Hadiahti Utami
Jurusan Administrasi Niaga,
Politeknik Negeri Semarang
Jl. Prof. Sudarto. S.H.. Tembalang. Kotak Pos 6199/SMS Semarang 50061
ABSTRACT
This research is intended to analyze the
influence of micro fundamental factors (ROA, PBV, and DER) and economic
conditions (Exchange rate and Inflation) toward stock return.This research is
aimed to give information to investors about which variables should be used to
predict gains or stock return. Sample of this research consists of 53
manufacture companies that listed on Jakarta Stock Exchange since 2008 until
2011 period. Purposive sampling methods were used as samples determining
method. Total observation for 212 observations for 12 months interval. Data
were provided by ICMD, JSX Quarterly Statistic and BI. Data analysis with multiple regression and
hypothesis test used t-statistic, F-statistic
at level of significance 5% and Chow Test. The result showed that Exchange rate and Inflation have significant
influence on stock return, PBV, Exchange rate and Inflation have significant
influence on stock return. ROA and DER have no significant influence on stock
return.Coeficient of determination (R2) is11,3%. It means 88,7%
stock return variations are influenced by the free other variables, which were
not used in this research.
Key words: Stock Return,
ROA, PBV, DER, Exchange rate, Inflation
PENDAHULUAN
Perkembangan pasar modal di
Indonesia yang pesat merupakan indikator bahwa pasar modal merupakan alternatif
investasi disamping perbankan, selain itu dengan semakin berkembangnya pasar
modal juga menunjukkan bahwa kepercayaan pemodal akan investasi di pasar modal
Indonesia cukup baik (Suad Husnan, 2005).
Investasi pada hakekatnya
merupakan penundaan konsumsi pada saat
ini dengan tujuan mendapatkan tingkat pengembalian (return) yang akan diterima di masa yang akan datang. Investasi pada saham dianggap mempunyai
tingkat risiko yang lebih besar dibandingkan dengan alternatif investasi lain,
seperti obligasi, deposito, dan tabungan.
Pemodal hanya dapat memperkirakan
berapa tingkat keuntungan yang diharapkan (expected
return) dan seberapa jauh kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti akan
menyimpang dari hasil yang diharapkan. Apabila kesempatan investasi mempunyai
tingkat risiko yang lebih tinggi, maka investor akan mengisyaratkan tingkat
keuntungan yang lebih tinggi pula. Dengan kata lain, semakin tinggi risiko
suatu kesempatan investasi maka akan semakin tinggi pula tingkat keuntungan (return) yang diisyaratkan oleh investor
(Jogiyanto, 2000).
Berdasarkan penelitian terdahulu,
rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk menjelaskan kekuatan dan kelemahan
keuangan perusahaan serta mempunyai kekuatan untuk memprediksi harga atau
return saham di pasar modal. Robert Ang (1997) mengelompokan rasio keuangan
tersebut ke dalam 5 jenis yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio
rentabilitas (profitabilitas), rasio solvabilitas dan rasio pasar. Semakin baik
kinerja keuangan perusahaan yang tercermin dari rasio-rasionya maka semakin
tinggi return saham perusahaan.
Return on asset (ROA) adalah rasio profitabilitas yang terpenting
diantara rasio profitabilitas yang ada. Sedangkan rasio pasar (market ratios) yang digunakan untuk
mengukur kinerja harga pasar saham adalah price
to book value (PBV) (Robert Ang, 1997). Secara teoritis ROA memiliki
pengaruh yang positif terhadap return saham.
Selain kedua rasio di atas DER (Debt Equity Ratio) merupakan salah satu ukuran paling mendasar dalam keuangan
perusahaan. Rasio ini merupakan pengujian yang baik bagi kekuatan keuangan
perusahaan (Walsh, Ciaran, 2004). Alasan utama untuk menggunakan hutang adalah
karena biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak, sehingga
menurunkan biaya utang yang sesungguhnya. Akan tetapi, jika sebagian besar dari
pendapatan perusahaan telah terhindar dari pajak karena penyusutan yang
dipercepat atau kompensasi kerugian, maka tarif pajaknya akan rendah (apabila
pajak bersifat progresif) dan keuntungan akibat penggunaan hutang juga
mengecil, sehingga semakin tinggi hutang (DER) cenderung menurunkan return saham (Sawir, Agnes, 2000).
Robert Ang (1997) menyatakan
bahwa analisis kondisi ekonomi merupakan
dasar dari analisis sekuritas, dimana jika kondisi ekonomi jelek, maka
kemungkinan besar tingkat kembalian saham-saham yang beredar akan merefleksikan
penurunan yang sebanding. Namun jika kondisi ekonomi baik, maka refleksi harga
saham akan baik pula. Analisis ekonomi ini menggunakan berbagai indikator
ekonomi yang ada pada suatu Negara maupun berbagai variabel sasaran menengah
yang digunakan di dalam menentukan kebijakan moneter. Secara teori, banyak
terdapat indikator yang dapat mengukur variabel makro, diantaranya kurs valuta asing dan laju
inflasi.
Tabel 1. Rata-rata Return Saham, ROA, PBV dan
DER, Nilai Tukar Rupiah, dan Inflasi pada Perusahaan Manufaktur yang listed di
Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2010
Keterangan
|
2008
|
2009
|
2010
|
% perubahan
|
% perubahan
|
Return Saham (rasio)
|
4,41111
|
3,689575
|
2,867493
|
-16,357
|
-22,281
|
ROA (rasio)
|
2,734876
|
2,083
|
5,007
|
-23,82
|
140,36
|
PBV (rasio)
|
-4,48364
|
0,499669
|
1,736281
|
-203,31
|
247,49
|
DER (rasio)
|
15,992985
|
4,887603
|
2,296777
|
-69,44
|
-53,01
|
Nilai Tukar Rupiah (Kurs Rp
terhadap US$)
|
9.139
|
9.692
|
10.407
|
-6,05
|
-7,38
|
Inflasi (%)
|
6,40
|
10,30
|
4,89
|
60,94
|
-50,52
|
Sumber: ICMD
2007, Laporan BI 2008-2011 yang diolah.
Melemahnya nilai tukar domestik
terhadap mata uang asing (seperti rupiah terhadap dollar) memberikan pengaruh
yang negatif terhadap pasar ekuitas karena pasar ekuitas menjadi tidak memiliki
daya tarik (Robert Ang, 1997). Hal ini
sejalan dengan penelitian Hardiningsih et al. (2002) juga menunjukkan bahwa
nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh negatif terhadap return saham.
Inflasi
meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi
lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka
profitabilitas perusahaan akan turun (Tandelilin, 2003). Hasil penelitian dari
Fama dan Schwert (1977 dalam Zaenal Arifin, 2005) dan Utami dan Rahayu
(2003) juga menunjukkan bahwa inflasi
mempunyai hubungan negatif terhadap harga saham.
Tabel 1 menunjukkan besarnya rata-rata return saham, ROA, PBV dan DER, nilai tukar rupiah, dan inflasi
pada perusahaan manufaktur yang listed di Bursa Efek Indonesia periode
2008-2010 berdasarkan data dari ICMD 20011 dan Laporan BI 2008-2011.
Berdasarkan Tabel 1 di atas
terlihat bahwa perubahan besarnya rasio ROA,
PBV, DER, Nilai Tukar Rupiah dan Inflasi terhadap perubahan return saham
dari tahun 2008-2011 menunjukkan masih banyak terjadi inkonsistensi.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian yang berkaitan
dengan faktor fundamental perusahaan, kondisi ekonomi, dan return saham. Faktor fundamental yang dipakai dalam penelitian ini
adalah: ROA, PBV dan DER, sedangkan
kondisi ekonomi yang digunakan dalam penelitian adalah nilai tukar rupiah dan
inflasi.
Perumusan Masalah
Return saham perusahaan manufaktur
yang listed di Bursa Efek Indonesia sepanjang periode 2008-2011 sangat
fluktuatif dan cenderung turun. Permasalahan penelitian yang akan diteliti
adalah ”Return saham perusahaan
manufaktur yang listed di Bursa Efek Indonesia mengalami fluktuasi sepanjang
periode 2008-2011 dan adanya inkonsistensi pengaruh faktor fundamental
perusahaan yang diproksikan dengan ratio ROA,
PBV, DER, dan kondisi ekonomi yang diproksikan oleh nilai tukar rupiah
dan inflasi terhadap return saham” .
Berdasarkan permasalahan atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1.
Apakah terdapat pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap return saham?
2.
Apakah terdapat pengaruh Price to Book Value (PBV)
terhadap return saham?
3.
Apakah terdapat pengaruh Debt Equity Ratio (DER)
terhadap return saham?
4.
Apakah terdapat pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap
return saham?
5.
Apakah terdapat pengaruh Inflasi terhadap return saham?
TINJAUAN PUSTAKA
Return Saham
Return Saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal
atas suatu investasi yang dilakukannya (Robert Ang, 1997). Return yang diterima oleh seorang pemodal yang melakukan investasi
tergantung dari instruman investasi yang dibelinya/ditransaksikan. Return sendiri merupakan hasil yang
diperoleh dari investasi yang berupa return realisasi (realized return) dan return
ekspektasi (expected return). Return
realisasi merupakan return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data
historis dan digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan. Return realisasi ini juga berguna
sebagai dasar penentuan return
ekspektasi (expected return) yang
merupakan return yang diharapkan oleh
investor di masa mendatang.
Dalam penelitian ini digunakan
konsep capital gain yaitu selisih antara harga saham saat ini (Closing price pada periode t) dengan harga saham
periode sebelumnya (Closing price pada periode t-1) dibagi
dengan harga saham periode sebelumnya (Closing
price pada periode t-1). Closing price adalah harga penutup atau
harga perdagangan terakhir untuk suatu periode. Karena ketersediaannya, closing price adalah harga yang paling
sering digunakan untuk analisis (Lani Salim, 2003).
Return on Assets (ROA)
ROA merupakan salah satu rasio
profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan didalam
menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Rasio ini merupakan rasio
terpenting diantara rasio rentabilitas yang ada. Semakin besar ROA menunjukkan
kinerja perusahaan semakin baik, karena return semakin besar (Robert Ang,
1997). Menurut Riahi-Belkaoui (1998), ROA digunakan untuk mengukur kinerja
keuangan perusahaan-perusahaan multinasional khususnya jika dilihat dari sudut
pandang profitabilitas dan kesempatan investasi.
Perusahaan dengan ROA yang besar
akan menarik minat para investor dan calon investor untuk menanamkan dananya ke
dalam perusahaan. Adanya daya tarik tersebut berdampak pada para investor dan
calon investor untuk memiliki saham perusahaan semakin meningkat. (Hardiningsih, et. al., 2002). Hal ini
sejalan dengan pendapat dari Robert Ang (1997) yang menyatakan bahwa keuntungan
perusahaan yang semakin meningkat memberikan tanda bahwa kekuatan operasional
dan keuangan perusahaan semakin membaik, sehingga memberikan pengaruh positif
terhadap ekuitas.
Price to Book Value (PBV)
Price to Book Value (PBV) merupakan
salah satu rasio pasar yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham
terhadap nilai bukunya (Robert Ang, 1997).
Price to Book Value (PBV)
adalah rasio price yang dihitung dengan membagi total asset bersih (asset
dikurangi hutang) dengan total saham yang outstanding. Bergantung pada metode
akuntansi yang digunakan dan usia asset, Price
to Book Value (PBV) dapat menolong investor memperhitungkan jika sekuritas overpriced atau underpriced. Jika harga sekuritas berada di atas nilai buku, ini
menunjukkan sekuritas tersebut overpriced,
jika harga sekuritas berada di bawah nilai buku, ini menunjukkan sekuritas
tersebut underpriced (Lani Salim,
2003).
Menurut Anis (2004) semakin
tinggi rasio Price to Book Value (PBV),
maka semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham. Hal ini
sejalan dengan pendapat dari Hardiningsih, et. al (2002) bahwa semakin besar
rasio PBV semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para pemodal (investor)
relatif dibandingkan dengan dana yang telah ditanamkan di perusahaan.
Budilaksmana dan Gunawan (2003)
berpendapat ada kemungkinan para
investor memilih berinvestasi pada
saham-saham yang memiliki PBV tinggi yang dikategorikan growth stock, karena berinvestasi pada saham-saham yang memiliki
PBV tinggi tersebut diharapkan dalam jangka panjang investor akan memetik
keuntungan dari capital gain seiring
dengan pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang.
Debt Equity Ratio (DER)
Debt Equity Ratio (DER)
merupakan rasio solvabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan modal
sendiri perusahaan untuk dijadikan jaminan semua hutang perusahaan. Debt Equity Ratio (DER) merupakan rasio hutang yang digambarkan dengan perbandingan
antara seluruh hutang, baik hutang jangka panjang maupun hutang jangka pendek
dengan modal sendiri perusahaan (Van Horne, 2005).
Semakin besar hutang, semakin
besar risiko yang ditanggung perusahaan. Oleh sebab itu perusahaan yang tetap
mengambil hutang sangat tergantung pada biaya relatif. Biaya hutang lebih kecil
daripada dana ekuitas. Dengan menambahkan hutang ke dalam neracanya, perusahaan
secara umum dapat meningkatkan profitabilitasnya, yang kemudian menaikkan harga
sahamnya, sehingga meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham dan membangun
potensi pertumbuhan yang lebih besar. Sebaliknya Biaya hutang lebih besar
daripada dana ekuitas. Dengan menambahkan hutang ke dalam neracanya, justru
akan menurunkan profitabilitas perusahaan
(Walsh, Ciaran, 2004).
Selama ekonomi sulit atau suku
bunga tinggi, perusahaan dengan Debt
Equity Ratio (DER) yang tinggi
dapat mengalami masalah keuangan, sebaliknya selama ekonomi baik atau suku
bunga rendah akan meningkatkan keuntungan, yaitu dengan membiayai pertumbuhan
dengan harga yang murah/rendah (Lani Salim, 2003).
Nilai Tukar Rupiah
Menurut Nopirin (2000), apabila
suatu barang ditukar dengan barang lain, tentu didalamnya terdapat perbandingan
nilai tukar diantara keduanya. Nilai tukar ini sebenarnya merupakan semacam
harga di dalam pertukaran tersebut. Demikian pula dengan pertukara antara dua
mata uang yang berbeda akan terdapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata
uang tersebut. Perbandingan nilai
inilah yang sering disebut dengan kurs (exchange
rate).
Kurs dapat didefinisikan sebagai harga 1 unit mata uang domestic dalam
satuan valuta asing. Definisi ini merupakan kebalikan atau rumus resprokal dari
definisi di atas, sehingga harga rupiah dalam satuan US$ dirumuskan sebagai:
1/R = 1/ 9500 = 0.000105263. Ini berarti US$ 0.000105263 nilainya sama dengan
Rp 1 (Salvatore, 2005).
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah rumus yang kedua (1/R ), karena
dengan rumus resiprokal dapat dihitung besarnya apresiasi ataupun depresiasi
rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dengan kata lain dapat diketahui
lemahnya rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Melemahnya nilai tukar
domestik terhadap mata uang asing (seperti rupiah terhadap dollar) memberikan
pengaruh yang negatif terhadap pasar ekuitas karena pasar ekuitas menjadi tidak
memiliki daya tarik (Robert Ang, 1997).
Inflasi
Inflasi menunjukkan meningkatnya harga-harga secara umum, dimana
pengukurannya dapat menggunakan perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK)
(Samuelson, 1994).
Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang
terlalu panas (overheated). Artinya,
kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas
penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi
yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money). Di samping
itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan riil yang
diperoleh investor dari investasinya. Sebaliknya jika tingkat inflasi suatu
negara mengalami penurunan, maka hal ini akan merupakan sinyal yang positif
bagi investor seiring dengan turunnya risiko daya beli uang dan resiko
penurunan pendapatan riil (Tandelilin, 2003). Jadi inflasi yang tinggi
menyebabkan menurunnya keuntungan suatu perusahan, sehingga menyebabkan efek
ekuitas menjadi kurang kompetitif (Robert Ang, 1997).
Kerangka Pemikiran Teoritis
dan Hipotesis
Berdasarkan teori dan hasil-hasil dari penelitian terdahulu, maka ada
beberapa faktor yang diidentifikasi mempengaruhi return saham yaitu faktor
fundamental (ROA, PBV dan DER) dan kondisi ekonomi (nilai tukar rupiah, inflasi
dan tingkat suku bunga). Untuk itu akan dilakukan pengujian sejauh mana
pengaruh variabel bebas tersebut terhadap return saham, sehingga kerangka
pemikiran teoritis dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.
Berdasarkan landasan pemikiran teoritis dan kerangka pemikiran, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
ROA (Return on
Assets) berpengaruh positif terhadap return
saham.
b.
PBV (Price to Book Value) berpengaruh positif
terhadap return saham.
c.
Debt Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif terhadap return
saham.
d.
Nilai tukar rupiah berpengaruh negatif terhadap return saham.
e.
Tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap return saham ROA (Return on Assets) berpengaruh positif terhadap return saham.
METODE PENELITIAN
Jenis Data dan Sumber Data
Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif
berupa data rasio keuangan dan merupakan data faktor fundamental termasuk harga
saham serta data yang berkaitan dengan kondisi ekonomi selama empat tahun yaitu
dari tahun 2008 – 2011 yang berasal dari masing–masing perusahaan manufaktur
yang listed di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Data yang
diperlukan dalam penelitian ini merupakan data sekunder historis, dimana
diperoleh dari Jakarta Stock Exchange
(JSX) Monthly Statistic tahun 2008-2011,
Indonesian Capital Market
Directory tahun 2008-2011, dan
Pojok Bursa Efek Indonesia (BEI), sedangkan Statistik Ekonomi yang terdiri dari
data nilai tukar rupiah, dan inflasi diperoleh dari Laporan Bank Indonesia
tahun 2008-2011.
Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dalam kurun waktu penelitian (periode 2008 – 2011). Jumlah
perusahaan manufaktur yang go public sampai dengan tahun 2011 sebanyak
148 perusahaan Sampel penelitian diambil secara purposive sampling. dan jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 53 perusahaan.
Tabel 2.
Definisi Operasional Variabel
Variabel
Dependen
|
Definisi Variabel
|
Formula Pengukuran
|
Skala
|
Return Saham
|
Merupakan Capital gain: selisih
antara Closing price pada periode t dengan Closing price periode
sebelumnya (t-1)
|
|
Rasio
|
Variabel
Independen
|
Definisi Variabel
|
Formula Pengukuran
|
Skala
|
ROA
(Return on Assets)
|
Mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bersih setelah pajak berdasarkan tingkat asset yang
dimiliki perusahaan
|
|
Rasio
|
PBV
(Price to Book Value)
|
Mengukur kinerja harga pasar
saham terhadap nilai bukunya
|
|
Rasio
|
DER
(Debt Equity Ratio)
|
Mengukur kemampuan modal sendiri perusahaan untuk dijadikan jaminan semua
hutang.
|
|
Rasio
|
Nilai Tukar Rupiah
|
Mengukur kurs mata uang rupiah
dalam satuan valuta asing (US$)
|
|
Rasio
|
Inflasi
|
Inflasi menunjukkan kenaikan harga umum secara terus menerus, diukur
dengan menggunakan perubahan Indeks Harga Consumen (IHK)
|
|
Rasio
|
Metode Pengumpulan Data
Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder sehingga metode
pengumpulan data menggunakan cara non
participant observation. Dengan demikian langkah yang dilakukan adalah
dengan mencatat seluruh data yang diperlukan dalam penelitian ini selama
periode 2008 –2011 sebagai mana yang tercantum di Jakarta Stock Exchange (JSX)
Monthly Statistic, Indonesian
Capital Market Directory, Pojok
Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Laporan Bank Indonesia.
Pengukuran Variabel
Pengukuran dari
masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan definisi
operasional variabelnya adalah seperti pada tabel 2.
Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis dan menyatakan kejelasan tentang kekuatan variabel
penentu terhadap return saham digunakan analisis regresi berganda. Untuk
mengetahui pengaruh antara faktor fundamental mikro (ROA, PBV, DER)
dan kondisi ekonomi (Nilai Tukar Rupiah, Inflasi) terhadap return saham
perusahaan manufaktur dapat disusun dalam bentuk formulasi matematik sebagai
berikut:
R = ά + a ROA + b PBV + c DER + d TR + f In + ε
Mengingat data penelitian yang digunakan adalah data sekunder, maka untuk
memenuhi syarat yang ditentukan maka perlu dilakukan pengujian atas beberapa
asumsi klasik yang digunakan yaitu: uji normalitas, multikolinearitas,
heteroskedastisitas dan autokorelasi. Kemudian langkah selanjutnya untuk
menguji hipotesis-hipotesis yang diajukan didalam penelitian ini adalah dengan Uji
Statistik t, dan Uji Statistik F.
HASIL ANALISIS
Analisis Regresi Berganda
Hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan program statistik
SPSS versi 16 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Perhitungan Regresi Parsial
Coefficientsa
Sumber
: Data Sekunder yang Diolah
Dengan melihat
Tabel diatas, dapat disusun persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :
R = 23,528 + 0,062ROA - 0,324PBV +
0,050DER – 0,003TR + 0,659In
Persamaan regresi di atas mempunyai makna sebagai berikut:
1. Variabel ROA menunjukkan pengaruh positif
yang tidak signifikan terhadap return saham sebesar 0,062 pada tingkat
signifikan 5% (nilai signifikannya > 0,05).
2. Variabel PBV menunjukkan pengaruh negatif
dan signifikan terhadap return saham sebesar -0,324 pada tingkat signifikan 5%
(nilai signifikannya < 0,05).
3. Variabel DER menunjukkan pengaruh positif
yang tidak signifikan terhadap return saham sebesar 0,050 pada tingkat
signifikan 5% (nilai signifikannya > 0,05).
4. Variabel Tukar Rupiah menunjukkan pengaruh
negatif dan signifikan terhadap return saham sebesar -0,003 pada tingkat
signifikan 5% (nilai signifikannya < 0,05).
5. Variabel Inflasi menunjukkan pengaruh
positif dan signifikan terhadap return saham sebesar 0,659 pada tingkat
signifikan 5% (nilai signifikannya < 0,05).
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi dependennya. Nilai R2 yang
mendekati satu berarti variabel-variabel independennya memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali,
2006). Nilai R2 yang mendekati 1
(satu) berarti variabel-variabel independent memberikan hampir semua informasi
yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependent. Hasil perhitungan
koefisien determinasi (R2 ) dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi
(R2)
Model Summaryb
Sumber :
Data Sekunder yang Diolah
Berdasar output SPSS tampak bahwa dari hasil perhitungan diperoleh nilai
koefisien determinasi (R2) sebesar 0,140. Hal ini menunjukkan bahwa
besar pengaruh variabel independent yaitu perubahan ROA, PBV, DER, Nilai Tukar
Rupiah dan Inflasi terhadap variabel dependent yaitu return saham yang dapat
diterangkan oleh model persamaan ini adalah sebesar 14 % dan sisanya sebesar 86
% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model
regresi.
Uji F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah
semua variabel independent yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh
secara bersama-sama terhadap variabel dependent. Hasil perhitungan Uji F dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji F
Sumber : Data Sekunder yang Diolah
Dari hasil analisis regresi dapat diketahui pula bahwa secara bersama-sama
variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai F hitung sebesar 7,064 dengan
probabilitas 0,000. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 atau 5%,
maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi return saham atau dapat
dikatakan bahwa perubahan perubahan ROA, PBV, DER, Nilai Tukar Rupiah dan
Inflasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap return saham.
Pengujian Hipotesis
Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis
pertama yang diajukan menyatakan bahwa ROA berpengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham. Berdasarkan hasil uji t yang dilakukan, nampak bahwa ROA
tidak berpengaruh signifikan. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan
ROA memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham ditolak. Hal
ini berarti bahwa ROA yang semakin meningkat belum tentu meningkatkan return dari saham perusahaan tersebut.
Pengujian Hipotesis 2
Hipotesis kedua
yang diajukan menyatakan bahwa PBV berpengaruh positif dan signifikan terhadap
return saham. Berdasarkan hasil uji t yang dilakukan, nampak bahwa PBV
berpengaruh secara signifkikan negatif. Dengan demikian hipotesis kedua yang
menyatakan PBV memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham
ditolak. Hasil penelitian ini mempunyai arti bahwa semakin tinggi rasio PBV
suatu perusahaan menunjukkan semakin rendah pula nilai pasar saham suatu
perusahaan apabila dibandingkan dengan nilai bukunya. Hal ini akan menyebabkan
semakin rendah pula perusahaan dinilai oleh para investor.
Pengujian Hipotesis 3
Hipotesis
ketiga yang diajukan menyatakan bahwa DER perusahaan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap return saham. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa DER
memiliki pengaruh positif yang tidak
signifikan terhadap return saham. Dengan demikian hipotesis ketiga yang
menyatakan rasio DER perusahaan memiliki pengaruh negatif dan signifikan
terhadap return saham ditolak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa informasi
perubahan DER yang sebagai mana bisa diperoleh dari laporan keuangan tidak
berpengaruh pada keputusan atas harga saham di pasar modal Indonesia.
Pengujian Hipotesis 4
Hipotesis
keempat yang diajukan menyatakan bahwa Nilai tukar rupiah berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap return saham
pada. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai tukar rupiah memiliki
pengaruh negatif yang signifikan terhadap return saham. Dengan demikian
hipotesis ketiga yang menyatakan Nilai tukar rupiah memiliki pengaruh negatif
dan signifikan terhadap return saham diterima. Hasil penelitian ini mengidentifikasikan bahwa
melemahnya nilai rupiah terhadap US$ akan menurunkan return saham perusahaan
manufaktur. Dengan demikian Nilai Tukar Rupiah berpengaruh negatif terhadap
return saham perusahaan manufaktur.
Pengujian Hipotesis 5
Hipotesis
kelima yang diajukan menyatakan bahwa Inflasi berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap return saham.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Inflasi memiliki pengaruh positif yang
signifikan terhadap return saham. Dengan demikian hipotesis ketiga yang
menyatakan Inflasi memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap return
saham ditolak. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi inflasi, maka
return saham perusahaan manufaktur semakin naik. Hal ini disebabkan kemungkinan peningkatan
biaya produksi lebih rendah dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh
perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan naik. Dengan meningkatnya
profitabilitas perusahaan, maka harga
saham perusahaan terdorong naik, sehingga return saham juga meningkat.
PENUTUP
Kesimpulan
Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis berganda dengan 5
variabel independen (ROA, PBV, DER, Nilai tukar rupiah dan Inflasi) dan 1
variabel dependen (Return Saham) dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Secara
parsial, selama tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 dapat diketahui bahwa ROA
berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap return. Variabel PBV
berpengaruh negative dan signifikan.
Variabel DER tidak terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap return. Variabel Nilai Tukar Rupiah
berpengaruh negative dan signifikan. Sedangkan variabel Inflasi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap return saham.
2.
Secara
simultan, kemampuan variabel bebas ROA, PBV, DER, Nilai Tukar Rupiah dan
Inflasi dalam persamaan regresi untuk menjelaskan besarnya variasi yang terjadi
pada variabel terikat (return saham) berpengaruh secara signifikan.
Implikasi Hasil Penelitian
Implikasi Teoritis
Implikasi teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Return on Assets (ROA) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan
terhadap return saham perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini sesuai
dengan. hasil penelitian dari Trisnawati (1999) yang menyatakan bahwa ROA tidak
berpengaruh signifikan terhadap return saham dan Francis (1988) yang menyatakan
bahwa ROA yang semakin meningkat belum tentu meningkatkan return dari saham perusahaan tersebut.
2.
Price to Book Value PBV memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap return saham. Hasil ini mendukung temuan penelitian dari
Shiddharta dan Santosa (1998) yang membuktikan variabel PBV berpengaruh
signifikan negatif terhadap return saham. Hasil penelitian antara PBV dengan
return saham yang berpengaruh signifikan
negatif mempunyai arti bahwa semakin tinggi rasio PBV suatu perusahaan
menunjukkan semakin rendah pula nilai pasar saham suatu perusahaan apabila
dibandingkan dengan nilai bukunya. Hal ini akan menyebabkan semakin rendah pula
perusahaan dinilai oleh para investor
3.
Dari
penelitian diperoleh hasil bahwa Debt
Equity Ratio (DER) tidak pengaruh
signifikan terhadap return saham. Hasil temuan ini mendukung temuan
Andre Hernendiastoro (2005) yang menyatakan bahwa DER tidak signifikan
berpengaruh terhadap return saham. Hal ini menunjukkan bahwa informasi
perubahan DER yang dapat diperoleh dari laporan keuangan perusahaan tidak
berpengaruh pada keputusan atas harga saham di pasar modal.
4.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Nilai tukar rupiah memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap return saham saham. Hasil temuan ini mendukung hasil
penelitian dari Hardiningsih et al. (2001), dan Utami dan Rahayu (2003) yang
menyatakan bahwa Nilai tukar rupiah
memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap return saham. Hasil
penelitian ini mengidentifikasikan bahwa melemahnya nilai rupiah terhadap US$
akan menurunkan return saham perusahaan manufaktur. Dengan demikian Nilai Tukar
Rupiah berpengaruh negatif terhadap return saham perusahaan manufaktur.
5.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inflasi
memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham. Hasil
temuan ini mendukung hasil penelitian dari Titman dan Warga (1989 dalam Arifin,
2005) dan Hardiningsih et al. (2001)
yang menyatakan Inflasi berpengaruh signifikan positif terhadap return saham.
Temuan ini menunjukkan bahwa return saham telah memprediksi perubahan tingkat
harga di masa yang akan datang atau dengan kata lain naik (turun)-nya harga
saham merupakan prediksi tinggi (rendah)-nya tingkat inflasi. Selain itu sampel
penelitian adalah perusahaan yang output-nya tidak musiman. Dengan meningkatnya
output, harga saham perusahaan terdorong naik, sehingga return saham juga
meningkat
Implikasi Kebijakan
Implikasi kebijakan yang diperoleh dari penelitian ini adalah investor
hendaknya lebih memperhatikan informasi mengenai variabel Inflasi sebelum mulai
berinvestasi, karena diperoleh nilai 0,659 yang memiliki pengaruh lebih besar
terhadap return saham dibanding variabel
lainnya, seperti ROA, PBV, DER, dan Nilai Tukar Rupiah. Dengan memperhatikan
informasi mengenai variabel-variabel tersebut diharapkan investor mendapatkan
return sesuai dengan yang diharapkan, disamping risiko yang dihadapi.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang kemungkinan dapat
menimbulkan gangguan terhadap hasil penelitian, yaitu antara lain:
1. Hasil penelitian juga menunjukkan kecilnya
pengaruh variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen yaitu hanya sebesar 14 %, yang berarti 86% variasi dari return saham dipengaruhi determinan lain di
luar variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini, seperti CR, ROE, MVA,
PDB, Asset Size dan lain sebagainya.
2. Melihat kecilnya pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen, maka disarankan perlunya kehati-hatian
dalam melakukan generalisasi atas hasil penelitian ini.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian
mendatang disarankan sebagai berikut:
1. Penelitian yang akan datang diharapkan
dapat menambah rentang waktu penelitian. Sehingga hasil yang diperoleh akan
lebih dapat digeneralisasi.
2. Menambahkan
variabel-variabel lainnya lain, seperti CR, ROE, MVA, PDB, Asset Size dan lain
sebagainya yang diharapkan dapat meningkatan nilai R2 (Koefisien
determinasi) sehingga model yang ada akan dapat digunakan untuk memprediksi
return saham lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anis, Idrianita, 2004, “Analisis Price Book Value Ratio Sebagai
Keputusan Investasi: Penelitian pada Bursa Efek Jakarta”, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi, Vol.4, No.1, p. 61-83.
Ang, Robert, 1997, Buku Pinter: Pasar Modal Indonesia,
Mediasoft Indonesia, Jakarta
Anto Dayan, 1985, Pengantar Metode Statistika Jilid I,
LP3ES, Jakarta
Arwanta, Erwin dan
Gantyowati, Evi, 2004, “Kemampuan Prediksi Rasio Keuangan Terhadap Harga Saham:
Suatu Studi Empiris Menurut Sudut Pandang Kepentingan Investor”, Kajian
Bisnis, Vol. 12, No. 1, p. 15-40
Asyik, Nur Fadjrih, 2000,
“Analisa Rasio Keuangan: Identifikasi Faktor-Faktor Dalam Memprediksi Laba”, Kajian
Bisnis, No. 19, Januari- April.
Budileksmana, Antariksa
dan Gunawan, Barbara, 2003, “Pengaruh Indikator Rasio Keuangan Perusahaan Price
Earning Ratio (PER) dan Price To Book Value (PBV) TerhadapReturn Portofolio
Saham di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol.4
Nomor 2, Juli
Claude et. al., 1996, “Political Risk, Ecomonic Risk, and Financial
Risk”, Financial Analysts Journal, November-December
Di Iorio, Amalia and Robert Faff, 2001, “The Effect of Intervaling on
The Foreign Exchange Exposure of Australian Stock Return”, Multinational Finance Journal, Vol. 5, No. 1, p. 1-33
Dowen dan Isberg, 1988, “Reexamination Of The Intervalling Effect On
The CAPM Using A Residual Return Approach”,
Quarterly Journal of Business and
Economics, 27, 3, p. 114-129
Erawati, N dan Llewelyn, R., 2002, “Analisa Pergerakan Suku Bunga dan
Laju Ekspektasi Inflasi Untuk Menentukan Kebijakan Moneter di Indonesia”, Jurnal
Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 4, No. 2, September, 98-107
Ghozali, Imam, 2006, Aplikasi
Analisis Multivariate Dengan SPSS, Universitas Diponegoro, Semarang.
Gujarati, Damodar, 1999, Basic
Econometrics, 3nd Edition, McGraw-Hill, Inc, Singapore.
Hanafi, Mamduh M., 2005, Manajemen
Keuangan, BPFE, Yogyakarta.
Hardiningsih, Pancawati, 2002, “Pengaruh Faktor Fundamental Dan
Resiko Ekonomi Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Di Bursa Efek Jakarta:
Studi Kasus Basic Industry & Chemical”, Jurnal Strategi Bisnis, Vol. 8, Des.
Harianto, F, dan
Sudomo, 1998, Perangkat dan Teknik
Analisa Investasi di Pasar Modal Indonesia, PT. BEJ, Jakarta.
Husnan, Suad,
2005, Dasar-dasar Teori Portofolio dan
Analisis Sekuritas, Edisi Ketiga, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Jogiyanto, HM,
1998, Teori Portofolio dan Analisis
Investasi, Edisi Pertama, BPFE UGM, Yogyakarta.
Laksmono, R.
Didy, 2001, “Suku Bunga Sebagai Salah Satu Indikator Ekspektasi Inflasi”, Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret, Hal 130-137
Lani Salim, 2003, Analisa Teknikal dalam Perdagangan Saham,
PT. Elex Media Komputindo
Gramedia Jakarta, Jakarta.
Lantara, I Wayan Nuka,
2004, “Perubahan Tingkat Suku Bunga Dan Kinerja Pasar Modal Indonesia: Analisis
Pada Tingkat Pasar Dan Tingkat Industri”,
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia,
Vol. 19, No. 2, Hal 120-132
Larson dan Morse, 1987, “Intervalling Effects In Hong Kong Stocks”, The
Journal of Financial Research, Vol. X, No. 4, p353-362
Lestari, Murti,
2005, “Pengaruh Variabel Makro Terhadap Return Saham Di Bursa Efek Jakarta:
Pendekatan Beberapa Model”,SNA VII Solo, 15-16 September, Hal
504-513
Liestyowati,
2002, “Faktor Yang Mempengaruhi
Keuntungan Saham Di Bursa Efek Jakarta: Analisis Periode Sebelum Dan Selama
Crisis”, Jurnal Manajemen Indonesia,
Vol.1, No. 2, p: 40-50.
Natarsyah,
Syahib, 2000, “Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental Perusahaan
Terhadap Harga Saham (Kasus Industri Barang Konsumsi)”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.5, No. 3, Hal. 294-312.
Nopirin, 2000, “Ekonomi Moneter”, Edisi Pertama, BPFE
Yogyakarta, Yogyakarta
Pangemanan, Andriani, 2001,
“Pengaruh Kondisi Moneter Terhadap Value Effect Dan Small-Firm Effect Di Bursa
Efek Jakarta”, Jurnal Manajemen Indonesia.Vol.1, No. 1, p: 51-63
Salvatore, Dominick, 2005, Ekonomi Manajerial, Buku 2, Salemba Empat: Jakarta.
Samuelson, Paul A. &
William D. Nordhaus, 1994, Makro Ekonomi,
Edisi Keempatbelas, Penerbit Erlangga, Yakarta
Santoso, Singgih dan Tjiptono,
Fandy, 2001, SPSS Mengolah Data
Statistik Secara Profesional, PT. Elex Media Komputindo Gramedia Jakarta,
Jakarta.
Sartono, Agus, 2001, Manajemen Keuangan Internasional, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta
Sawir, Agnes, 2001, Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan
Keuangan Perusahaan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Shiddharta Utama et. al.,
1998, “Kaitan antara Rasio Price /Book Value dan Imbal Hasil Saham Pada Bursa
Efek Jakarta”, Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia, Vol. 1, No. 1, Jan, Hal 127-140.
Suciwati, Desak Putu,
2002, “Pengaruh Risiko Nilai Tukar Rupiah Terhadap Return Saham: Studi Empiris
Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEJ”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 17, No. 4: 347-360
Susilowati, Yeye, 2003,
“Pengaruh Price Earning Ratio (PER) Terhadap Faktor Fundamental Perusahaan
(Dividend Pyout Ratio, Earning per Share, dan risiko) Pada Perusahaan Publik I
Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Binis dan
Ekonomi, Vol.10, No.1, hal. 51-66.
Syafaruddin Alwi, 1994, Alat-alat Analisis dalam Pembelanjaan, Andi Offset: Yogyakarta.
Tandelilin, Eduardus,
2001, Analisis Investasi dan Manajemen
Portofolio, Edisi Pertama, BPFE: Yogyakarta
Utami, Mudji dan Rahayu,
Mudjilah, 2003, Peran Profitabilitas,
Suku Bunga, Inflasi dan Nilai Tukar Dalam Mempengaruhi Pasar Modal Indonesia
Selama Krisis Ekonomi, Jurnal
Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 5, No. 2, hal. 123-131.
Walsh, Ciaran, 2004, Key
Management Rations: Rasio-rasio Manajemen Penting. Penggerak dan Pengendali
Bisnis, Erlangga: Jakarta
Weston, J.F. dan Copeland, T.E., 1995, Manajemen Keuangan, Jilid
1, Binarupa Aksara: Jakarta.
Yogo, Purnomo, 1998, “Keterkaitan Kinerja Keuangan dengan Harga
Saham”, Usahawan, Desember, No. 12,
Th. XXVII, hal. 33-38.