Budi Prasetya
Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang
Jl. Prof.H.Sudarto, SH, Tembalang,Kotak Pos 6199/SMS Semarang 50061
ABSTRACT
The objectives of the Thesis are: to analyze customer
service performance at Semarang State Polytechnic/Polines, to analyze
the conformity between the performance and importance of service quality
dimensions, and to define the appropriate strategy to improve
customer service quality. To answer the objectives some analysis techniques
used in this research were: Customer
Satisfaction Index/CSI,
t-test for Equality of Means,
and Importance Performance Matrix.
Calculation on CSI shows that on
average of the ten dimensions,
Polines’s service performance is assumed to be good (CSI=76,03%).
t-test for Equality of Means shows that the
dimension of employee selection system is not different
significantly. The other nine dimensions are different significantly because
the score of the performance is lower than the score of importance.
It means that the nine dimensions should be improved.
Importance Performance Matrix place some
dimension indicators on the first quadrant that should
be concentrated in their improvement. Based on this matrix it was found 7
alternative strategies to improve service quality, namely: defining and
developing service standard, developing standard operating procedure/SOP,
management training , employee career development, developing customer
satisfaction survey, developing customer handling
complaint system , and creating automating quality. Alternative strategy to
maintain good service dimensions are: to
manage service location, to develop organization culture, to develop tough
partnership middle and low level manager, employee empowerment,
providing performance standard for employees, developing total
participation of customers, service customization through information
technology, to focus on customer and individual development.
Key words: Costumer Satisfaction Index, Importance
Performance Matrix, Service Quality Improvement.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan renstra Polines, salah satu isu strategis sentral yang berhasil diidentifikasi dan dijadikan arah
pengembangan adalah perlunya penerapan sistem pembelajaran dengan pola Production Based Education/PBE sebagai
transformasi dari sistem pembelajaran dengan pola Practical Based Learning yang sekarang dilakukan. Dengan pola
pembelajaran PBE ini diharapkan mampu membawa atmosfir industri ke dalam
kurikulum karena dengan model ini mahasiswa tidak hanya bekerja di laboratorium
dan bengkel dengan tugas-tugas simulasi saja tetapi mahasiswa bekerja di
bengkel dan laboratorium dengan tugas riil untuk memproduksi suatu produk atau
jasa yang benar benar dibutuhkan oleh industri atau masyarakat melalui sistem made to order. Untuk bisa menerapkan model pembeljaran ini,
perlu dilakukan upaya upaya peningkatan kualitas produk dan kualitas layanan
dalam segala dimensinya agar bisa meyakinkan dan membangun kemitraan dengan
industri yang saling menguntungkan.
Isu strategis lain yang juga
menjadi amanat renstra adalah service of excellence. Service
of excellence/pelayanan
prima ini perlu diupayakan secara sungguh sungguh karena seperti layaknya
organisasi publik lain bahwa sikap mental pelayanan ini belum berkembang optimal di Polines. Pelayanan pada
pelangggan internal dan eksternal masih
bersifat birokratis, kaku, kurang mengutamakan kepuasan pelanggan. Permasalahan
utama dalam mewujudkan
pelayanan prima pada pelanggan
pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu
sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek,
yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya
manusia, dukungan sumber daya lain dan
kelembagaan.
Di bidang administrasi umum dan
akademik, Polines pada beberapa tahun terakhir telah berusaha memperoleh
penghargaan ISO. Untuk keperluan ini telah diupayakan beberapa tahapan yang
diperlukan untuk bisa menerapkan prinsip- prinsip manajemen berbasis ISO melalui pembentukan gugus tugas
ISO, pelatihan ISO pada pejabat
struktural dan pelaksana gugus tugas ISO, melakukan dokumentasi ISO dan
lain sebagainya. Meskipun sertifikat ISO ini telah berhasil diperoleh pada
tahun 2009 namun data empiris menunjukan kepuasan pelanggan internal terhadap
kinerja layanan administrasi umum dan akademik masih tergolong rendah.
Untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan segenap pegawai perlu mengubah sikap mental/mindset menuju
dilaksanakannya budaya pelayanan prima yang berkualitas pada semua aspek
penyelenggaraan akademis dan non akademis. Masalahnya adalah dalam menumbuh
kembangkan budaya pelayanan prima ini masih banyak menemui kendala karena masih
mengakarnya budaya birokratis. Keseluruhan problema layanan yang dihadapi oleh
Polines menjadi dasar perlunya Polines
untuk selalu mengembangkan kualitas layanannya pada pelanggan baik pelanggan
internal maupun pelanggan eksternal. Dengan kualitas layanan yang baik terhadap
pelanggan internal dalam arti layanan
antar tenaga kependidikan, layanan terhadap dosen, layanan terhadap mahasiswa diharapkan layanan dengan pelanggan
eksternal (layanan terhadap pihak lain di luar organisasi Polines seperti:
lembaga pemerintah, orang tua mahasiswa, suplier, organisasi profesi, industri,
dll.) juga akan semakin baik sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi
secara keseluruhan.
Peningkatan kualitas layanan pada umumnya terkait
dengan peningkatan kompetensi inti organisasi. Ada dua sumber utama
kompetensi inti yaitu sumberdaya dan kemampuan. Sumberdaya meliputi sumberdaya
nyata (tangible) maupun sumberdaya
tidak nyata (intangible) Untuk meningkatkan kompetensi
khas ini maka sumberdaya yang dimiliki seharusnya dibuat unik dan bernilai.
Unik dalam arti tidak dimiliki oleh pesaing, bernilai diartikan berusaha mempertimbangkan berbagai cara
yang dapat meningkatkan permintaan produk atau jasa yang dihasilkan. Selanjutnya kemampuan
lembaga diartikan sebagai keahlian untuk
mengkoordinasikan dan memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki secara
produktif. Keahlian ini terletak pada kegiatan kegiatan rutin yang melekat pada
proses pengambilan keputusan dan proses manajemen internal dalam rangka
pencapaian tujuan. Dari penjelasan ini dapat disimak bahwa dalam upaya meningkatkan
kualitas
layanan lembaga
maka sebaiknya fokus pada pengembangan kompetensi inti yang dimiliki lembaga yaitu sumberdaya tidak nyata, sumber daya manusia dan kemampuan manajemen. Potensi ini hanya dapat
dikembangkan melalui penelitian dan pengembangan yang semuanya berbasis pada
pengetahuan.
Pengembangan pengetahuan menjadi sumberdaya adalah
sangat penting sebab dari sinilah metode, sistem, produk dan proses
dikembangkan sehingga mampu meningkatkan permintaan, pendapatan dan percepatan
lainnya. Kondisi seperti ini pada gilirannya akan memberikan keunggulan dan
nilai tambah tersendiri bagi organisasi.
Pendidikan tinggi di abad ke-21 juga dihadapkan pada persoalan globalisasi baik di bidang ekonomi, politik, maupun
sosial budaya yang melanda Indonesia dan dunia. Era borderless world ini ditandai dengan apa yang terjadi di suatu wilayah pada saat
tertentu akan berpengaruh sama di wilayah lain. Kondisi ini menuntut adanya
kesiapan dan persiapan dari perguruan tinggi termasuk Polines untuk terus
berkembang. Pengembangan harus terus
dilakukan untuk merespon terhadap berbagai perubahan dan perkembangan yang
terjadi di dunia pendidikan tinggi. Terkait dengan isu global ini terdapat tuntutan dan tantangan agar sebagai sebuah lembaga perguruan tinggi
Politeknik bisa menjadi organisasi yang memiliki kualitas layanan prima.
Permasalahan empiris yang dihadapi
Politeknik Negeri Semarang untuk menjadi organisasi yang memiliki layanan
terhadap pelanggan adalah: belum dimilikinya budaya yang berfokus pada pelayanan pelanggan,
sikap mental birokratis yang masih kental sehingga belum terbentuk sikap
mental pelayanan prima pada pelanggan, sikap mental pegawai yang belum
mendukung pencapaian kinerja tinggi khususnya dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelanggan. Kendala kendala ini sangat perlu dicari
solusinya agar kesiapan untuk
menjadi organisasi yang memiliki layanan prima bisa segera terwujud.
Dalam kerangka pemikiran tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengidentifikasi kinerja eksisting Polines dalam hal pelayanan pelanggan,
kondisi empiris terkait implementasi pelayanan prima di Polines, dan menemukan
strategi yang tepat berbasis pengetahuan untuk pengembangan kualitas layanan
sehingga menjadi service of excellence/layanan
prima .
Secara tegas permasalahan dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana strategi yang tepat guna pengembangan
kualitas layanan pelanggan pada Politeknik Negeri Semarang “ yang dapat
diuraikan lebih lanjut secara rinci sebagai berikut:
a. Bagaimana kinerja layanan pelanggan di
Polines menurut persepsi dari pelanggan internalnya (mahasiswa dan pegawai)?
b. Bagaimana kesesuaian antara kinerja layanan pelanggan dan tingkat
kepentingan pada masing masing dimensi kualitas
layanan pelanggan?
c. Bagaimana strategi pengembangan kualitas
layanan pelanggan yang tepat di Polines?
Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, secara tegas tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Menganalisis kinerja layanan pelanggan di
Polines menurut persepsi pelanggan internal.
b. Menganalisis kesesuaian antara kinerja layanan pelanggan dan tingkat
kepentingan masing masing dimensi kualitas
layanan pelanggan.
c. Merumuskan
strategi pengembangan kualitas
layanan pelanggan di Polines.
Studi Pustaka
Dalam definisi strategis dinyatakan
bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau
kebutuhan pelanggan (Lukman,1999:7). Sedangkan pelayanan adalah suatu kegiatan
atau urutan kegiatan yang terjadi dalaminteraksi langsung dengan orang orang
atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan konsumen (Lukman,1999:8). Maka kualitas pelayanan adalah pelayanan yang
diberikan kepada pelanggan sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan
sebagai pedoman dalam pemberian layanan. Standar pelayanan adalah ukuran yang
telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik (Lukman,1999:10).
Pada organisasi kelas dunia yang telah menyelenggarakan
layanan kelas dunia dimana organisasi tersebut menyelenggarakan layanan profesional yang memenuhi atau
melampaui level layanan yang diharapkan
oleh pelanggannya, terdapat ciri ciri
layanan sebagai berikut:
a.
Memerlukan layanan prima
b.
Secara konsisten melampaui harapan pelanggan
c.
Kerap melibatkan dialog dengan pelanggan
d.
Ditandai dengan perbaikan layanan secara berkelanjutan
e.
Menggunakan benchmarking untuk meningkatkan layanan
unggulan
f.
Memberikan kejutan dan menyenangkan pelanggan.
Beberapa strategi untuk menyelenggarakan layanan kelas dunia menurut
(Schein dalam Moeljono, 2007:111 ) diantaranya:
a.
Mempekerjakan pegawai yang tepat
b.
Melatih, memotivasi dan memberdayakan
c.
Layanan yang sangat bagus
d.
Menghilangkan kendala untuk pemberdayaan pegawai
e.
Memberikan dan menginspirasi kepercayaan
f.
Mengembangkan dan mengkomunikasikan misi dan visi layanan
g.
Membangun tim yang berkinerja tinggi
h.
Merekayasa proses layanan agar mengurangi waktu
siklus secara signifikan
i.
Menawarkan jaminan layanan internal
j.
Mengenali, memberikan penghargaan/reward dan merayakan
kinerja yang luar biasa.
Dalam kaitannya dengan layanan, layanan yang berkualitas sering dikaitkan
dengan istilah pelayanan prima. Pelayanan Prima adalah terjemahan dari Excellent
Service yang secara harafiah berarti pelayanan yang sangat baik, atau
pelayanan yang terbaik. Menurut Barata (2003:31) Pelayanan prima dikembangkan
berdasarkan konsep A3, yaitu: Attitude (sikap), Attention (perhatian),
Action (tindakan). Selain itu, ada pula yang mengembangkan budaya
pelayanan prima berdasarkan A6 yaitu mengembangkan pelayanan prima dengan
menyelaraskan faktor faktor ability,
attitude, appearance, attention, action, dan acccountability.(Barata,
2003:31)
Hasil pengkajian ahli ekonomi mengenai pentingnya pelayanan prima kepada pelanggan maka dikembangkan konsep
Total Quality Service (TQS). Tujuan dari TQS adalah mewujutkan tercapainya
kepuasan pelanggan, memberikan tanggung jawab kepada setiap orang dan melakukan
perbaikan pelayanan secara berkesinambungan. Konsep TQS menurut Tjiptono (1997:146) terdiri dari empat bidang:
a.
Berfokus kepada pelanggan.
Prioritas utama adalah mengidentifikasi keinginan, kebutuhan dan harapan
pelanggan. Selanjutnya dirancang sistem yang dapat memberikan jasa atau layanan
tertentu yang memenuhi keinginan pelanggan tersebut.
b.
Keterlibatan pegawai secara menyeluruh.
Semua pihak yang terkait dengan upaya peningkatan pelayanan harus
dilibatkan secara total menyeluruh. Karena itu, manajemen harus dapat
memberikan peluang perbaikan kualitas terhadap semua pegawai. Selain itu,
kepemimpinan harus pula memberikan kesempatan berpartisipasi kepada semua
pegawai yang ada dalam organisasi, serta memperdayakan pegawai atau karyawan
dalam merancang dan memperbaiki barang, jasa, sistem dan organisasi.
c.
Sistem pengukuran.
Komponen dalam sistem pengukuran terdiri hal-hal berikut ini:
1)
Menyusun standar proses dan produk (barang atau jasa)
2)
Mengidentifikasikan ketidaksesuaian dan mengukur
kesesuaiannya dengan keinginan pelanggan.
3)
Mengoreksi penyimpangan dan meningkatkan kinerja.
d.
Perbaikan berkesinambungan.
1)
Memandang bahwa semua pekerjaan sebagai suatu proses
2)
Mengantisipasi
perubahan keinginan, kebutuhan dan harapan para pelanggan.
3)
Mengurangi waktu siklus suatu proses produksi dan
distribusi.
4) Dengan senang hati
menerima umpan balik dari pelanggan.
Banyak pakar yang memberikan
pendapat tentang tipologi dimensi kualitas yang berbeda beda. Gaspersz
(1997:11) menyampaikan kualitas produk terdiri dari 8 dimensi yang satu sama
lainnya berkaitan yaitu : “kinerja, fitur, reliabilitas, kesesuaian dengan
spesifikasi, daya tahan/durability, servicability, estetika dan persepsi
kualitas”.
Sementara itu Parasuraman
seperti dalam Tjiptono (2012:173) menyebutkan
beberapa dimensi kualitas yaitu: bukti fisik, reliabilitas, daya tanggap,
kompetensi, kesopanan, kredibilitas, keamanan, akses, komunikasi dan kemampuan
memahami pelanggan. Sedangkan menurut Gronroos dalam Tjiptono (2012:173)
menyebutkan dimensi kualitas sebagai:
profesionalisme dan ketrampilan, sikap dan perilaku, aksessabilitas dan
fleksibilitas, reliabilitas dan trustworthiness,
recovery, reputasi dan kredibilitas,
dan serviscape. Menurut Report
of The National Performance Review (Al Gore, 2012:5-14) dimensi
layanan prima yang menjadi karakteristik organisasi kelas dunia/world class companies dalam meningkatkan
kepuasan pelanggan adalah
sebagai berikut:
a.
Iklim budaya:
Iklim budaya
organisasi dibentuk dalam serangkaian nilai nilai, harapan dan komitmen bersama dari pegawai, manager, pelanggan dan stakeholder. Dalam sebuah organisasi iklim
budaya mencerminkan komitmen pada tindakan memenuhi dan melampaui harapan pelanggan. Banyak organisasi yang
percaya bahwa pegawai yang bekerja pada lingkungan yang sehat lebih bersikap
santun dan melayani pada pelanggan
mereka dan rekan sekerjanya. Sebuah
filosofi People-Service-Profit
dipercayai jika kita peduli pada pegawai kita, mereka akan memberikan layanan yang sangat bagus pada pelanggan pelanggan mereka.
b.
Kepemimpinan:
Pimpinan tingkat tinggi pada organisasi kelas dunia menunjukkan dengan
keteladanan komitmen organisasi pada
pelayanan prima. Meskipun
pemimpin memiliki gaya
kepemimpinan yang berbeda, pemimpin bertanggung jawab untuk menciptakan, mengkomunikasikan, mencontohkan dan menguatkan, komitmen organisasi
terhadap layanan prima. Konsep “ servant-leadership”
sering kali dipandang sebagai cara yang sangat efektif untuk menjamin semua kebutuhan
pegawai dan pelanggan terpenuhi. Gaya kepemimpinan ini sekarang banyak di
praktekkan pada lembaga sukses, dimana mereka fokus pada peningkatan
pemberdayaan pegawai secara
berkesinambungan. Pemimpin dengan gaya ini melayani pegawainya dengan memberikan dukungan yang diperlukan
setiap orang dalam organisasi untuk tumbuh baik secara profesional dan
personal.
c.
Pemberdayaan Pegawai:
Pegawai pada
organisasi kelas dunia diberdayakan agar benar benar bisa memenuhi harapan dari
pelanggannya. Pemberdayaan
pegawai melalui pemberian
peralatan, teknologi dan training yang mereka butuhkan untuk bekerja pada level kelas dunia. Pemberdayaaan berarti
setiap pegawai diberikan tanggung jawab, training dan kepercayaan dari organisasi untuk memenuhi
dan melampaui harapan dari pelanggan.
d.
Layanan yang santun/kesopanan:
Layanan yang santun dipraktekkan oleh semua orang di seluruh
organisasi dimana layanan yang
santun dianggap sebagai dasar dari
setiap interaksi. Layanan prima pada sesama pegawai dianggap sama pentingnya
dengan layanan prima pada
pelanggan. Bahkan layanan prima diberlakukan tidak hanya pada sesama pegawai
dan pelanggan tetapi juga
pada semua stakeholder, termasuk masyarakat luas. Pada organisasi kelas dunia,
pegawai yang diperlakukan dengan hormat
akan memberikan pelayanan yang sama terhadap
pelanggan.
e.
Training:
Orgnisasi kelas dunia menyediakan
training yang terus menerus dan khusus tentang pelayanan prima. Banyak lembaga lembaga terbaik di kelasnya
menggunakan protokol training yang efektif untuk menjamin tujuan pelayanan pelanggan bisa tercapai. Banyak lembaga menggunakan pendekatan
training yang inovatif untuk menjamin pegawainya telah siap untuk memberikan
layanan prima dan perhatian yang luar biasa
pada pelangggannya. Training seperti ini biasanya diberikan pada masa orientasi
pegawai baru. Teknik role play
sering kali digunakan untuk menunjukkan seperti apa pelayanan prima itu dan
pada saat yang sama memberikan kesempatan pada peserta untuk menilai gaya kerja
dengan pelanggan mereka yang unik.
f.
Teknik Pemilihan Pegawai:
Organisasi
kelas dunia menggunakan teknik pemilihan pegawai secara formal dan informal
untuk mendapatkan pegawai dengan ketrampilan layanan prima yang sangat luar
biasa. Untuk memilih pegawai beberapa organisasi menggunakan test kepribadian
sedangkan organisai lain mengembangkan proses interview dan screening
yang ketat untuk memilih mana pegawai yang sekarang telah memiliki atau
berpotensi untuk memiliki ketrampilan layanan pelangan yang luar biasa.
Pimpinan harus bisa melakukan seleksi untuk bisa memastikan layanan prima bisa
terlaksana dengan baik. Organisai
yang memiliki reputasi layanan kelas dunia menekankan pentingnya menemukan dan
menugasi seseorang dengan ketrampilan layanan pelanggan yang kuat. Jika
dipadukan dengan training yang tepat ketrampilan layanan pelanggan ini bisa
menjadi layanan yang luar biasa.
g.
Pengukuran kinerja:
Pelayanan
prima bisa diukur. Pengukuran
layanan prima dengan tingkat akurasi tertentu memerlukan informasi tentang
persepsi pelanggan yang mengikuti interaksi dengan anggota organisasi. Untuk memahami pentingnya dari persepsi tersebut,
organisasi perlu memahami harapan pelanggan sebelum melakukan transaksi. Oleh karena itu organisasi
perlu melakukan focus group, data
keluhan pelanggan dan peralatan lain untuk menilai harapan pelanggan mereka. Setiap organisasi menetapkan luaran yang bisa diakses dengan
lebih dahulu memahami apa yang diharapkan oleh pelanggan mereka. Focus group dan survey pelanggan digunakan beberapa organisasi,
tetapi yang paling lazim untuk
mengetahui harapan pelanggan adalah berbicara dengan pelangan. Pegawai pada semua level didorong
untuk menanyakan pada pelanggan apakah layanan yang ditawarkan telah memenuhi
harapan mereka dan menanyakan
saran apa yang bisa diberikan untuk meningkatkan layanan mereka. Organisasi juga bisa mempermudah pelanggan menyampaikan kebutuhan dan harapan mereka dengan
beberapa teknik antara lain:
Jam kerja manager layanan pelanggan 24 jam sehari semalam, Kartu komentar pelanggan, Nomor telepon bebas pulsa, Sistem otomatis yang digunakan pegawai
utuk menangkap informasi dari tamu.
h.
Layanan yang Mulus:
Layanan yang
mulus berarti tidak ada layanan yang
tidak bisa ditangani oleh seorang pegawai untuk kemudian diserahkan
orang lain untuk menangani keluhan dan kebutuhan pelanggan. .Penting disadari untuk mengurangi jumlah
pegawai dengan siapa pelanggan harus berbicara sebeleum mereka mendapatkan
layanan yang mereka inginkan. Salah satu strategi yang penting adalah mengembangkan penggunaan
nomor telepon bebas pulsa dan pusat
bantuan pelanggan yang terpusat. Layanan ini secara luas dipublikasikan pada pelanggan untuk mempromosikan
pemanfaatannya dan menjamin “ one stop shopping “ dan layanan yang
mulus.
i.
Zero Tolerance terhadap Layanan yang kasar/tidak santun:
Pada
organisasi kelas dunia tidak ada toleransi terhadap pelayanan yang kasar.
Itulah mengapa dari tiga elemen paling
penting pelayanan pelanggan : ketepat-waktuan, kualitas dan layanan
prima, hanya pelayanan yang kasar
yang menyebabkan pelanggan
beralih ke tempat lain meskipun pelayanan diberikan tepat waktu dan berkualitas.
Organisasi perlu menekankan bahwa perilaku yang kasar adalah tanggung jawab
setiap pegawai dan oleh karena itu harus ditangani dengan segera. Meskipun
layanan kasar secara sengaja jarang ditemukan, perilaku yang dianggap kasar
oleh pelanggan masih lazim ditemui.
Oganisasi kelas dunia perlu kebijakan “ zero
tolerance “ terhadap perilaku tidak santun. Kebijakan seperti ini harus
didukung oleh proses yang tepat waktu dan jelas yang dapat memindahkan pegawai dari peran layanan pelanggan. Kerusakan pada organisasi dari perilaku tidak santun/kasar ini bisa sangat parah dan berlangsung lama. Pada oganisasi kelas dunia, pegawai bekerja keras
untuk menjauhkan diri dari suasana bad
day menjadi perilaku kasar/tidak santun bagi pelanggan dan rekan kerjanya. Pegawai
dan organisasi memahami pentingnya permintaan maaf yang tulus. Mereka mendengar dengan penuh perhatian pada pelanggan yang tidak
puas, dan terus melayani pelnggan tersebut sampai masalahnya tuntas. Keluhan
pelanggan perlu dilacak dan
dianalisis sehingga dilahirkan keputusan untuk memperbaiki kepuasan pelanggan.
j.
Loyalitas pelanggan:
Loyalitas
pelanggan merupakan salah satu tujuan inti yang diupayakan dalam pemasaran
modern. Hal ini dikarenakan dengan loyalitas diharapkan perusahaan akan
mendapatkan keuntungan jangka panjang atas hubungan mutualisme yang terjalin dalam kurun waktu tertentu. Terjadinya loyalitas merek pada konsumen
disebabkan oleh adanya pengaruh kepuasan dan ketidakpuasan terhadap merek
tersebut yang terakumulasi secara terus–menerus disamping adanya persepsi
tentang kualitas produk.
Kerangka Pikir Teoritis dalam
penelitian ini dapat digambarkan sebagaimana dalam Gambar 1.
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini secara konseptual adalah kualitas layanan. Kualitas pelayanan
adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan standar
pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam pemberian layanan
(Lukman,1999:10). Untuk menentukan kinerja layanan, secara operasional dalam penelitian ini kualitas
layanan dilihat sebagai:
a. Variabel Kinerja Layanan (X.).
Dalam
penelitian ini variabel kinerja layanan adalah semua kegiatan layanan yang
diberikan oleh Politeknik Negeri Semarang dilihat dari 10 dimensi kualitas
layanan seperti dikembangkan oleh Al Gore (2012, 5-14)
b. Variabel Tingkat Kepentingan Layanan (Y).
Dalam penelitian
ini variabel tingkat kepentingan adalah tingkat kepentingan menurut persepsi
pelanggan internal terhadap kualitas
layanan berdasarkan 10 dimensi kualitas
layanan seperti dikembangkan oleh Al Gore (2012, 5-14)
Determinant/dimensi kualitas layanan seperti dinyatakan pada Report of National Performance Review (Al Gore, 2012,
5-14) yang menjadi indikator dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
Iklim budaya: serangkaian nilai nilai,
harapan dan komitmen bersama dari pegawai, manager, pelanggan dan stakeholder dalam melakukan
layanan pelanggan.
b.
Kepemimpinan: perilaku pimpinan organisasi yang menunjukkan dengan
keteladanan perilaku terhadap komitmen organisasi pada
pelayanan prima.
c.
Pemberdayaan Pegawai: pemberian tanggung
jawab, training dan kepercayaan
dari organisasi kepada para pegawai untuk
melakukan tindakan guna memenuhi
dan melampaui harapan dari pelanggan
d.
Kesopanan:
sikap sopan-santun yang ditunjukan oleh pegawai kepada sesama pegawai dan juga
terhadap pelanggan lainnya dalam memenuhi dan melampaui harapan pelanggan.
e.
Training:
program pelatihan terstruktur kepada para pegawai guna menjamin para pegawai siap untuk memberikan
layanan prima dan perhatian yang luar biasa
pada pelangggannya.
f.
Teknik Pemilihan Pegawai: tindakan pemilihan atau
perekrutan pegawai secara formal
dan informal untuk mendapatkan pegawai untuk ditempatkan pada pos
layanan pelanggan yang memiliki ketrampilan layanan prima yang sangat luar
biasa
g.
Pengukuran kinerja: pengumpulan informasi tentang persepsi pelanggan yang mengikuti
interaksi dengan anggota
organisasi untuk feedback demi
peningkatan kinerja di masa depan.
h.
Layanan yang mulus: mekanisme yang
menjamin tidak ada layanan
yang tidak bisa ditangani oleh seorang pegawai untuk kemudian diserahkan
orang lain dalam menangani keluhan dan kebutuhan pelanggan
i.
Zero
tolerance terhadap layanan yang kasar: kondisi organisasi dimana jika terdapat perilaku yang kasar/tidak santun adalah tanggung jawab
setiap pegawai dan oleh karena itu harus ditangani dengan segera
j.
Loyalitas pelanggan: dorongan perilaku untuk melakukan penggunaan layanan secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan
pelanggan terhadap suatu produk maupun jasa yang dihasilkan oleh organisasi tersebut yang membutuhkan waktu yang lama
melalui suatu proses pelayanan yang terjadi secara berulang-ulang
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berupa
pernyataan-pernyataan dimana jawabannya merupakan sikap atau persepsi responden
terhadap item pernyataan yang diukur dengan menggunakan skala Likert. Pilihan
jawaban dituliskan dalam bentuk checklist.
Jawaban setiap item instrumen mempunyai gradasi dari sangat positif sampai
sangat negatif. Butir jawaban setiap item berikut skoringnya adalah sebagaimana
tabel 1.
Tabel 1.
Skoring Jawaban Pertanyaan
Pernyataan
|
|
Skor
|
1. Sangat Setuju
|
:
|
5
|
2. Setuju
|
:
|
4
|
3. Netral
|
:
|
3
|
4.Tidak Setuju
|
:
|
2
|
5. Sangat Tidak Setuju
|
:
|
1
|
|
|
|
Atau
|
|
|
1. Sangat Penting
|
:
|
5
|
2. Penting
|
:
|
4
|
3. Netral
|
:
|
3
|
4.Tidak Penting
|
:
|
2
|
5. Sangat TidakPenting
|
:
|
1
|
Populasi dan Teknik Sampel
Pelanggan internal Polines adalah dosen, mahasiswa, staf administrasi atau
tenaga kependidikan. Berdasar asumsi ini maka keseluruhan sample frame dalam penelitian ini adalah staf
pengajar/dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan yang terdiri dari:
teknisi dan laboran dan staf administrasi. Sampel penelitian dipilih adalah staf kependidikan dan dosen yang berada di
lingkungan Polines yang telah menjadi pegawai negeri minimal 5 tahun dengan
pertimbangan mereka telah mengetahui secara baik organisasi di lingkungan
Polines. Sedangkan mahasiswa yang
menjadi sampel penelitian adalah mahasiswa yang telah menempuh 4 semester di
Polines dengan pertimbangan mereka telah mengenal seluk beluk organisasi di
Polines dan bisa memberikan persepsi yang lebih akurat tentang organisasi di
Polines serta keinginan untuk pengembangan organisasi kedepannya.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability random sampling dengan teknik
purposive sampling dengan
pertimbangan tersebut diatas, besar sampel minimal sebesar 30 responden (Singarimbun, 2006:171, Sugiyono,2006:103).
Jumlah sampel minimum ditentukan 30 responden dengan pertimbangan sampel
bersifat homogen dan telah memenuhi
ketentuan distribusi normal.
Teknik Analisis Data
Analisis data adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengolah data hasil
penelitian menggunakan metode-metode statistik untuk menghasilkan sebuah atau
beberapa informasi yang berguna untuk laporan statistik (Rosari, 2006:12) Alat
analisis yang digunakan dalam penelitian ini utamanya menggunakan analisis
deskriptif.
a. Indeks Kepuasan Pelanggan/Customer Satisfaction Index. Indeks Kepuasan Pelanggan
adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan pelanggan yang diperoleh
dari hasil pengukuran kuantitatif dan kualitatif atas pendapat pelanggan dalam
memperoleh pelayanan publik dengan membandingkan antara kinerja dengan
kepentingan/harapan pelanggan. Adapun rumus yang digunakan adalah rumus IKP.
Dimana:
IKP = Indeks Kepuasan Pelanggan
Xi = Skor penilaian kinerja pelayanan
Yi = Skor penilaian tingkat kepentingan
layanan/harapan pelanggan
Dari perhitungan dengan
menggunakan rumus di atas dapat diketahui puas atau tidaknya
konsumen/pelanggan, dengan ketentuan yang diadopsi dari Arikunto (1998:246)
sebagai berikut:
1)
IKP
> 100% berarti konsumen sangat puas terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan
2)
IKP
76%-100% berarti konsumen puas terhadap kualitas pelayanan yang diberikan
3)
IKP
56%-75% berarti konsumen cukup puas terhadap kualitas pelayanan yang diberikan
4)
IKP
40%-55% berarti konsumen tidak puas terhadap kualitas pelayanan yang diberikan
5)
IKP
<40 berarti="" diberikan="" konsumen="" kualitas="" pelayanan="" puas="" sangat="" span="" terhadap="" tidak="" yang="">40>
b.
Uji Beda Rata-rata. Alat analisis ini digunakan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan
antara rata rata skor kinerja layanan dengan rata rata skor kepentingan layanan
pelangan. Tahap pengujiannya adalah sebagai berikut :
1) Menentukan rata rata kinerja dan rata rata skor kepentingan setiap elemen.
2) Menentukan taraf signifikansi dan ukuran sampel penelitian. Taraf
signifikansi yan digunakan adalah α 0,05.
3) Melakukan uji t (t test), harga uji statistiknya dihitung dengan
rumus Uji Beda Rata-rata.
Dimana :
d =
mean dari perbedaan selisih rata rata yang berpasangan
Sd = deviasi standard dari harga harga d
n
= banyaknya
pasangan
(Djarwanto,
2001:145)
4)
Melihaat
kesesuaian kinerja dan kepentingan. Jika nilai
signifikansi perhitungan kurang dari 0,05 atau nilai t hitung lebih besar dari
nilai t tabel maka terdapat perbedaan
yang signifikan antara rata rata skor knerja dan rata rata skor kepentingan
c. Importance Performance Matrix. Guna mengetahui strategi yang tepat dalam pengembangan budaya kualitas digunakan analisis Servqual kinerja yang
dilakukan melalui pemetaan variabel dalam Importance Performance Matrix (Supranto,1997:103). Diagram kartesius ini merupakan suatu bangunan yang terdiri dari 4 bagian yang dibatasi oleh 2
garis yang berpotongan tegak lurus pada titik X dan Y. Sumbu mendatar (X) diisi
dengan skor tingkat kinerja, sedangkan sumbu tegak (Y) diisi dengan skor
tingkat kepentingan. Untuk mencari rata-rata nilai kepuasan dan nilai harapan
menggunakan rumus.
Keterangan:
xi
= Perkiraaan rata-rata tingkat
kinerja/kualitas layanan X
yi
= Perkiraan rata-rata tingkat kepentingan/harapan Y
n = Jumlah respoden
Garis yang berpotongan secara horizontal dan
vertikal pada titik-titik (xi,yi), dimana xi merupakan rata-rata dari jumlah
rata-rata tingkat pelaksanaan/nilai kepuasan pelanggan seluruh faktor dan yi adalah rata-rata dari jumlah rata-rata nilai
harapan atau kepentingan, dengan rumus sebagai berikut:
K = Banyaknya pertanyaan yang diberikan kepada
responden dalam kuesioner.
Pemetaan ini dimaksudkan untuk menentukan
variabel-variabel yang harus ditingkatkan kinerjanya (concentrate here, yang berada pada
kuadran kiri atas dan merupakan prioritas 1),
dipertahankan (keep the good work,
yang berada pada kuadran kanan atas dan merupakan prioritas 2), prioritas
rendah untuk ditingkatkan (low priority,
yang berada pada kuadran kiri bawah dan merupakan prioritas 3). berlebihan (possible overkill,
yang berada pada kuadran kanan bawah dan merupakan prioritas 4. Secara ringkas Importance Performance Matrix dapat digambarkan sebagaimana Gambar 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Indeks Kepuasan
Pelangan/IKP
Untuk melihat kinerja atau kualitas layanan pada masing masing dimensi
layanan pelanggan dilakukan perhitungan indeks kepuasan pelangggan. Analisis
ini digunakan untuk menganalisis perbandingan antara total skor kinerja dengan
total skor kepentingan pada setiap dimensi pelayanan. Perbandingan antara skor
kinerja dengan skor kepentingan merupakan nilai dari indek kepuasan pelanggan
(IKP). Hasil dari pengukuran tersebut dapat digunakan
sebagai acuan untuk menentukan sasaran-sasaran
peningkatan kualitas layanan di
tahun-tahun mendatang. Tanpa adanya indeks kepuasan pelanggan akan sulit
bagi pimpinan Polines dalam hal ini Direktur dan wakil direktur dapat
menentukan target dalam peningkatan
kepuasan pelanggan. Selain itu indeks juga diperlukan karena proses pengukuran kepuasan pelanggan
bersifat kontinus
Dari perhitungan dengan menggunakan rumus IKP dapat
diketahui tingkat kepuasan pelanggan terhadap suatu dimensi kualitas layanan,
dengan ketentuan yang diadopsi dari Arikunto (1998:246) tingkat kepuasan
pelanggan dapat dikategorikan sebagaimana pada Tabel 2.
Tabel 2
Kategori
Nilai IKP
Nilai IKP
|
Makna
|
> 100%
|
Pelanggan
SANGAT PUAS terhadap kualitas
layanan yang diberikan
|
76% - 100%
|
Pelanggan PUAS terhadap kualitas layanan yang
diberikan
|
56% - 75%
|
Pelanggan CUKUP PUAS terhadap kualitas
layanan yang diberikan
|
40% - 55%
|
Pelanggan TIDAK PUAS terhadap kualitas layanan
yang diberikan
|
< 40%
|
Pelanggan SANGAT TIDAK PUAS terhadap kualitas layanan yang diberikan
|
Berdasar pengkategorian Nilai IKP dengan kelas interval seperti tersebut diatas maka secara total
hasil dari perhitungan Indeks Kepuasan Pelanggan pada semua dimensi bisa ditampilkan pada
tabel 3.
Dari Tabel 3 tersebut ternyata hanya ada satu dimensi
kualitas layanan yang tergolong sangat bagus yaitu sistem pemilihan/seleksi
pegawai yang telah mempertimbangkan ketrampilan dan kompetensi layanan
pelanggan untuk pegawai yang ditempatkan pada front-liner. Dimensi kualitas layanan yang tergolong baik adalah: layanan yang mulus dan zero
tolerance pada layanan yang kasar. Sedangkan 7 dimensi kualitas lainnya
tergolong cukup baik. Tujuh dimensi yang
tergolong cukup baik kualitas layanannya dan masih perlu untuk terus
dikembangkan kualitasnya adalah sebagai berikut:
a. Sistem budaya organisasi. Polines
diperspsikan cukup mampu mencerminkan perilaku organisasi yang terarah dalam
memenuhi dan melampauai harapan pelanggan
b. Keteladanan pimpinan dimana pimpinan
Polines menunjukkan keteladanan cukup besar dalam komitmennya terhadap
pelaksanaan pelayanan prima di Polines.
c. Pelayanan prima yang melibatkan seluruh
pegawai Polines dirasakan cukup baik.
d. Ketersediaan training bagi pegawai terkait
pelayanan prima dipersipkan cukup baik.
e. Pemberdayayan pegawai. Pegawai
polines cukup diberdayakan untuk
memenuhi harapan pelanggan.
f. Sistem pengukuran layanan. Polines memiliki sistem cukup baik untuk mengukur
nilai dari layanannya terhadap pelanggan, atau Polines cukup baik dalam
menerapkan sistem penilaian layanan, tanggapan terhadap keluhan pelanggan.
g. Loyalitas pelanggan. Pegawai Polines
cukup merasa bangga untuk bisa
menyampaikan pelayanan pelanggan yang melampaui harapan pelanggan atau Polines
masih dianggap memiliki reputasi cukup
baik dalam kaitannya dengan penyelenggaraan layanan pelanggan.
Secara keseluruhan agregat kualitas layanan dipersepsikan BAIK
oleh responden penelitian ini karena nilainya 76,03. Tidak ada dimensi
kualitas layanan yang dipersepsikan tidak baik atau sangat tidak baik oleh
responden.
Tabel 3
Indeks Kepuasan Pelanggan Semua
Dimensi
No
|
Dimensi Layanan
|
IKP %
|
Kepuasa Pelanggan
|
Kinerja Layanan
|
1
|
Budaya Organisasi
|
66,13
|
Cukup Puas
|
Cukup Baik
|
2
|
Keteladanan Pimpinan
|
74,66
|
Cukup Puas
|
Cukup Baik
|
3
|
Pemberdayaan Pegawai
|
63,77
|
Cukup Puas
|
Cukup Baik
|
4
|
Pelayanan Prima
|
73,22
|
Cukup Puas
|
Cukup Baik
|
5
|
Ketersediaan Training
|
72,91
|
Cukup Puas
|
Cukup Baik
|
6
|
Sistem Pemilihan Pegawai
|
116,12
|
Sangat Puas
|
Sangat Baik
|
7
|
Sistem Pengukuran Layanan
|
68,06
|
Cukup Puas
|
Cukup Baik
|
8
|
Layanan yang Mulus
|
80,1
|
Puas
|
Baik
|
9
|
Zero Tolerance pada Layanan yang Kasar
|
77,83
|
Puas
|
Baik
|
10
|
Loyalitas Pelanggan
|
67,52
|
Cukup Puas
|
Cukup Baik
|
|
AGREGAT IKP
|
76,03
|
Puas
|
Baik
|
Sumber: Data primer yang
diolah,2012
Analisis Kesesuaian Kinerja
- Kepentingan
Untuk melihat kesesuaian nilai kinerja dan nilai kepentingan digunakan Uji
beda rata rata yaitu melihat secara
spesifik apakah ada perbedaan yang
signifikan antara rata rata skor kinerja layanan dengan rata rata skor
kepentingan layanan pelanggan. Jika nilai signifikansi perhitungan
kurang dari 0,05 maka dapat
diartikan terdapat perbedaan yang signifikan antara rata rata skor kinerja dan rata rata skor
kepentingan. Perbedaan ini juga bisa
dilihat jika nilai t hitung lebih besar dari nilai t table (t tabel=1,98) maka terdapat perbedaan
yang signifikan antara rata rata skor kinerja dan rata rata skor kepentingan.
Dari hasil perhitungan, secara total terdapat perbedaan yang signifikan
antara rata rata skor kinerja dengan rata rata skor kepentingan. Hal ini
berarti secara keseluruhan kinerja layanan pelanggan masih perlu ditingkatkan.
Secara parsial diketahui ada 9 dimensi kualitas layanan yang nilai rata rata
skor kinerjanya berbeda secara siginfikan dengan nilai rata rata skor
kepentingan; dan hanya satu dimensi kualitas layanan yang berbeda tetapi tidak
signifikan yaitu sistem pemilihan pegawai. Jika dilihat dari nilai signifikansi
tersebut diatas maka 9 dimensi tersebut masih perlu ditingkatkan
kinerjanya atau kualitas layanannya
karena tingkat harapan pelanggan atau tingkat kepentingan lebih tinggi
dibanding dengan kinerja layanan.
Dimensi kualitas layanan pelanggan yang masih perlu ditingkatkan kinerjanya
berdasar hasil uji beda rata rata adalah sebagai berikut: Budaya Organisasi,
Keteladanan Pimpinan, Pemberdayaan Pegawai, Pelayanan Prima, Ketersediaan
Training, Sistem Pengukuran Layanan, Layanan yang Mulus, Zero Tolerance pada
Layanan yang Kasar, Loyalitas Pelanggan.
Analisis Importance-Performance Matrix.
Untuk menentukan strategi
yang tepat dalam pengembangan
kualitas layanan digunakan
analisis Servqual kinerja yang
dilakukan melalui pemetaan variabel dalam Importance Performance
Matrix. Pemetaan ini
dimaksudkan untuk menentukan variabel-variabel mana yang harus ditingkatkan kinerjanya (concentrate
here, yang berada pada kuadran kiri atas dan merupakan prioritas 1),
dipertahankan (keep the good work,
yang berada pada kuadran kanan atas dan merupakan prioritas 2), serta prioritas
rendah untuk ditingkatkan (low priority,
yang berada pada kuadran kiri bawah dan merupakan prioritas 3). berlebihan (possible overkill,
yang berada pada kuadran kanan bawah dan merupakan prioritas 4). Hasil perhitungan Importance–Performance Matrix dapat
digambarkan pada diagram kartesius di Gambar 3.
Secara spesifik diagram kartesius di atas menunjukkan elemen elemen
kualitas layanan yang bisa dikategorikan dalam 4 kuadran yang masing masing
memiliki prioritas berbeda dalam pengembangannya. Hasil dari matriks kuadran 1 dimana kuadran ini merupakan wilayah yang memuat dimensi kualitas layanan dengan tingkat kepentingan tinggi, tetapi memiliki tingkat kinerja rendah. Oleh karena itu dimensi dimensi yang masuk pada kuadran ini mendapat prioritas utama atau dengan kata
lain Polines harus fokus dan konsentrasi dalam meningkatkan elemen dimensi layanan pada kuadran ini. Polines harus secara terus menerus melaksanakan perbaikan dan pengembangan pada dimensi dan
indikator berikut agar kinerja layanan
pelanggan secara keseluruhan bisa meningkat.
No
|
Pernyataan
|
|
A
|
Budaya organisasi mencerminkan
perilaku organisasi kearah tindakan memenuhi dan melampaui harapan pelangan
|
|
A5
|
Pegawai disediakan tempat
parkir khusus, fasilitas boga, fasilitas rekreasi dan fasilitas ibadah demi
kesejahteraan pegawai
|
|
A7
|
Organisasi menangani feedback
baik dari pelanggan dan pegawai tentang kualitas layanan yang diberikan
|
|
B
|
Pimpinan memberikan contoh
keteladanan komitmen organisasi pada pelayanan prima
|
|
B6
|
Kepemimpinan organisasi
memegang peranan penting dalam
orientasi pegawai baru.
|
|
C
|
Pegawai diberdayanan untuk
benar benar memenuhi kebutuhan pelanggan.
|
|
C4
|
Pegawai secara formal diberi penghargaan atas
pekerjaan, ketrampilan dan prestasi
yang sangat bagus yang berkaitan dengan layanan pelanggan
|
|
C5
|
Pegawai secara informal diberi penghargaan atas
pekerjaan, ketrampilan dan prestasi
yang sangat bagus yang berkaitan dengan layanan pelanggan
|
|
G
|
Polines menetapkan sistem untuk
mengukur nilai dari layanannya terhadap pelanggan.
|
|
G7
|
Polines mengumpulkan umpan
balik mengenai layanan yang diberikan.
|
|
J
|
Pelayanan prima meningkatkan loyalitas pelanggan.
|
|
J2
|
Polines memiliki reputasi
diantara komunitasnya dan sesama politeknik sebagai “ best in class “ dalam bidang dukungan dan layanan pelanggan.
|
|
J3
|
Polines dikenal luas dalam bidang dukungan dan
layanan pelanggan yang sangat bagus oleh evaluator luar.
|
|
J4
|
Polines seringkali mencari staf yang memliki prestasi sangat bagus dalam
layanan pelanggan.
|
PEMBAHASAN DAN
IMPLIKASI HASIL PENELITIAN
Guna meningkatkan kinerja/kualitas layanan pada
semua aspek penyelenggaraan organisasi di Polines baik pada bidang administrasi
umum dan administrasi akademik diperlukan komitmen yang kuat khususnya dari
pimpinan. Komitmen yang kuat, konsisiten dan terus menerus dari pimpinan akan
menjamin dilaksanakannya upaya peningkatakan kualitas layanan menuju pelayanan
prima di Polines. Selain itu perlu diupayakan menemukan strategi peningkatan
kualitas layanan berdasar hasil analisis
dari matriks kepentingan kinerja tersebut di atas. Untuk itu diambil keseluruhan item pernyataan yang
termasuk dalam kuadran 1 atau prioritas utama. Item pernyataan ini dipersepsikan memiliki kinerja yang
rendah namun di sisi lain tingkat kepentingannya dipersepsikan tinggi.
Berangkat dari gejala gejala masalah ini kemudian di temukan akar
permasalahannya untuk kemudian dicarikan alternatif strategi yang tepat untuk meningkatkan dan
mengembangkannya. Terdapat tiga hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam
hal penentuan alternatif strategi yaitu sistem, teknologi dan sumberdaya manusia.
Berdasarkan analisis strategi peningkatan
kualitas layanan seperti di atas maka implikasi dari penelitian ini menemukan
beberapa alternatif strategi yang bisa dilakukan oleh Polines dalam
meningkatkan kinerja layanannya di masa
depan yaitu:
1.
Pengembangan dan Penetapan
Standar Pelayanan.
Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan.
Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk
menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar
perpaduan harapan-harapan pelanggan dan kemampuan penyelenggara pelayanan.
Penetapan standar pelayanan yang dilakukan
melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan,
identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis
proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses
ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus
ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan
adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi kompetensi sumber daya
manusia yang dibutuhkan
serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP) Pelayanan Prima.
Untuk memastikan bahwa proses pelayanan prima dapat berjalan secara konsisten diperlukan
adanya SOP. Dengan adanya SOP, maka proses pengelolaan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan
dapat berjalan sesuai dengan aturan yang
jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping itu SOP juga
bermanfaat dalam hal:
a.
Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan
dengan mulus. Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang
diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas
lain dapat menggantikannya. Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan
terus;
b.
Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan
penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam
pelayanan;
c.
Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan
perubahan-perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan;
d.
Memberikan informasi yang akurat dalam rangka
pengendalian pelayanan;
e.
Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan
kewenangan yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani
satu proses pelayanan tertentu; atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang
terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tanggung jawab pekerjaan
yang jelas;
3. Pelatihan
Manajemen.
Polines mengikut
sertakan manajemennya temasuk manajemen madya dan manajemen lini pertama
(kepala bagian, kepala sub bagian, kepala seksi, kepala urusan, kepala UPT, ketua jurusan dan
ketua program studi) dalam program pengembangan manajemen layanan melalui
seminar, workshop, training, dsb. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
meningkatkan kompetensi terkait pelayanan pelanggan dan mengubah mindset
peserta untuk lebih memiliki awareness
tentang pentingnya pelaksanaan prima pada seluruh aspek penyelenggaraan bisnis
di kampus. Beberapa materi terkait kegiatan ini misalnya: konsep dan aplikasi Total Quality Manajemen, konsep dan
aplikasi Total Quality Service,
konsep dan aplikasi pelayanan prima, Customer Relation Management/CRM,dsb.
4. Sistem
Pengembangan Karier Pegawai. Polines perlu menyelenggarakan program
pengembangan pekerjaan dengan tuntutan keahlian dan tanggung jawab yang
semakin besar sehingga ke depan
diharapkan pegawai memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dalam
organisasi. Peluang karir bisa memacu pegawai untuk bekerja lebih giat dan
optimal dan memilki sense of belonging
terhadap lembaga. Untuk menunjang peluang karir ini Polines perlu mengembangkan
jalur karir/career path yang jelas
dan terbuka sehingga setiap pegawai mempunyai gambaran yang jelas di posisi dan
jabatan mana saja dia bisa mengembangkan kariernya jika persyaratan jabatan/job requirement bisa dipenuhi pegawai bersangkutan.
Dalam upaya pengembangan karir di Polines
sebaiknya Polines membangun Career
Development System (CDS). Career
Development System Polines merupakan upaya formal dan terorganisasir dengan
mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan karir individu dan tuntutan
organisasional dengan tujuan akhir keunggulan bersaing berkelanjutan Polines.
CDS yang dibangun oleh
Polines harus mampu:
a.
Membawa
staf Polines pada kepuasan karir yang dimilikinya.
b.
Meningkatkan
efektivitas pelaksanaan tugas bagi staf Polines.
c.
Menyesuaikan
laju kecepatan pengembangan karir individu terkadang dengan kebutuhan
organisasi.
d.
Menumbuhkan
interaksi dinamis antara individu dan Polines yang berdampak pada meningkatkan
produktivitas, komitmen terhadap Polines, efektivitas jangka panjang, dan
kepuasan pelanggan, rasa aman,
serta pengembangan pribadi.
e.
Mengubah
paradigma tolok ukur kesuksesan karir dari orientasi peningkatan
jabatan menjadi pejabat struktural kearah orientasi/paradigma baru berupa
penyesuaian terdapat tuntutan kompetensi jabatan atau peningkatan ketrampilan
atau kompetensi.
5. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan.
Untuk menjaga kepuasan pelanggan, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme
penilaian kepuasan pelanggan atas
pelayanan yang telah diberikan oleh Polines. Dalam konsep manajemen pelayanan,
kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh
penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan pelanggan. Oleh karena
itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya
peningkatan kualitas layanan.
6.
Pengembangan Sistem
Pengelolaan Pengaduan.
Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak
penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang
dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu
perlu didisain sistem pengelolaan pengaduan
yang secara cepat, efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan
pelanggan menjadi bahan masukan bagi
perbaikan kualitas pelayanan; Pemantauan keluhan pelanggan bisa dilakukan
secara pasif melalui sistem kotak saran dan keluhan, saluran telepon bebas
pulsa atau websites; maupun secara aktif melalui survey kepuasan pelanggan, customer gathering atau metode lainnya.
7. Penciptaan Automating Quality.
Pada era teknologi
informasi ini otomatisasi berpotensi mengatasi masalah dalam peningkatan
kualaitas layanan yang disebabkan oleh kurangnya kualitas sumber daya manusia
yang dimiliki organisasi. Namun dalam pelaksanaannya Polines harus
memperhatikan keseimbangan antara aspek asppek yang membutuhkan sentuhan
manusia (high touch) dengan dimensi dimensi yang memerlukan otomatisasi
sehingga tidak menimbulkan dampak yang kontra produktif misalnya resistensi
pegawai, keengganan pelanggan menggunakan layanan yang disediakan, biaya
operasional yang tidak efektif dan effisien, dsb. Program layanan otomatisasi
ini misalnya: pendaftaran/registrasi online, test online, tugas mahasiswa online, sumber belajar online, informasi akademik berbasis web, job placement test
online, call center, dsb.
KESIMPULAN
Berdasarkan paparan hasil analisis data
dan pembahasan seperti ditulis pada bab sebelumya dapat disimpulkan hal hal
sebagai berikut:
1. Dari hasil penghitungan indeks kepuasan
pelanggan secara agregat diketahui bahwa kinerja/kualitas layanan Polines
dipersepsikan baik..
2. Dari hasil analisis kesesuaian kinerja dan
kepentingan layanan dengan menggunakan uji beda rata rata skor kinerja dan rata
rata skor kepentingan diketahui bahwa secara keseluruhan terdapat perbedaan
yang signfikan antara rata rata skor kinerja dengan rata rata skor kepentingan
Hal ini berarti secara keseluruhan kinerja layanan pelanggan masih perlu
ditingkatkan..
3. Hasil Importance
Performance Matrix menunjukkan elemen/atribut yang mendapat prioritas utama
untuk di tingkatkan kinerjanya karena kinerjanya rendah sedangkan tingkat
kepentingannya tinggi. Secara detil terdapat 9 elemen kualitas
layanan yang berada di kuadran satu
yang perlu mendapat prioritas utama untuk ditingkatkan kinerjanya yaitu:
pegawai disediakan tempat parkir khusus, fasilitas
boga, fasilitas rekreasi dan fasilitas ibadah demi kesejahteraan pegawai, organisasi
menangani feedback baik dari pelanggan
dan pegawai tentang kualitas layanan yang diberikan, kepemimpinan organisasi
memegang peranan penting dalam orientasi
pegawai baru, pegawai secara formal diberi penghargaan atas pekerjaan, ketrampilan dan prestasi yang sangat bagus yang berkaitan
dengan layanan pelanggan, pegawai secara informal diberi penghargaan atas pekerjaan,
ketrampilan dan prestasi yang sangat
bagus yang berkaitan dengan layanan pelanggan, Polines mengumpulkan
umpan balik mengenai layanan yang diberikan, Polines memiliki
reputasi diantara komunitasnya dan sesama politeknik sebagai “ best in class “ dalam bidang dukungan
dan layanan pelanggan, Polines dikenal luas dalam
bidang dukungan dan layanan pelanggan yang sangat bagus oleh evaluator luar, Polines
seringkali mencari staf yang memliki prestasi sangat bagus dalam layanan
pelanggan
4.
Guna
menngkatkan kinerja layanan, ditemukan 7 strategi alternatif yaitu: penetapan
dan pengembangan standar pelayanan, pengembangan standard operating procedure/SOP layanan pelanggan, pelatihan
manajemen, sistem pengembangan karir pegawai, pengembangan survey kepuasan pelanggan, pengembangan
sistem pengaduan pelanggan dan penciptaan automating
quality.
SARAN
Berdasar
kesimpulan diatas maka disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Polines perlu mempertahankan dimensi
kualitas layanan yang kinerjanya sudah
sangat baik yaitu sistem pemilihan pegawai. Polines perlu terus mengenbangkan
sistem pemilihan dan perekrutan pegawai berdasar pada penguasaan ketrampilan
dan kompetensi tinggi terkait pelayanan pelanggan, sehingga pegawai yang
ditugaskan sebagai front liner bisa
memenuhi bahkan melampaui harapan pelanggan.
2. Polines perlu membentuk satuan tugas untuk
menganalisis lebih lanjut strategi strategi yang tepat guna peningkatan
kualitas layanan di Polines. Satuan tugas tersebut bisa menyiapkan langkah
langkah strategis dan operasional guna implementasi dari strategi strategi yang
tepat sehingga kedepan bisa mencapai visi misi Polines beserta sasaran strategis
yang telah ditetapkan khususnya terkait upaya untuk penerapan service of excellence di Polines.
3. Guna meningkatkan kinerja layanannya
Polines perlu memberikaan prioritas utama pada pelaksanaan strategi peningkatan
kualitas meliputi: penetapan dan pengembangan standard pelayanan, pengembangan
standard operating procedure/SOP, pelatihan manajemen, sistem pengembangan
karier pegawai, pengembangan survey
kepuasan pelanggan, pengembangan sistem pengaduan pelanggan dan penciptaan automating quality.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini,
2003, “Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, Rineka Cipta,
Jakarta.
Barata, Atep Adya, 2003, Dasar Dasar Pelayanan Prima, PT
Gramedia, Jakarta.
Chatab, Nevisond, 2007, Profil Budaya Organisasi, Alfabeta,
Bandung.
Daft, RichardL, 2001, Essentials of Organization Theory and Design,
South Western Publishing Co, Ohi.
Darsono, 2006, Budaya Organisasi , Diadit Media, Jakarta.
David, Fred, R. 2006, Strategic
Management Edisi 10, Salemba Empat, Jakarta.
Djarwanto, 2001, Mengenal Beberapa Uji Statistik Dalam
Penelitian, Liberty, Jogyakarta.
Dwidjosusastro, Soenardi 2003, Desain
Organisasi, Modul Training Tidak Diterbitkan.
Gasperz, Vincent , 2004, Perencanaan
Strategik untuk Peningkatan Kinerja Sektor Publik, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta .
Gasperz, Vincent, 199,
Manajemen Kualitas; Penerapan Konsep Konsep dalam Manajemen Bisnis Total, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gore,Al, 2012, World Class
Courtesy, Report of The National Performance Review, New York.
Harmond, Michael M, dan Mayer T, Richard, 1986, Organization Theory for Public Administration, Litle Brown
and Company, Toronto.
Hunger, J david dan Thomas
L, Wheelen, 2003, Manajemen Strategis, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Hubeis, Musa dan Mukhmad
Nadjib, 2008, Manajemen Strategik dalam
Pengembangan Daya Saing Organisas , PT
Elex Media Komputindo ,
Jakarta.
Indrajit, Eko dan
Djokopranoto, 2006, Manajemen Perguruan
Tinggi Moderm, Penerbit Andi, Jogyaakarta.
Kurniawan, Fitri Lukiastuti
dan Muliawan Hamdani, 2008, Manajemen
Strategik dalam Organisasi, Medpress, Yogyakarta.
Kuncoro, Mudrajad, 2005, Strategi
Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif,
Penerbit Airlangga, Jakarta.
Lupiyoadi,Rambat,2001, “Manajemen
Pemasaran Jasa”, Salemba Empat,Jakarta.
Luthan, Fred, 2007, Perilaku Organisasi, PT Prenhalindo, Jakarta.
Moeljono, Djokosantosa
(Ed.), 2007, Corporate Culture , Challenge to Excellence , COCLD & Red
Piramid, Jakarta.
Pfeffer , 1982, Organizations and Organization Theory , Pitman Publishing Inc, Massachusets.
Porter, Michael,E, 1980, Competitive Strategy, Free Pers, New York.
Prescott, J,E, 1986, Environments
as Moderators of the Relationship Between Performance and
Strategy, Academy Management
Journal, 29, 329-346.
Rangkuti, Freddy, 2001, Analisis SWOT : Teknik
Membedah Kasus Bisnis Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis dalam Abad 2, Gramedia
Pustaka Umum,
Jakarta.
Robins, Stephen, P, 2002, Perilaku Organisasi, PT Prenhalindo,
Jakarta.
Rosari , Renati Winong
(Ed.), 2006, 10 Model Penelitian dan
Pengolahannya dengan SPSS 14 , Penerbit Andi, Jogyakarta.
Salis, Edward, 2007, Total
Quality Management In Education,
Ircisod, Jogyakarta.
Senge, Peter M, 1995, The Fith Discipline , The art and Practice of
The Learning Organization, Nicholas Brealey Publishing, New York.
Septiyanti, Ratna, Keterkaitan
Organisasi dan Lingkungan, Jurnal Bisnis Universitas Atma Jaya
Yogyakarta , Vol 1 No 1 Juni 2003,hal 92
Simamora, Bilson, 2004, Riset Pemasaran: Falsafah Teori dan Aplikasi,
JaPT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendi (Editor), 2006, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta.
Sitinjak, Roni , Dkk, 2004, Model
Matriks Konsumen untuk Menciptakan Superior Costumer Value , PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Sobirin, Achmad, 2007, Budaya
Organisasi Pengertian , Makna dan Aplikasinya dalam Kehidupan Organisasi, UPP STIM YKPN ,
Yogyakarta.
Sugiyono, 2006, Metode Penelitian
Administrasi , Alfabeta, Bandung.
Suwarsono 1994, Manajemen Stratejik
Konsep Alat Analisa dan Konteks UPP YKPN,
Yogyakarta,
Supranto,
J, 1998, Pengukuran Tingkat Kepuasan
Pelanggan, Penerbit Rineka, Jakarta.
Supranto, J, 2003, Metodologi Riset Aplikasinya dalam Pemasaran,
PT Rineka Cipta, Jakarta.
Tjiptono, Fandi, 2008, Service
Management, Edisi2, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Tjiptono, Fandi,1996, Manajemen Jasa, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Tjiptono,Fandi, 2004, Pemasaran Jasa, Bayu Media Publishing,
Malang.
Widodo, Joko, 2007, Learning
Organization, Bayu
Media Publihing, Malang.
Wirawan, 2007, Budaya dan Iklim
Organisasi, Salemba Empat
, Jakarta.