Laman

ANALISIS PENGARUH FAKTOR FUNDAMENTAL DAN KONDISI EKONOMI TERHADAP RETURN SAHAM (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listed Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011)


Hadiahti Utami
Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang
Jl. Prof. Sudarto. S.H.. Tembalang. Kotak Pos 6199/SMS Semarang 50061


ABSTRACT
This research is intended to analyze the influence of micro fundamental factors (ROA, PBV, and DER) and economic conditions (Exchange rate and Inflation) toward stock return.This research is aimed to give information to investors about which variables should be used to predict gains or stock return. Sample of this research consists of 53 manufacture companies that listed on Jakarta Stock Exchange since 2008 until 2011 period. Purposive sampling methods were used as samples determining method. Total observation for 212 observations for 12 months interval. Data were provided by ICMD, JSX Quarterly Statistic and BI.  Data analysis with multiple regression and hypothesis test used t-statistic, F-statistic  at level of significance 5% and Chow Test. The result showed that Exchange rate and Inflation have significant influence on stock return, PBV, Exchange rate and Inflation have significant influence on stock return. ROA and DER have no significant influence on stock return.Coeficient of determination (R2) is11,3%. It means 88,7% stock return variations are influenced by the free other variables, which were not  used in this research.

Key words: Stock Return, ROA, PBV, DER, Exchange rate, Inflation

PENDAHULUAN
Perkembangan pasar modal di Indonesia yang pesat merupakan indikator bahwa pasar modal merupakan alternatif investasi disamping perbankan, selain itu dengan semakin berkembangnya pasar modal juga menunjukkan bahwa kepercayaan pemodal akan investasi di pasar modal Indonesia cukup baik (Suad Husnan, 2005).  
Investasi pada hakekatnya merupakan  penundaan konsumsi pada saat ini dengan tujuan mendapatkan tingkat pengembalian (return) yang akan diterima di masa yang akan datang.  Investasi pada saham dianggap mempunyai tingkat risiko yang lebih besar dibandingkan dengan alternatif investasi lain, seperti obligasi, deposito, dan tabungan.
Pemodal hanya dapat memperkirakan berapa tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) dan seberapa jauh kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti akan menyimpang dari hasil yang diharapkan. Apabila kesempatan investasi mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi, maka investor akan mengisyaratkan tingkat keuntungan yang lebih tinggi pula. Dengan kata lain, semakin tinggi risiko suatu kesempatan investasi maka akan semakin tinggi pula tingkat keuntungan (return) yang diisyaratkan oleh investor (Jogiyanto, 2000).
Berdasarkan penelitian terdahulu, rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk menjelaskan kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan serta mempunyai kekuatan untuk memprediksi harga atau return saham di pasar modal. Robert Ang (1997) mengelompokan rasio keuangan tersebut ke dalam 5 jenis yaitu rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio rentabilitas (profitabilitas), rasio solvabilitas dan rasio pasar. Semakin baik kinerja keuangan perusahaan yang tercermin dari rasio-rasionya maka semakin tinggi return saham perusahaan.
Return on asset (ROA) adalah rasio profitabilitas yang terpenting diantara rasio profitabilitas yang ada. Sedangkan rasio pasar (market ratios) yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham adalah price to book value (PBV) (Robert Ang, 1997). Secara teoritis ROA memiliki pengaruh yang positif terhadap return saham.
Selain kedua rasio di atas DER (Debt Equity Ratio) merupakan salah satu ukuran paling mendasar dalam keuangan perusahaan. Rasio ini merupakan pengujian yang baik bagi kekuatan keuangan perusahaan (Walsh, Ciaran, 2004). Alasan utama untuk menggunakan hutang adalah karena biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak, sehingga menurunkan biaya utang yang sesungguhnya. Akan tetapi, jika sebagian besar dari pendapatan perusahaan telah terhindar dari pajak karena penyusutan yang dipercepat atau kompensasi kerugian, maka tarif pajaknya akan rendah (apabila pajak bersifat progresif) dan keuntungan akibat penggunaan hutang juga mengecil, sehingga semakin tinggi hutang (DER) cenderung menurunkan  return saham (Sawir, Agnes, 2000).
Robert Ang (1997) menyatakan bahwa  analisis kondisi ekonomi merupakan dasar dari analisis sekuritas, dimana jika kondisi ekonomi jelek, maka kemungkinan besar tingkat kembalian saham-saham yang beredar akan merefleksikan penurunan yang sebanding. Namun jika kondisi ekonomi baik, maka refleksi harga saham akan baik pula. Analisis ekonomi ini menggunakan berbagai indikator ekonomi yang ada pada suatu Negara maupun berbagai variabel sasaran menengah yang digunakan di dalam menentukan kebijakan moneter. Secara teori, banyak terdapat indikator yang dapat mengukur variabel makro,  diantaranya kurs valuta asing dan laju inflasi.


Tabel 1.  Rata-rata Return Saham, ROA,  PBV dan DER, Nilai Tukar Rupiah, dan Inflasi pada Perusahaan Manufaktur yang listed di Bursa Efek Indonesia  Periode 2008-2010
Keterangan
2008

2009

2010

% perubahan
% perubahan
Return Saham (rasio)
4,41111
3,689575
2,867493
-16,357
-22,281
ROA (rasio)
2,734876
2,083
5,007
-23,82
140,36
PBV (rasio)
-4,48364
0,499669
1,736281
-203,31
247,49
DER (rasio)
15,992985
4,887603
2,296777
-69,44
-53,01
Nilai Tukar Rupiah (Kurs Rp terhadap US$)
9.139
9.692
10.407
-6,05
-7,38
Inflasi (%)
6,40
10,30
4,89
60,94
-50,52
Sumber: ICMD 2007, Laporan BI 2008-2011 yang diolah.


Melemahnya nilai tukar domestik terhadap mata uang asing (seperti rupiah terhadap dollar) memberikan pengaruh yang negatif terhadap pasar ekuitas karena pasar ekuitas menjadi tidak memiliki daya tarik (Robert Ang, 1997).  Hal ini sejalan dengan penelitian Hardiningsih et al. (2002) juga menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh negatif terhadap return saham.
Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun (Tandelilin, 2003). Hasil penelitian dari Fama dan Schwert (1977 dalam Zaenal Arifin, 2005) dan Utami dan Rahayu (2003)  juga menunjukkan bahwa inflasi mempunyai hubungan negatif terhadap harga saham.
Tabel 1 menunjukkan besarnya rata-rata return saham, ROA,  PBV dan DER, nilai tukar rupiah, dan inflasi pada perusahaan manufaktur yang listed di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2010 berdasarkan data dari ICMD 20011 dan Laporan BI 2008-2011.
Berdasarkan Tabel 1 di atas terlihat bahwa perubahan besarnya rasio ROA,  PBV, DER, Nilai Tukar Rupiah dan Inflasi terhadap perubahan return saham dari tahun 2008-2011 menunjukkan masih banyak terjadi inkonsistensi. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan faktor fundamental perusahaan, kondisi ekonomi, dan return saham. Faktor fundamental yang dipakai dalam penelitian ini adalah: ROA,  PBV dan DER, sedangkan kondisi ekonomi yang digunakan dalam penelitian adalah nilai tukar rupiah dan inflasi.

Perumusan Masalah
Return saham perusahaan manufaktur yang listed di Bursa Efek Indonesia sepanjang periode 2008-2011 sangat fluktuatif dan cenderung turun. Permasalahan penelitian yang akan diteliti adalah ”Return saham perusahaan manufaktur yang listed di Bursa Efek Indonesia mengalami fluktuasi sepanjang periode 2008-2011 dan adanya inkonsistensi pengaruh faktor fundamental perusahaan yang diproksikan dengan ratio ROA,  PBV, DER, dan kondisi ekonomi yang diproksikan oleh nilai tukar rupiah dan inflasi terhadap return saham” .
Berdasarkan permasalahan atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1.        Apakah terdapat pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap return saham?
2.        Apakah terdapat pengaruh Price to Book Value (PBV) terhadap return saham?
3.        Apakah terdapat pengaruh Debt Equity Ratio (DER) terhadap return saham?
4.        Apakah terdapat pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap return saham?
5.        Apakah terdapat pengaruh Inflasi terhadap return saham?

TINJAUAN PUSTAKA
Return Saham
Return Saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya (Robert Ang, 1997). Return yang diterima oleh seorang pemodal yang melakukan investasi tergantung dari instruman investasi yang dibelinya/ditransaksikan. Return sendiri merupakan hasil yang diperoleh dari investasi yang berupa return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis dan digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan. Return realisasi ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) yang merupakan return yang diharapkan oleh investor di masa mendatang.
Dalam penelitian ini digunakan konsep capital gain yaitu selisih antara harga saham saat ini (Closing price pada periode t) dengan harga saham periode sebelumnya (Closing price pada periode t-1) dibagi dengan harga saham periode sebelumnya (Closing price pada periode t-1).  Closing price adalah harga penutup atau harga perdagangan terakhir untuk suatu periode. Karena ketersediaannya, closing price adalah harga yang paling sering digunakan untuk analisis (Lani Salim, 2003).
           
Return on Assets (ROA)
ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva  yang dimilikinya. Rasio ini merupakan rasio terpenting diantara rasio rentabilitas yang ada. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena return semakin besar (Robert Ang, 1997). Menurut Riahi-Belkaoui (1998), ROA digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan-perusahaan multinasional khususnya jika dilihat dari sudut pandang profitabilitas dan kesempatan investasi.
Perusahaan dengan ROA yang besar akan menarik minat para investor dan calon investor untuk menanamkan dananya ke dalam perusahaan. Adanya daya tarik tersebut berdampak pada para investor dan calon investor untuk memiliki saham perusahaan semakin meningkat.  (Hardiningsih, et. al., 2002). Hal ini sejalan dengan pendapat dari Robert Ang (1997) yang menyatakan bahwa keuntungan perusahaan yang semakin meningkat memberikan tanda bahwa kekuatan operasional dan keuangan perusahaan semakin membaik, sehingga memberikan pengaruh positif terhadap ekuitas.

Price to Book Value (PBV)
Price to Book Value (PBV) merupakan salah satu rasio pasar yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya (Robert Ang, 1997).  Price to Book Value (PBV) adalah rasio price yang dihitung dengan membagi total asset bersih (asset dikurangi hutang) dengan total saham yang outstanding. Bergantung pada metode akuntansi yang digunakan dan usia asset, Price to Book Value (PBV) dapat menolong investor memperhitungkan jika sekuritas overpriced atau underpriced. Jika harga sekuritas berada di atas nilai buku, ini menunjukkan sekuritas tersebut overpriced, jika harga sekuritas berada di bawah nilai buku, ini menunjukkan sekuritas tersebut underpriced (Lani Salim, 2003).
Menurut Anis (2004) semakin tinggi rasio Price to Book Value (PBV), maka semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Hardiningsih, et. al (2002) bahwa semakin besar rasio PBV semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para pemodal (investor) relatif dibandingkan dengan dana yang telah ditanamkan di perusahaan.
Budilaksmana dan Gunawan (2003) berpendapat ada kemungkinan  para investor memilih  berinvestasi pada saham-saham yang memiliki PBV tinggi yang dikategorikan growth stock, karena berinvestasi pada saham-saham yang memiliki PBV tinggi tersebut diharapkan dalam jangka panjang investor akan memetik keuntungan dari capital gain seiring dengan pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang.

Debt Equity Ratio (DER)
Debt Equity Ratio (DER) merupakan rasio solvabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan modal sendiri perusahaan untuk dijadikan jaminan semua hutang perusahaan. Debt Equity Ratio (DER) merupakan rasio hutang yang digambarkan dengan perbandingan antara seluruh hutang, baik hutang jangka panjang maupun hutang jangka pendek dengan modal sendiri perusahaan (Van Horne, 2005).
Semakin besar hutang, semakin besar risiko yang ditanggung perusahaan. Oleh sebab itu perusahaan yang tetap mengambil hutang sangat tergantung pada biaya relatif. Biaya hutang lebih kecil daripada dana ekuitas. Dengan menambahkan hutang ke dalam neracanya, perusahaan secara umum dapat meningkatkan profitabilitasnya, yang kemudian menaikkan harga sahamnya, sehingga meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham dan membangun potensi pertumbuhan yang lebih besar. Sebaliknya Biaya hutang lebih besar daripada dana ekuitas. Dengan menambahkan hutang ke dalam neracanya, justru akan menurunkan profitabilitas perusahaan  (Walsh, Ciaran, 2004).
Selama ekonomi sulit atau suku bunga tinggi, perusahaan dengan Debt Equity Ratio (DER) yang tinggi dapat mengalami masalah keuangan, sebaliknya selama ekonomi baik atau suku bunga rendah akan meningkatkan keuntungan, yaitu dengan membiayai pertumbuhan dengan harga yang murah/rendah (Lani Salim, 2003).

Nilai Tukar Rupiah
Menurut Nopirin (2000), apabila suatu barang ditukar dengan barang lain, tentu didalamnya terdapat perbandingan nilai tukar diantara keduanya. Nilai tukar ini sebenarnya merupakan semacam harga di dalam pertukaran tersebut. Demikian pula dengan pertukara antara dua mata uang yang berbeda akan terdapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang sering disebut dengan kurs (exchange rate).
Kurs dapat didefinisikan sebagai harga 1 unit mata uang domestic dalam satuan valuta asing. Definisi ini merupakan kebalikan atau rumus resprokal dari definisi di atas, sehingga harga rupiah dalam satuan US$ dirumuskan sebagai: 1/R = 1/ 9500 = 0.000105263. Ini berarti US$ 0.000105263 nilainya sama dengan Rp 1 (Salvatore, 2005).
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah rumus yang kedua (1/R ), karena dengan rumus resiprokal dapat dihitung besarnya apresiasi ataupun depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dengan kata lain dapat diketahui lemahnya rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Melemahnya nilai tukar domestik terhadap mata uang asing (seperti rupiah terhadap dollar) memberikan pengaruh yang negatif terhadap pasar ekuitas karena pasar ekuitas menjadi tidak memiliki daya tarik (Robert Ang, 1997). 

Inflasi
Inflasi menunjukkan meningkatnya harga-harga secara umum, dimana pengukurannya dapat menggunakan perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) (Samuelson, 1994).
Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money). Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Sebaliknya jika tingkat inflasi suatu negara mengalami penurunan, maka hal ini akan merupakan sinyal yang positif bagi investor seiring dengan turunnya risiko daya beli uang dan resiko penurunan pendapatan riil (Tandelilin, 2003). Jadi inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya keuntungan suatu perusahan, sehingga menyebabkan efek ekuitas menjadi kurang kompetitif (Robert Ang, 1997).

Kerangka Pemikiran Teoritis dan Hipotesis
Berdasarkan teori dan hasil-hasil dari penelitian terdahulu, maka ada beberapa faktor yang diidentifikasi mempengaruhi return saham yaitu faktor fundamental (ROA, PBV dan DER) dan kondisi ekonomi (nilai tukar rupiah, inflasi dan tingkat suku bunga). Untuk itu akan dilakukan pengujian sejauh mana pengaruh variabel bebas tersebut terhadap return saham, sehingga kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.









Berdasarkan landasan pemikiran teoritis dan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.         ROA (Return on Assets) berpengaruh positif terhadap return saham.
b.         PBV (Price to Book Value) berpengaruh positif terhadap return saham.
c.         Debt Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif terhadap return saham.
d.        Nilai tukar rupiah berpengaruh negatif terhadap return saham.
e.         Tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap return saham ROA (Return on Assets) berpengaruh positif terhadap return saham.

METODE PENELITIAN                                                                                       

Jenis Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif berupa data rasio keuangan dan merupakan data faktor fundamental termasuk harga saham serta data yang berkaitan dengan kondisi ekonomi selama empat tahun yaitu dari tahun 2008 – 2011 yang berasal dari masing–masing perusahaan manufaktur yang listed di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data sekunder historis, dimana diperoleh dari Jakarta Stock Exchange (JSX) Monthly Statistic tahun 2008-2011,  Indonesian Capital Market Directory tahun 2008-2011, dan Pojok Bursa Efek Indonesia (BEI), sedangkan Statistik Ekonomi yang terdiri dari data nilai tukar rupiah, dan inflasi diperoleh dari Laporan Bank Indonesia tahun 2008-2011.

Populasi dan Sampel                                                                                          
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam kurun waktu penelitian (periode 2008 – 2011). Jumlah perusahaan manufaktur yang go public sampai dengan tahun 2011 sebanyak 148 perusahaan Sampel penelitian diambil secara purposive sampling. dan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 53 perusahaan.



                            Tabel 2. Definisi Operasional Variabel
Variabel
Dependen
Definisi Variabel

Formula Pengukuran
Skala
Return Saham

Merupakan Capital gain: selisih antara Closing price pada periode t dengan Closing price periode sebelumnya (t-1)
                  



Rasio
Variabel
Independen
Definisi Variabel

Formula Pengukuran
Skala
ROA
(Return on Assets)

Mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih setelah pajak berdasarkan tingkat asset yang dimiliki perusahaan





Rasio
PBV
(Price to Book Value)
Mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya
         


Rasio
DER
(Debt Equity Ratio)
Mengukur kemampuan modal sendiri perusahaan untuk dijadikan jaminan semua hutang. 
           


Rasio
Nilai Tukar Rupiah           

Mengukur kurs mata uang rupiah dalam satuan valuta asing (US$)


 Rasio
Inflasi
Inflasi menunjukkan kenaikan harga umum secara terus menerus, diukur dengan menggunakan perubahan Indeks Harga Consumen (IHK)



Rasio




Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder sehingga metode pengumpulan data menggunakan cara non participant observation. Dengan demikian langkah yang dilakukan adalah dengan mencatat seluruh data yang diperlukan dalam penelitian ini selama periode 2008 –2011 sebagai mana yang tercantum di Jakarta Stock Exchange (JSX) Monthly Statistic,  Indonesian Capital Market Directory,  Pojok Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Laporan Bank Indonesia.

Pengukuran Variabel                                                                                        
Pengukuran dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan definisi operasional variabelnya adalah seperti pada tabel 2.

Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis dan menyatakan kejelasan tentang kekuatan variabel penentu terhadap return saham digunakan analisis regresi berganda. Untuk mengetahui pengaruh antara faktor fundamental mikro (ROA, PBV, DER)  dan kondisi ekonomi (Nilai Tukar Rupiah, Inflasi) terhadap return saham perusahaan manufaktur dapat disusun dalam bentuk formulasi matematik sebagai berikut:

   R  = ά + a ROA + b  PBV + c DER + d TR +  f In + ε 

Mengingat data penelitian yang digunakan adalah data sekunder, maka untuk memenuhi syarat yang ditentukan maka perlu dilakukan pengujian atas beberapa asumsi klasik yang digunakan yaitu: uji normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Kemudian langkah selanjutnya untuk menguji hipotesis-hipotesis yang diajukan didalam penelitian ini adalah dengan Uji Statistik t,  dan Uji Statistik F.

HASIL ANALISIS
Analisis Regresi Berganda
Hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan program statistik SPSS  versi 16 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Regresi Parsial
Coefficientsa
            Sumber : Data Sekunder yang Diolah


Dengan melihat Tabel diatas, dapat disusun persamaan regresi linear berganda sebagai berikut :
            R  = 23,528 + 0,062ROA - 0,324PBV + 0,050DER – 0,003TR +  0,659In      
Persamaan regresi di atas mempunyai makna sebagai berikut:
1.    Variabel ROA menunjukkan pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap return saham sebesar 0,062 pada tingkat signifikan 5% (nilai signifikannya > 0,05).
2.    Variabel PBV menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham sebesar -0,324 pada tingkat signifikan 5% (nilai signifikannya  < 0,05).
3.    Variabel DER menunjukkan pengaruh positif yang tidak signifikan terhadap return saham sebesar 0,050 pada tingkat signifikan 5% (nilai signifikannya > 0,05).
4.    Variabel Tukar Rupiah menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham sebesar -0,003 pada tingkat signifikan 5% (nilai signifikannya < 0,05).
5.    Variabel Inflasi menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham sebesar 0,659 pada tingkat signifikan 5% (nilai signifikannya < 0,05).

Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi dependennya. Nilai R2 yang mendekati satu berarti variabel-variabel independennya memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2006). Nilai R2 yang mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel independent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependent. Hasil perhitungan koefisien determinasi (R2 ) dapat dilihat pada Tabel 4.


Tabel 4. Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
                        Sumber : Data Sekunder yang Diolah


Berdasar output SPSS tampak bahwa dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,140. Hal ini menunjukkan bahwa besar pengaruh variabel independent yaitu perubahan ROA, PBV, DER, Nilai Tukar Rupiah dan Inflasi terhadap variabel dependent yaitu return saham yang dapat diterangkan oleh model persamaan ini adalah sebesar 14 % dan sisanya sebesar 86 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model regresi.

Uji F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independent yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependent. Hasil perhitungan Uji F dapat dilihat pada Tabel 4.


Tabel 4. Hasil Uji F
          Sumber : Data Sekunder yang Diolah


Dari hasil analisis regresi dapat diketahui pula bahwa secara bersama-sama variabel independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai F hitung sebesar 7,064 dengan probabilitas 0,000. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 atau 5%, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi return saham atau dapat dikatakan bahwa perubahan perubahan ROA, PBV, DER, Nilai Tukar Rupiah dan Inflasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap return saham.

Pengujian Hipotesis
Pengujian Hipotesis 1
Hipotesis pertama yang diajukan menyatakan bahwa ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Berdasarkan hasil uji t yang dilakukan, nampak bahwa ROA tidak berpengaruh signifikan. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan ROA memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham ditolak. Hal ini berarti bahwa ROA yang semakin meningkat belum tentu meningkatkan return dari saham perusahaan tersebut.

Pengujian Hipotesis 2
Hipotesis kedua yang diajukan menyatakan bahwa PBV berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Berdasarkan hasil uji t yang dilakukan, nampak bahwa PBV berpengaruh secara signifkikan negatif. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan PBV memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham ditolak. Hasil penelitian ini mempunyai arti bahwa semakin tinggi rasio PBV suatu perusahaan menunjukkan semakin rendah pula nilai pasar saham suatu perusahaan apabila dibandingkan dengan nilai bukunya. Hal ini akan menyebabkan semakin rendah pula perusahaan dinilai oleh para investor.

Pengujian Hipotesis 3
Hipotesis ketiga yang diajukan menyatakan bahwa DER perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa DER memiliki pengaruh positif  yang tidak signifikan terhadap return saham. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan rasio DER perusahaan memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham ditolak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa informasi perubahan DER yang sebagai mana bisa diperoleh dari laporan keuangan tidak berpengaruh pada keputusan atas harga saham di pasar modal Indonesia.

Pengujian Hipotesis 4
Hipotesis keempat yang diajukan menyatakan bahwa Nilai tukar rupiah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham pada. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai tukar rupiah memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap return saham. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan Nilai tukar rupiah memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham diterima.  Hasil penelitian ini mengidentifikasikan bahwa melemahnya nilai rupiah terhadap US$ akan menurunkan return saham perusahaan manufaktur. Dengan demikian Nilai Tukar Rupiah berpengaruh negatif terhadap return saham perusahaan manufaktur.

Pengujian Hipotesis 5
Hipotesis kelima yang diajukan menyatakan bahwa Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Inflasi memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap return saham. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan Inflasi memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham ditolak. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi inflasi, maka return saham perusahaan manufaktur semakin naik.  Hal ini disebabkan kemungkinan peningkatan biaya produksi lebih rendah dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan naik. Dengan meningkatnya profitabilitas perusahaan, maka  harga saham perusahaan terdorong naik, sehingga return saham juga meningkat.

PENUTUP
Kesimpulan
Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis berganda dengan 5 variabel independen (ROA, PBV, DER, Nilai tukar rupiah dan Inflasi) dan 1 variabel dependen (Return Saham) dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.        Secara parsial, selama tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 dapat diketahui bahwa ROA berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap return. Variabel PBV berpengaruh negative dan signifikan.  Variabel DER tidak terbukti berpengaruh secara signifikan  terhadap return. Variabel Nilai Tukar Rupiah berpengaruh negative dan signifikan. Sedangkan variabel Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.
2.        Secara simultan, kemampuan variabel bebas ROA, PBV, DER, Nilai Tukar Rupiah dan Inflasi dalam persamaan regresi untuk menjelaskan besarnya variasi yang terjadi pada variabel terikat (return saham) berpengaruh secara signifikan.

Implikasi Hasil Penelitian
Implikasi Teoritis
Implikasi teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.        Return on Assets (ROA) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap return saham perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini sesuai dengan. hasil penelitian dari Trisnawati (1999) yang menyatakan bahwa ROA tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham dan Francis (1988) yang menyatakan bahwa ROA yang semakin meningkat belum tentu meningkatkan return dari saham perusahaan tersebut.
2.        Price to Book Value PBV memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. Hasil ini mendukung temuan penelitian dari Shiddharta dan Santosa (1998) yang membuktikan variabel PBV berpengaruh signifikan negatif terhadap return saham. Hasil penelitian antara PBV dengan return saham yang berpengaruh  signifikan negatif mempunyai arti bahwa semakin tinggi rasio PBV suatu perusahaan menunjukkan semakin rendah pula nilai pasar saham suatu perusahaan apabila dibandingkan dengan nilai bukunya. Hal ini akan menyebabkan semakin rendah pula perusahaan dinilai oleh para investor
3.        Dari penelitian diperoleh hasil bahwa Debt Equity Ratio (DER) tidak pengaruh  signifikan terhadap return saham. Hasil temuan ini mendukung temuan Andre Hernendiastoro (2005) yang menyatakan bahwa DER tidak signifikan berpengaruh terhadap return saham. Hal ini menunjukkan bahwa informasi perubahan DER yang dapat diperoleh dari laporan keuangan perusahaan tidak berpengaruh pada keputusan atas harga saham di pasar modal.
4.        Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai tukar rupiah memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham saham. Hasil temuan ini mendukung hasil penelitian dari Hardiningsih et al. (2001), dan Utami dan Rahayu (2003) yang menyatakan bahwa  Nilai tukar rupiah memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap return saham. Hasil penelitian ini mengidentifikasikan bahwa melemahnya nilai rupiah terhadap US$ akan menurunkan return saham perusahaan manufaktur. Dengan demikian Nilai Tukar Rupiah berpengaruh negatif terhadap return saham perusahaan manufaktur.
5.        Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inflasi memiliki pengaruh positif dan  signifikan terhadap return saham. Hasil temuan ini mendukung hasil penelitian dari Titman dan Warga (1989 dalam Arifin, 2005) dan Hardiningsih et al. (2001) yang menyatakan Inflasi berpengaruh signifikan positif terhadap return saham. Temuan ini menunjukkan bahwa return saham telah memprediksi perubahan tingkat harga di masa yang akan datang atau dengan kata lain naik (turun)-nya harga saham merupakan prediksi tinggi (rendah)-nya tingkat inflasi. Selain itu sampel penelitian adalah perusahaan yang output-nya tidak musiman. Dengan meningkatnya output, harga saham perusahaan terdorong naik, sehingga return saham juga meningkat
                                                
Implikasi Kebijakan
Implikasi kebijakan yang diperoleh dari penelitian ini adalah investor hendaknya lebih memperhatikan informasi mengenai variabel Inflasi sebelum mulai berinvestasi, karena diperoleh nilai 0,659 yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap return saham  dibanding variabel lainnya, seperti ROA, PBV, DER, dan Nilai Tukar Rupiah. Dengan memperhatikan informasi mengenai variabel-variabel tersebut diharapkan investor mendapatkan return sesuai dengan yang diharapkan, disamping risiko yang dihadapi.

Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang kemungkinan dapat menimbulkan gangguan terhadap hasil penelitian, yaitu antara lain:
1.    Hasil penelitian juga menunjukkan kecilnya pengaruh variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen  yaitu hanya sebesar 14 %, yang berarti 86% variasi dari return saham dipengaruhi determinan lain di luar variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini, seperti CR, ROE, MVA, PDB, Asset Size dan lain sebagainya.
2.    Melihat kecilnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, maka disarankan perlunya kehati-hatian dalam melakukan generalisasi atas hasil penelitian ini.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian mendatang disarankan sebagai berikut:
1.    Penelitian yang akan datang diharapkan dapat menambah rentang waktu penelitian. Sehingga hasil yang diperoleh akan lebih dapat digeneralisasi.
2.    Menambahkan variabel-variabel lainnya lain, seperti CR, ROE, MVA, PDB, Asset Size dan lain sebagainya yang diharapkan dapat meningkatan nilai R2 (Koefisien determinasi) sehingga model yang ada akan dapat digunakan untuk memprediksi return saham lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA
Anis, Idrianita, 2004, “Analisis Price Book Value Ratio Sebagai Keputusan Investasi: Penelitian pada Bursa Efek Jakarta”, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi, Vol.4, No.1, p.  61-83.
Ang, Robert, 1997, Buku Pinter: Pasar Modal Indonesia, Mediasoft Indonesia, Jakarta
Anto Dayan, 1985, Pengantar Metode Statistika Jilid I, LP3ES, Jakarta
Arwanta, Erwin dan Gantyowati, Evi, 2004, “Kemampuan Prediksi Rasio Keuangan Terhadap Harga Saham: Suatu Studi Empiris Menurut Sudut Pandang Kepentingan Investor”, Kajian Bisnis, Vol. 12, No. 1, p. 15-40
Asyik, Nur Fadjrih, 2000, “Analisa Rasio Keuangan: Identifikasi Faktor-Faktor Dalam Memprediksi Laba”, Kajian Bisnis, No. 19, Januari- April.
Budileksmana, Antariksa dan Gunawan, Barbara, 2003, “Pengaruh Indikator Rasio Keuangan Perusahaan Price Earning Ratio (PER) dan Price To Book Value (PBV) TerhadapReturn Portofolio Saham di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol.4 Nomor 2, Juli
Claude et. al., 1996, “Political Risk, Ecomonic Risk, and Financial Risk”, Financial Analysts Journal, November-December
Di Iorio, Amalia and Robert Faff, 2001, “The Effect of Intervaling on The Foreign Exchange Exposure of Australian Stock Return”, Multinational Finance Journal, Vol. 5, No. 1, p. 1-33
Dowen dan Isberg, 1988, “Reexamination Of The Intervalling Effect On The CAPM Using A Residual Return Approach”, Quarterly Journal of Business and Economics, 27, 3, p. 114-129
Erawati, N dan Llewelyn, R., 2002, “Analisa Pergerakan Suku Bunga dan Laju Ekspektasi Inflasi Untuk Menentukan Kebijakan Moneter di Indonesia”, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 4, No. 2, September, 98-107
Ghozali, Imam, 2006, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan SPSS, Universitas Diponegoro, Semarang.
Gujarati, Damodar, 1999, Basic Econometrics, 3nd Edition, McGraw-Hill, Inc, Singapore.
Hanafi, Mamduh M., 2005, Manajemen Keuangan, BPFE, Yogyakarta.
Hardiningsih, Pancawati, 2002, “Pengaruh Faktor Fundamental Dan Resiko Ekonomi Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Di Bursa Efek Jakarta: Studi Kasus Basic Industry & Chemical”, Jurnal Strategi Bisnis, Vol. 8, Des.
Harianto, F, dan Sudomo, 1998, Perangkat dan Teknik Analisa Investasi di Pasar Modal Indonesia, PT. BEJ, Jakarta.
Husnan, Suad, 2005, Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi Ketiga, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Jogiyanto, HM, 1998, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi Pertama, BPFE UGM, Yogyakarta.
Laksmono, R. Didy, 2001, “Suku Bunga Sebagai Salah Satu Indikator Ekspektasi Inflasi”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret, Hal 130-137
Lani Salim, 2003, Analisa Teknikal dalam Perdagangan Saham, PT. Elex Media Komputindo Gramedia Jakarta, Jakarta.
Lantara, I Wayan Nuka, 2004, “Perubahan Tingkat Suku Bunga Dan Kinerja Pasar Modal Indonesia: Analisis Pada Tingkat Pasar Dan Tingkat Industri”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 19, No. 2, Hal 120-132
Larson dan Morse, 1987, “Intervalling Effects In Hong Kong Stocks”, The Journal of Financial Research, Vol. X, No. 4, p353-362
Lestari, Murti, 2005, “Pengaruh Variabel Makro Terhadap Return Saham Di Bursa Efek Jakarta: Pendekatan Beberapa Model”,SNA VII Solo, 15-16 September, Hal 504-513
Liestyowati, 2002, “Faktor Yang Mempengaruhi Keuntungan Saham Di Bursa Efek Jakarta: Analisis Periode Sebelum Dan Selama Crisis”, Jurnal Manajemen Indonesia, Vol.1, No. 2, p: 40-50.
Natarsyah, Syahib, 2000, “Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental Perusahaan Terhadap Harga Saham (Kasus Industri Barang Konsumsi)”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.5, No. 3, Hal. 294-312.
Nopirin, 2000, “Ekonomi Moneter”, Edisi Pertama, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta
Pangemanan, Andriani, 2001, “Pengaruh Kondisi Moneter Terhadap Value Effect Dan Small-Firm Effect Di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Manajemen Indonesia.Vol.1, No. 1, p: 51-63
Salvatore, Dominick, 2005, Ekonomi Manajerial, Buku 2,  Salemba Empat: Jakarta.
Samuelson, Paul A. & William D. Nordhaus, 1994, Makro Ekonomi, Edisi Keempatbelas, Penerbit Erlangga, Yakarta
Santoso, Singgih dan Tjiptono, Fandy, 2001, SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional, PT. Elex Media Komputindo Gramedia Jakarta, Jakarta.
Sartono, Agus, 2001, Manajemen Keuangan Internasional, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta
Sawir, Agnes, 2001, Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Shiddharta Utama et. al., 1998, “Kaitan antara Rasio Price /Book Value dan Imbal Hasil Saham Pada Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 1, No. 1, Jan, Hal 127-140.
Suciwati, Desak Putu, 2002, “Pengaruh Risiko Nilai Tukar Rupiah Terhadap Return Saham: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEJ”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 17, No. 4: 347-360
Susilowati, Yeye, 2003, “Pengaruh Price Earning Ratio (PER) Terhadap Faktor Fundamental Perusahaan (Dividend Pyout Ratio, Earning per Share, dan risiko) Pada Perusahaan Publik I Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Binis dan Ekonomi, Vol.10, No.1, hal. 51-66.
Syafaruddin Alwi, 1994, Alat-alat Analisis dalam Pembelanjaan, Andi Offset: Yogyakarta.
Tandelilin, Eduardus, 2001, Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi Pertama, BPFE: Yogyakarta
Utami, Mudji dan Rahayu, Mudjilah, 2003, Peran Profitabilitas, Suku Bunga, Inflasi dan Nilai Tukar Dalam Mempengaruhi Pasar Modal Indonesia Selama Krisis Ekonomi, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 5, No. 2, hal. 123-131.
Walsh, Ciaran, 2004, Key Management Rations: Rasio-rasio Manajemen Penting. Penggerak dan Pengendali Bisnis, Erlangga: Jakarta
Weston, J.F. dan Copeland, T.E., 1995, Manajemen Keuangan, Jilid 1, Binarupa Aksara: Jakarta.
Yogo, Purnomo, 1998, “Keterkaitan Kinerja Keuangan dengan Harga Saham”, Usahawan, Desember, No. 12, Th. XXVII, hal. 33-38.