bahwa semua tingkatan manajemen dan staf bekerja dengan standar yang optimal. Kinerja karyawan adalah sebuah evaluasi dari kontribusi karyawan terhadap pencapaian tujuan  (Baldauf et al.2001).  Secara konseptual ini berguna untuk menguji kinerja karyawan dalam hal (1) perilaku atau aktifitas yang dilakukan oleh karyawan dan (2) outcome yang bisa dikontribusikan bagi usaha-usaha mereka. Dimensi kinerja ini didesain sebagai perilaku dan kinerja karyawan.
Kinerja merupakan indikator-indikator keberhasilan kerja atau prestasi kerja yang sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang, atau  karena melaksanakan tugasnya dengan baik.  Kinerja karyawan selalu dapat dipandang sebagai hasil dari dijalankannya sebuah peran strategik tertentu, yang bagi karayawan kinerja itu dihasilkan sebagai akibat dari keagresifan karyawan. Kinerja karyawan sangat tergantung dari bagaimana tujuan orientasi strategi itu dikembangkan, dan diimplementasi oleh karyawan dengan mengalokasikan dan mengkoordinasi sumber daya secara lebih efektif dan efisien (Agustina dan Ferdinand 2004).
Kinerja merupakan sebuah pencapaian prestasi yang terbaik, dimana prestasi terwujud dari pengembangan dan pengelolaan sebuah strategi yang baik. Strategi yang baik adalah strategi yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai kondisi untuk kemudian menguasai target sasaran yang telah direncanakan. Kinerja karyawan merupakan sebuah tujuan akhir yang diinginkan oleh karyawan. Memang betul pencapain kinerja seperti apa yang diharapkan bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun pencapaian kinerja sesuai dengan target bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk tidak dapat diwujudkan (Hunter 2004).  Hipotesis penelitian yang diajukan pada studi ini adalah
Hipotesis 3 :  Working smart berpengaruh positip terhadap kinerja karyawan“.

2.4. Pengembangan Model Penelitian
Berdasarkan telaah pustaka dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, maka dikembangkan model sebagai Kerangka Pemikiran Teoritis dari penelitian ini, seperti pada gambar dibawah ini :















GAMBAR 1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Oval: Working Smart
H2
 
Oval: Orientasi Berprestasi
Karyawan 
 


      
H3
 
Oval: Kinerja
Karyawan
 



                                                                                                                     







 Sumber : Sujan et al. (1994); Setiawan (2003); Kohli et al.(1998); Agustina dan Ferdinand (2004)


III.  METODE PENELITIAN
Obyek penelitian ini adalah Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Semarang. Menurut Malhotra (2005) data primer adalah data yang berasa langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti. Data primer dalam penelitian ini adalah tanggapan responden mengenai working smart, belajar dengan giat dan aktivitas dan perilaku berprestasi serta kinerja karyawan. Responden dalam penelitian ini adalah para mahasiswa pada  Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Semarang yang  sedang melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini 100 orang.  Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jenis Non-Probability Samples. Alasan mempergunakan jenis Non-Probability Samples menurut Ferdinand (2006) adalah teknik pengambilan sampel dengan Non-Probability Samples yang memiliki keunggulan seperti, murah, digunakan bila tidak ada sampling frame dan dipergunakan bila populasi menyebar sangat luas sehingga cluster sampling dianggap tidak efisien.  Jenis Non-Probability Samples pada penelitian ini mempergunakan; Metode purposive (purposive sampling) dan Quota sampling. Data dikumpulkan menggunakan metode survei dengan mempergunakan kuesioner sebagai media bantu dengan menggunakan skala 1 – 10 untuk mendapatkan data yang bersifat interval dan diberi skor atau nilai.  Metode analisis yang dipilih untuk menganalisis data adalah sebagai berikut  : SEM (Structural Equation Model). Pengujian hipotesis 1 hingga hipotesis 3 menggunakan alat analisis data Structural Equation Modeling dari paket statistik AMOS 16.01.

VI.  ANALISIS DATA
6.1. Pengujian Model dalam Structural Equation Model
Pengujian model dalam Structural Equation Model dilakukan dengan dua pengujian, yaitu uji kesesuaian model dan uji signifikansi kausalitas melalui uji koefisien regresi. Hasil pengolahan data untuk analisis SEM terlihat pada Gambar 2, Tabel 1 dan Tabel 2


GAMBAR 2 Uji Kelayakan Model
 
 
































Sumber; data primer yang diolah, 2010


Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 2. pada grafik analisis full model dapat ditunjukkan bahwa model memenuhi kriteria fit, hal ini ditandai dengan nilai dari hasil perhitungan memenuhi kriteria layak full model.











TABEL 1 Hasil Uji Full Model
Goodness-Of-Fit Index
Cut-off Value
Hasil Uji
Keterangan
Chi-Square
c2 dengan df : 24 ; p : 5 % = 36.41503
31.617
Baik
Probabilitas
³ 0,05
0,137
Baik
GFI
>0,90
0,938
Baik
AGFI
>0,90
0,883
Marjinal
TLI
>0,95
0,973
Baik
CFI
>0,95
0,982
Baik
RMSEA
£ 0,08
0,057
Baik
CMIN/DF
£ 2,00
1,317
Baik
Sumber; data primer yang diolah, (2010)



Hasil perhitungan uji chi–square pada full model memperoleh nilai chi–square sebesar 67,219 masih dibawah chi–square tabel untuk derajat kebebasan 24 pada tingkat signifikan 5 % sebesar 36.41503. Nilai probabilitas sebesar 0,137 yang mana nilai tersebut di atas 0,05. Nilai CMIN/DF sebesar 1,317, sehingga masih dibawah 2,00. Nilai GFI sebesar 0,938 lebih besar dari  0,90 dan nilai AGFI sebesar 0,883 yaitu lebih kecil dari 0,90 (marjinal). Nilai TLI sebesar 0,973 yang mana masih di atas 0,95. Nilai CFI sebesar 0,982 yang mana nilainya masih di atas 0,95 dan nilai RMSEA sebesar 0,057 yang mana nilai tersebut masih di bawah 0,08. Hasil tersebut menunjukkan bahwa model keseluruhan memenuhi kriteria model fit.
Disamping kriteria di atas observed (indikator) dari working smart, orientasi berprestasi karyawan dan kinerja karyawan valid karena mempunyai nilai di atas 0,5 sehingga tidak satupun observed (indikator) yang didrop (dibuang).


TABEL 2 Hasil Regression Weights Analisis Struktural Equation Modeling



Estimate
S.E.
C.R.
P
Label
ORIENT BERPRESTASI_KARY
<---
WORKING_SMART
0.222
0.087
2.563
0.01
par_8
KINERJA_KARY
<---
WORKING_SMART
0.411
0.084
4.884
0.00
par_6
KINERJA_KARY
<---
ORIEN BERPRESTASI_KARY
0.389
0.112
3.456
0.00
par_7
X1
<---
WORKING_SMART
1




X2
<---
WORKING_SMART
0.734
0.076
9.69
0.00
par_1
X4
<---
ORIEN BERPRESTASI_KARY
1




X5
<---
ORIENTASI BERPRESTASI_KARY
1.031
0.149
6.937
0.00
par_2
X6
<---
ORIENTASI BERPRESTASI_KARYAWAN
0.994
0.181
5.485
0.00
par_3
X9
<---
KINERJA_KARY
1




X8
<---
KINERJA_KARY
0.939
0.145
6.469
0.00
par_4
X7
<---
KINERJA_KARY
1.085
0.153
7.106
0.00
par_5
X3
<---
WORKING_SMART
0.793
0.068
11.655
0.00
par_9
Sumber : data primer yang diolah, (2010)


Berdasarkan pada Gambar 2 dan Tabel 2 bahwa setiap indikator pembentuk variabel laten menunjukkan hasil yang memenuhi kriteria yaitu nilai CR diatas 1,96 dengan P lebih kecil dari pada 0,05 dan nilai lambda atau loading factor yang lebih besar dari 0,5. Dengan demikian, model yang dipakai dalam penelitian ini dapat diterima.

TABEL 3
Kesimpulan Hipotesis

Hipotesis
Nilai CR dan P
Hasil Uji
I.          H1
 Working smart berpengaruh positip terhadap orientasi berprestasi karyawan“.
CR = 2,563
P    = 0,001
Diterima
II.       H2
 Orientasi berprestasi karyawan  berpengaruh positip terhadap kinerja  karyawan“.
CR = 3,456
P    = 0,000
Diterima
III.    H3
 Working smart berpengaruh positip terhadap kinerja karyawan
CR = 4,884
P    = 0,000
Diterima
Keterangan: CR adalah Critical Ratio dan  P adalah probability (lihat Tabel 2)
Sumber : data primer yang diolah, ( 2010)

V.  PENUTUP
5.1. Kesimpulan dan Implikasi Manajerial.
Penelitian ini memperoleh beberapa bukti analisis data berdasarkan atas temuan penelitian (hasil pengujian SEM), sehingga dalam penelitian ini dapat direkomendasikan beberapa implikasi kebijakan sesuai dengan prioritas yang dapat diberikan sebagai masukan bagi pihak manajemen. Berikut ini diuraikan beberapa saran alternatif yang bersifat strategis :
1.      Hal pertama yang paling penting untuk ditingkatkan adalah implikasi manajerial berhubungan dengan dampak strategis atas Working Smart terhadap kinerja individu melalui aktivitas dan perilaku berprestasi. Untuk meningkatkan working smart pada karyawan perlu diperhatikan kemampuan adaptatif karyawan.
2.      Hal kedua yang paling penting untuk ditingkatkan adalah implikasi manajerial berhubungan dengan dampak strategis atas orientasi berprestasi karyawan terhadap kinerja individu. Untuk meningkatkan orientasi berprestasi pada karyawan, perusahaan perlu diperhatikan upaya rasa atau keinginan karyaan mendapat pengakuan rekan kerja akan prestasinya
5.1. Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan penelitian yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Penelitian ini menghadapi kendala pada hanya melakukan pengukuran working smart sebagai salah satu tahapan mencapai kinerja karyawan, dimana berdasarkan hasil pengamatan pada gambar pada grafik analisis full model dapat ditunjukkan nilai AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) menunjukan nilai sebesar 0,883 (marjinal) yaitu lebih kecil dari indeks kesesuaian yaitu    ³  0,90.  Hal ini menunjukkan instrumen pengujian kesesuaian model penelitian dapat diketahui bahwa dari delapan kriteria yang dipersyaratkan, terdapat tujuh diantaranya berada pada kondisi baik.
2.      Peneliti menilai penentuan sampel yang dipergunakan pada penelitian ini merupakan kelemahan lain dari penelitian ini. Responden yang dipilih dalam penelitian ini masih bersifat heterogen atau luas yaitu mahasiswa Politeknik Negeri Semarang yang sedang PKL.  Sehingga adanya keraguan bahwa hasil dan kesimpulan penelitian ini masih belum akurat dalam mencari akar permasalahan dan memberikan implikasi yang tepat.
5.2. Agenda Penelitian Mendatang
Beberapa agenda penelitian mendatang yang dapat diberikan dari penelitian ini antara lain, adalah :
1.       Penelitian ke depan perlu mengupayakan agar instrumen pengujian kesesuaian model penelitian dapat memenuhi setidak-tidaknya delapan kriteria atau dengan kata lain AGFI meningkat dari marginal menjadi baik. Bentuk upaya yang dapat dilakukan misalnya, pertama dapat menyempurnakan permodelan penelitian ini dengan memasukan variabel lain yang tidak diuji pada penelitian ini, seperti variabel working hard dalam studi Sujan et al. (1994); Setiawan (2003); Kohli et al.(1998), dimana pada studi ini tidak diuji, karena alasan tingkat kerumitan dan waktu penelitian yang terbatas. Kedua penelitian  ke depan perlu memperluas dan menambah jumlah responden dalam penelitian yang akan datang.  Sehingga hasil penelitian yang akan datang diharapkan menjadi lebih baik dan mampu penyempurnakan kekurangan atau keterbatasan dalam penelitian ini.
2.       Penelitian mendatang hendaknya mengarahkan pada pemilihan sampel yang lebih nyata, misal pada pemilihan para sekretaris yang sedang bekerja di sebuah perusahaan. Sehingga informasi dari hasil penelitian dapat menjadi implikasi yang lebih baik bagi meningkatkan kinerja karyawan.




REFERENSI DAFTAR
Agustina Asatuan dan Augusty Ferdinand (2004), “Studi mengenai orientasi pengelolaan tenaga penjualan” Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, Volume III, Nomor 1,  p. 1-22
Baldauf, Artur., Cravens, David W, and Nigel F. Piercy (2001), “ Examining Business Strategy, Sales Management, and Salesperson Antecedents of Sales Organization Effectiveness ”, Journal of Personal Selling and Sales Management, Vol. XXI, No. 2 (Spring),p.109-122
Carlson Dawn S., Dennis PP.Bozeman, K. Michele Kacmar, Patrick M. Wright, Gary C. McMahan (2000), “Training Motivation In Organizations: An Analysis Of Individual- Level Antecedens”, Journal of Managerial Issues Vol. XXII Number 3 pp. 271-287
Ferdinand, Augusty, (2006), “Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen :Aplikasi Model-model rumit dalam Penelitian untuk tesis S-2 dan disertasi S-3”, Badan Penerbitan Universitas Diponegoro
Hunter, Gary L., (2004), “Information overload: guidance for identifying when information becomes detrimental to sales force performance“, Journal of Personal Selling and Sales Management, Vol. XXIV, No. 2, p. 91-100.
Jansen, Paul., Mandy van der Velde., and Wim Mul (2001), “ A typology of management development “, Journal of Management Development, Vol.20, No.2 ,p.106-120.
Kohli, Ajay  K.  Tasadaduq A. Shervani, and Goutam N.Callagalla, (1998),                         “ Learning and Performance Orientation of Salespeople : The Role of Supervisors”, Journal of Marketing Research, Vol.XXXV, (May), p.267-274

Ostearaker Maria C. (1999), “Measuring Motivation in Learning Organization“, Journal of Workplace Learning. pp.73-77

Rentz, Joseph O., C David Shepherd, Armen Taschian, Pratibha A. Dabholkar, and Robert T Ladd, ( 2002), “A Measurent of Selling Skill: Scale Development and Validation“, Journal of Personal Selling and Sales Management,Vol. XXII, No. 1, (Winter), p. 13-21.
Setiawan, Andi (2003), “ Analisis Kinerja Tenaga Penjualan Berdasarkan Sistem Kontrol dan Sinergi Aktivitas Tenaga Penjualan “, Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, Volume II, Nomor 1, p. 33-52

Sujan, Harish,  (1999), “ Optimism and Street-Smart: Identifying and Improving Salesperson Intelligence “, Journal of Personal selling and Sales Management, Vol. XIX, No. 3 (Summer ),p.17-33

-------------------, and Nirmalya Kuman, (1994),” Learning Orientation, Working Smart and Effective Selling “, Journal of Marketing , Vol. 58, (July), p. 34-52