Sri Marhaeni Salsiyah,
Dody Setyadi
Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang
Jl.
Prof. Sudarto. S.H.. Tembalang. Kotak Pos 6199/SMS Semarang 50061
ABSTRACT
The aims of this study is to analyze the role of
social capital in providing alternative financing for individuals to increase
public welfare through the social
gathering of motor vehicles activities
in Semarang city, by taking the
case of the social gathering activities in KPRI Undip, KPRI POLINES and in RS
Tugurejo Semarang. Targets to be achieved is to determine predictive models of
participant involvement in a context of employment and income so that
organizers can estimate the likelihood that participants will take away the
right of acquisition of social gathering in the form of money or goods. It also
determines the period of withdrawal time gathering the most profitable for the
participants in accordance with the objectives of participants in a social
gathering to follow. The research method used was a survey method with
statistical analysis approach of logistic regression models and mathematical
models of finance. The results showed that most participants were female
gathering, minimum education D3, 30-year-old , not as head of household, worked as a civil
servant, preferring to follow the type of gathering that is gathering the motor,
followed by social gathering grounds as a means of saving money and wanted the
acquisition of social gathering in the form of money. For inference analysis
shows that there is a tendency of respondents with the status of civil servants
have greater opportunity to take a social gathering in the form of money,
whereas for respondents who earn more tend to have a greater possibility to
take a social gathering in the form of vehicles or vehicles and money .
Furthermore, from the results of the financial analysis also resulted in the
finding that for the group of respondents who intended to follow the gathering
is to obtain alternative sources of funding, it would be advantageous to take a
social gathering at the beginning of the period, while aiming to be more
profitable investments took a social gathering at the end of the period. In
general, the implementation of social gathering to meet the expectations of the
participants are able to fulfill the needs of funds and vehicles even though
most of them joint that the gathering is as a means of gathering or to meet
social needs, so it can be concluded that the role of social capital in order
to meet the need to improve the economic welfare is big enough .
Keywords: social capital, social gathering
activities, Improved Welfare
PENDAHULUAN
Sikap dan gaya hidup individu saat ini cenderung
mengutamakan peningkatan kualitas hidup baik yang ditandai dengan bergesernya
kebutuhan primer dalam bentuk barang maupun kebutuhan pembiayaan guna berbagai
kepentingan seperti pembiayaan rekreasi, pembiayaan pendidikan, pembiayaan
rehabilitasi rumah dan sebagainya. Kebutuhan primer barang juga telah bergeser,
yang semula kebutuhan akan kendaraan sebagai alat transportasi dianggap sebagai
barang mewah, saat ini adalah merupakan kebutuhan primer dalam kerangka peningkatan
kualitas hidup tersebut.
Terdapat beberapa alasan mengapa arisan
banyak diminati oleh peserta atau masyarakat
yaitu: Pertama adalah sebagai ajang
silaturahmi yang banyak diyakini dapat menambah rezeki dan panjang umur, Kedua
mendapatkan kenalan baru yang biasanya akan terjadi interaksi diantara anggota
arisan yang berasal dari berbagai bagian, departemen, instansi
maupun daerah lain yang berbeda-beda, Ketiga adalah sebagai sarana pemasaran
dan membuat jaringan yang dimungkinkan karena aspek silaturahmi dan memperoleh
kenalan baru akan dilanjutkan dengan memasarkan produk dan membuat jaringan
diantara sesama anggota arisan, Ke empat
adalah belajar menabung, yang berarti bahwa kegiatan arisan pada
dasarnya adalah aktivitas menabung jika memperoleh haknya kebetulan diakhir
putaran arisan, sehingga berarti peserta arisan dipaksa untuk menyisihkan
pendapatannya dimuka guna memenuhi tuntutan yaitu menyetor sejumlah dana yang
dibutuhkan guna kegiatan arisan, Kelima adalah proses perencanaan keuangan,
yaitu menunjukan bahwa kegiatan arisan adalah mendorong peserta melaksanakan
proses perencanaan keuangan (Ahmad Gozali).
TELAAH PUSTAKA
Modal sosial
adalah suatu konsep dengan berbagai definisi yang saling terkait, yang
didasarkan pada nilai jaringan sosial. Sejak konsepnya dicetuskan, istilah
"modal sosial" telah digambarkan sebagai "sesuatu yang sangat
manjur" [Portes, 1998:1] bagi semua masalah yang menimpa komunitas dan
masyarakat pada masa kini. Sementara berbagai aspek dari konsep ini telah
dibahas oleh semua bidang ilmu sosial, sebagian menelusuri penggunaannya pada
masa modern kepada Jane Jacobs pada tahun 1960-an. Namun ia tidak secara
eksplisit menjelaskan istilah modal sosial melainkan menggunakannya
dalam sebuah artikel dengan rujukan kepada nilai jaringan. Uraian mendalam yang
pertama kali dikemukakan tentang istilah ini dilakukan oleh Pierre Bourdieu
pada 1972 (meskipun rumusan jelas dari karyanya dapat ditelusuri ke tahun
1984). James Coleman mengambil definisi Glenn Loury pada 1977 dalam
mengembangkan dan memopulerkan konsep ini. Pada akhir 1990-an, konsep ini
menjadi sangat populer, khususnya ketika Bank Dunia mendukung sebuah program
penelitian tentang hal ini, dan konsepnya mendapat perhatian publik melalui
buku Robert Putnam pada tahun 2000, Bowling Alone Pengertian Modal
sosial adalah bagian-bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma
dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi
tindakan-tindakan yang terkoordinasi. Modal sosial juga didefinisikan sebagai
kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau
bagian-bagian tertentu dari masyarakat tersebut. Selain itu, konsep ini juga
diartikan sebagai serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki bersama
di antara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama.
Istilah modal
sosial pertama kali muncul pada tulisan L.J Hanifan (1916) dalam konteks
peningkatan kondisi hidup masyarakat melalui keterlibatan masyarakat, niat baik
serta atribut-atribut sosial lain dalam bertetangga. Dalam karya tersebut,
muncul ciri utama dari modal sosial yakni membawa manfaat internal dan
eksternal. Setelah karya Hanifan, The Rural School of Community Center,
istilah modal sosial tidak muncul dalam literatur ilmiah selama beberapa
dekade. Pada tahun 1956, sekelompok ahli sosiologi perkotaan Kanada
menggunakannya dan diperkuat dengan kemunculan teori pertukaran George C.Homans
pada tahun 1961. Pada era ini, istilah modal sosial muncul pada pembahasan
mengenai ikatan-ikatan komunitas. Penelitian yang dilakukan James S. Coleman
(1988) di bidang pendidikan dan Robert Putnam (1993) mengenai partisipasi dan
performa institusi telah menginspirasi banyak kajian mengenai modal sosial saat
ini.
Peranan
Modal Sosial
Modal Sosial (Social
Capital) Menurut World Bank (1998), social capital adalah “…a society includes the institutions, the
relationships, the attitudes and values that govern interactions among people
and contribute to economic and social development”. Namun, social capital tidaklah sederhana hanya
sebagai jumlah dari seluruh institusi yang ada, namun ia adalah juga semacam
perekat yang mengikat semua orang dalam masyarakat. Dalam social capital dibutuhkan adanya “nilai saling berbagi” (shared values) serta pengorganisasian peran-peran
(rules) yang diekspresikan dalam
hubungan-hubungan personal (personal
relationships), kepercayaan (trust),
dan common sense tentang tanggung
jawab bersama; sehingga masyarakat bukan hanya sekedar kumpulan individu
belaka. Putnam (1995) mengartikan modal sosial sebagai “features of social organization such as networks, norms, and social
trust that facilitate coordination and cooperation for mutual benefit”.
Modal sosial menjadi perekat bagi setiap individu, dalam bentuk norma,
kepercayaan dan jaringan kerja, sehingga terjadi kerjasama yang saling
menguntungkan, untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini juga mengandung
pengertian bahwa diperlukan adanya suatu social
networks (“networks of civic engagement”) - ikatan/jaringan sosial yang ada
dalam masyarakat, dan norma yang mendorong produktivitas komunitas. Bahkan
lebih jauh, Putnam melonggarkan pemaknaan asosiasi horisontal, tidak hanya yang
memberi desireable outcome (hasil
pendapatan yang diharapkan) melainkan juga undesirable
outcome (hasil tambahan). Tiga hal yang
sama juga digambarkan oleh Grootaert (1999) bahwa semakin meningkatnya stock social capital, meningkat pula ex
post kesejahteraan masyarakat (net
benefit) sebagai hasil meningkatnya jumlah transaksi, joint venture,
output, kualitas hidup, kualitas lingkungan dan kemudahan lainnya yang
dinikmati oleh penduduk. Secara umum, ada delapan elemen yang berbeda dalam social capital, yaitu partisipasi pada
komunitas lokal, proaktif dalam konteks sosial, perasaan trust dan safety,
hubungan ketetanggaan (neighborhood
connection), hubungan kekeluargaan dan pertemanan (family and friends connection), toleransi terhadap perbedaan (tolerance of diversity), berkembangnya
nilai-nilai kehidupan (value of life),
dan ikatan-ikatan pekerjaan (work
connection). Dari uraian di atas dapat disebutkan beberapa fungsi dan peran
modal sosial sebagai berikut;
1. Membentuk solidaritas sosial masyarakat dengan
pilar kesukarelaan.
2. Membangun partisipasi masyarakat .
3. Penyeimbang hubungan sosial dalam masyarakat .
4. Sebagai pilar
demokrasi.
5. Agar masyarakat mempunyai bargaining position (posisi tawar) dengan pemerintah.
6. Membangkitkan keswadayaan dan keswasembadaan
ekonomi.
7. Sebagai bagian dari mekanisme manajemen konflik.
8. Menyelesaikan konflik sosial yang terjadi dalam
masyarakat.
9. Memelihara dan membangun integrasi sosial dalam
masyarakat yang rawan konflik.
10. Memulihkan masyarakat akibat konflik, yaitu guna
menciptakan dan memfasilitasi proses rekonsiliasi dalam masyarakat pasca
konflik.
11. Mencegah disintegrasi sosial yang mungkin lahir
karena potensi konflik sosial tidak dikelola secara optimal sehingga meletus
menjadi konflik kekerasan.
12. Modal sosial yang berasal dari hubungan antar
individu dan kelompok bisa menghasilkan trust, norma pertukaran, serta civic engagement sehingga dapat berfungsi menjadi perekat sosial yang
mampu mencegah konflik kekerasan.
Unsur
Arisan
Arisan adalah sebuah kegiatan mengumpulkan uang oleh
beberapa orang dengan nilai yang sama. Uang yang terkumpul tersebut kemudian
dimenangkan oleh seseorang yang merupakan salah satu peserta dengan cara
mengundinya. Pengumpulan uang dan undian ini dilakukan rutin secara berkala
sampai semua orang mendapatkannya (Ahmad
Gozali).
Unsur pertama,
pertemuan yang diadakan secara rutin dan berkala memberi keuntungan dapat
dijadikan sebagai sarana untuk bersosialisasi, menambah pertemanan dan sarana
pemasaran hanya unsur negatifnya dapat menjadi sarana komunikasi informal
berupa gosip.
Kedua adalah pengumpulan uang oleh anggota dengan
nilai yang sama. Keuntungannya adalah dapat dijadikan sebagai sarana untuk
belajar menabung, karena rutinitas pengumpulan uang tersebut adalah bersifat
memaksa sehingga peserta menjadi dipaksa menyisihkan uangnya guna kepentingan
tersebut yang berarti dipaksa menabung.
Terakhir adalah penyerahan uang yang terkumpul
kepada pemenang yang ditentukan melalui pengundian ataupun cara lain misal
lelang uang muka. Hal ini menjadi sarana untuk berlatih merencanakan skala
prioritas kebutuhan dan alokasi anggaran yang tepat dalam memenuhi kebutuhan
dan keinginan individu karena tidak setiap kebutuhan akan dapat segera
terpenuhi namun melalui undian atau lelang.
Tujuan Penelitian
a.
Menganalisis alasan umum yang menjadi
daya tarik arisan yang meliputi sebagai ajang silaturahim, sarana untuk
mendapatkan relasi baru, merupakan sarana pemasaran, sarana belajar menabung
dan sebagai langkah dalam perencanaan keuangan sebagai penentu dalam mengambil
keputusan untuk ikut sebagai peserta arisan.
b. Menganalisis
pengaruh faktor pekerjaan dan pendapatan terhadap keputusannya untuk mengambil
arisan dalam bentuk uang.
Manfaat
Penelitian
a.
Mengembangkan peranan modal sosial dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
b.
Mendorong budaya menabung masyarakat
Sumber Data, Populasi dan Sampel
Data yang diambil adalah data
primer yang bersumber dari peserta arisan kendaraan bermotor yang dilaksanakan
di beberapa tempat di kota semarang yaitu di KPRI Undip, KPRI Polines dan di RS
tugu Rejo Semarang. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh peserta
arisan kendaraan bermotor
yang berjumlah kurang lebih total 850
orang, sehingga akan dilakukan sampling di tiga
lokasi masing-masing mengambil sampel sebesar 10 % dari populasi di
masing-masing lokasi tersebut dan dibulatkan menjadi 100 responden.
Metode Pengambilan Data
Observasi, yaitu
mengadakan pengamatan langsung pada saat kegiatan arisan diselenggarakan, yang
bertujuan untuk mengamati perilaku peserta
arisan melalu bahasa tubuh yang diperlihatkan sehingga akan memperkuat
interpretasi penemuan data melalui kuesioner.
Kuesioner, adalah
daftar pertanyaan yang digunakan untuk menggali informasi guna mengetahui
pendapat responden dan persepsi mereka tentang kegiatan arisan serta bagaimana motivasi peserta dalam
kegiatan tersebut.
Interview, adalah kegiatan tanya jawab dengan
responden yang berguna untuk menggali informasi lebih mendalam. Biasanya
dilakukan bila jawaban yang tertulis di kuesioner agak kurang meyakinkan atau
ingin mengetahui alasan dari jawaban tersebut.
Metode
Analisis Data
1. Untuk
menentukan prosentase keterlibatan peserta menurut alasan yang diberikan
akan dilakukan analisis Deskriptif
yaitu statistik deskriptif dengan bantuan tabel frekuensi maupun tabel silang.
2. Untuk
menentukan prosentase keterlibatan peserta dalam keputusannya untuk
mengikuti lelang menurut alasan yang
diberikan akan digunakan pula analisis statistik Deskriptif
3. Untuk
Menentukan pengaruh dari pekerjaan dan Pendapatan terhadap keputusan peserta
untuk memilih perolehan arisan dalam bentuk uang atau barang akan digunakan
Analisis Regresi Logistik Berganda
dengan formulasi sebagai berikut :
Y = b0 +
b1 Ipek1 +b2 Ipek2 + b3 IPend1 + b4Ipend2 + E
Keterangan :
Y = Ln P/ 1-P
P = Probabilitas peserta
mengambil Uang
1-P= Probabilitas peserta mengambil barang
Ipek1 = Indikator Pekerjaan 1 yaitu Pegawai Negeri
Ipek2 = Indikator Pekerjaan 2 yatu Pegawai Swasta
Ipek3 = sebagai reference Kategori tidak muncul
dalam model
Ipend1 = Indikator Pendapatan
1 > Rp 4000.000,-
Ipend2= Indikator Pendapatan
2 Rp 2000.000,- s/d Rp 4000.000,-
Ipend3= Tidak muncul dalam model
sebagai reference Kategori
4. Untuk
menentukan probabilitas adalah dengan jalan menghitung hasil temuan yang
dicapai dari model regresi logistik tersebut .
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif
Persentase terbesar peserta arisan adalah perempuan yaitu sebesar 67 %. Hal ini
menunjukkan bahwa kesempatan wanita untuk
mengatur dana dalam rumah tangga saat ini adalah sama dengan pria.
Persentase
terbesar pendidikan peserta arisan adalah S2 yaitu 35 % bahkan jika dilihat
dari responden yang berpendidikan minimal D3 nampak bahwa peserta arisan
sebagian besar minimal berpendidikan minimal D3 yaitu sebesar 67 %. Sedangkan
yang berpendidikan SLA adalah sebesar 33 %. Kondisi
tersebut menunjukan bahwa peserta arisan sebagian besar adalah anggota
masyarakat yang terdidik dan mampu menghitung secara cermat untung dan ruginya
mengikuti Arisan. Disisi lain adapula kaitannya dengan
tingkat pendapatan yang mereka peroleh,
yaitu untuk kalangan terdidik biasanya memiliki penghasilan lebih yang
dapat digunakan untuk kegiatan arisan atau investasi dibidang lain, sedangkan
kalangan yang berpendidikan lebih rendah, biasanya hanya berpenghasilan cukup
untuk kebutuhan sehari-hari dan hanya mampu investasi dalam jumlah terbatas,
sehingga jika mereka sudah menanamkan dananya pada satu dua kegiatan investasi,
maka tidak dapat lagi mengalokasikan dananya, untuk kegiatan investasi
berikutnya.
Persentase
terbesar peserta arisan adalah berusia > 40 tahun yaitu sebesar 56 %. Hal
ini berkaitan pula dengan trend pendapatan yang biasanya akan lebih besar untuk
mereka yang berusia lebih tua karena masa kerja yang lebih lama, golongan yang
lebih tinggi dan sebagainya. Meskipun
demikian adapula kelompok terbesar kedua yaitu mereka yang berusia antara 30 -
40 tahun. Hal ini juga memiliki kaitan dengan pendapatan dan untuk kelompok ini
adalah merupakan kelompok produktif, sehingga peluang untuk memperoleh
pendapatan lain menjadi lebih besar. sehingga mampu memperoleh penghasilan yang
lebih besar dan memiliki kelonggaran dalam menentukan alokasi penghasilannya
termasuk diantaranya untuk menabung maupun investasi maupun arisan.
Prosentase
terbesar adalah responden dengan karakteristik pekerjaan sebagai pegawai negeri
yaitu sebesar 61,0 %. Kondisi tersebut
dapat mendukung keamanan dan kelancaran arisan sehingga akhirnya memperkecil
resiko kerugian akibat macet. Kondisi tersbut dapat meningkatkan kepercayaan
peserta terhadap panitia arisan.
Prosentase
terbesar terdapat pada responden dengan karakteristik Bukan sebagai kepala
rumah tangga yaitu sebesar 62 %. Hal ini
menunjukkan bahwa meskipun responden bukan
sebagai kepala rumah tangga namun mereka mampu memutuskan untuk melakukan
alokasi penghasilan rumah tangga untuk kegiatan arisan sehingga dapat diartikan
bahwa peserta arisan memiliki keleluasaan dalam mengalokasikan anggarannya.
Kondisi tersebut dapat terjadi jika mereka
memiliki penghasilan sendiri atau diberi kebebasan oleh kepala rumah
tangga untuk mengalokasikan penghasilan yang telah diberikan.
Prosentase responden terbesar adalah
responden dengan penghasilan minimal sebesar Rp 4.000.000,-, yaitu sebesar 55
%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan
antara kemampuan responden secara ekonomi dengan kebebasannya untuk
mengalokasikan penghasilan khususnya untuk mengikuti kegiatan arisan. Untuk
mereka yang berpenghasilan dibawah Rp 4.000.000,-juga memiliki prosentase yang
masih cukup besar yaitu 45 %.
Prosentase
terbesar adalah responden yang mengikuti arisan sepeda motor saja yaitu sebesar
89 %. Hal ini dimungkinkan karena wilayah pengamatan dari peneliti adalah KPRI
polines, RS Tugu Rejo dan KPRI undip. Peneliti memberikan kuesioner pada
anggota yang ditemui saat pengambilan data sehingga tidak melakukan pengambilan
sampel secara proporsional. Metode ini digunakan untuk menghindari keseragaman
jawaban responden saat mereka mengisi kuesioner secara bersama-sama sehingga
dapat menimbulkan bias.
Prosentase
terbesar adalah responden yang menginginkan perolehan arisan dalam bentuk uang yaitu sebesar 77 %. Hal ini menunjukkan
indikasi bahwa responden menganggap bahwa pelaksanaan arisan adalah sebagai
sumber pembiayaan alternatif non investasi guna memenuhi kebutuhan yang timbul
sewaktu- waktu. Kondisi tersebut dimungkinkan
dengan adanya prosedur penarikan yang lebih mudah dan pemberlakuan sistem
lelang, sehingga peserta arisan dapat sewaktu-waktu memutuskan untuk melakukan
penarikan sesuai dengan kebutuhan.
Prosentase
terbesar responden menyatakan bahwa mengikuti arisan adalah sebagai sarana
menabung yaitu sebesar 77 %. Hal ini
sebenarnya cukup konsisten dengan hasil analisis yang menghasilkan temuan bahwa
sebagian besar responden menginginkan perolehan arisan adalah dalam bentuk
uang. Sebab umumnya menabung akan menginginkan kembali uang yang mereka
kumpulkan kelak jika mereka perlukan.
Prosentase
terbesar responden (peserta arisan) menyatakan telah mempunyai rencana kapan
mereka akan menarik arisan yaitu sebesar 51 % (secara kumulatif). Yang terdiri
15 % menginginkan menarik pada awal periode, 18 % pada pertengahan periode dan 18 % memilih
pada akhir periode. Sedangkan prosentase sisanya sebesar 49 % menyatakan belum
memiliki perencanaan.
Terdapat
kecenderungan wanita lebih menyukai untuk mengikuti satu jenis arisan dan lebih
menyukai untuk ikut arisan motor. Hal ini ditunjukkan
oleh prosentase yang lebih besar untuk ikut arisan mobil adalah respoden
laki-laki, sedangkan untuk prosentase lebih besar yang ikut arisan motor adalah
dari responden perempuan.
Terdapat
kecenderungan responden yang berusia > 40 lebih menyukai untuk mengikuti dua
jenis arisan dan lebih menyukai untuk ikut arisan mobil. Hal ini ditunjukkan
oleh prosentase yang lebih besar untuk ikut arisan mobil adalah respoden yang
berusia >40. sedangkan untuk prosentase lebih besar yang ikut arisan motor
adalah dari responden yang berusia maksimal maksimal 40 yaitu sebsar 51%.
Responden yang berstatus sebagai kepala rumah tangga mempunyai
kecenderungan untuk mengikuti 2 jenis arisan yaitu sebesar 7 %, dan jenis
arisan yang lebih disukai adalah arisan mobil yaitu sebesar 8 %. Hal ini
berbeda dengan mereka yang berstatus bukan sebagai kepala rumah tangga lebih
menyukai untuk mengikuti satu jenis arisan
karena prosentase yang menjawab mengikuti 2 arisan hanya 3 % dan arisan yang
diikuti adalah arisan motor, yaitu sebesar 59 %.
Semakin
mapan pekerjaan individu semakin memiliki keberanian untuk mengikuti 2 jenis
arisan. PNS yang megikuti arisan motor dan mobil
sekaligus adalah sebesar 7% dan merupakan prosentase yang
lebih besar bila dibanding prosentase responden yang bekerja di swasta dan
mengikuti 2 jenis arisan yaitu hanya sebesar 3 %.
Terdapat
kecenderungan semakin besar penghasilan responden akan semakin besar
kemungkinannya untuk mengikuti arisan lebih dari satu jenis. Hal ini ditunjukkan
oleh besarnya prosentase responden yang memiliki penghasilan minimal Rp 4.000.000,-
,yang mengikuti dua jenis arisan yaitu sebesar 8 %. Sedangkan yang
berpenghasilan dibawah Rp 4000.000,- dan mengikuti dua jenis arisan memiliki
prosentase yang lebih kecil yaitu sebesar 2 %.
Terdapat
kecenderungan semakin tinggi pendidikan akan semakin besar
kemungkinannya untuk mengikuti arisan lebih dari satu jenis. Hal ini ditunjukan
oleh prosentase terbesar responden yang mengikuti arisan motor dan mobil,
adalah kelompok responden yang berpendidikan S2, yaitu sebesar 6 %.
Responden
yang memberikan alasan mengikuti arisan
adalah sebagai sarana menabung, memilki prosentase terbesar untuk mengikuti
lebih dari satu jenis arisan. Hal ini ditunjukkan prosentase responden yang mengikuti arisan
dengan alasan sebagai sarana menabung dan mengikuti arisan motor sekaligus
mobil, adalah sebesar 7 %. Dengan kata lain utnuk mengikuti arisan lebih dari
satu jenis, peserta / responden akan
lebih didorong oleh faktor bersifat ekonomi bukan oleh motif sosial.
Responden
yang belum mempunyai rencana dan mengikuti arisan mobil saja menyatakan akan
mengambil pada akhir periode, untuk yang
mengikuti arisan motor saja sebagian besar sudah merencanakan kapan akan mengambilnya yaitu 15
% mengambil pada awal periode, 18 % pada pertengahan periode dan 13 % pada
akhir periode, sedangkan 43 % nya masih belum memiliki perencanaan kapan akan
mengambilnya. Selanjutnya untuk mereka yang mengikuti arisan motor dan mobil
sebagian besar juga belum merencanakan kapan akan mengambilnya.
Dari
sisi persentase relatif, besarnya prosentase perempuan yang
mengambil uang adalah sebesar 75 % sedangkan dengan memperhatikan prosentase
absolut maka responden perempuan yang
mengambil uang secara adalah sebesar 50
%. Selanjutnya dari sisi prosentase
relatif, responden laki-laki yang
menginginkan perolehan dalam bentuk uang
adalah sebesar 81,8% sedangkan secara absolut prosentase responden
laki-laki yang menginginkan perolehan dalam bentuk uang adalah sebesar 27 %.
Prosentase
responden yang berusia > 40 tahun yang menginginkan Kendaraan dan Uang
adalah sebesar 11% sedangkan untuk kelompok yang mengambil kendaraan pada
kelompok usia tersebut juga sebesar 7 %. Dapat diartikan bahwa terdapat
kecenderungan semakin tua usia responden semakin besar kemungkinannya untuk
mengambil arisan dalam bentuk kendaraan,
selain masih menginginkan perolehan arisan dalam bentuk uang.
Prosentase
responden yang berstatus sebagai kepala rumah tangga dan menginginkan perolehan
arisan dalam bentuk uang adalah sebesar 28 % sedang bila dengan memperhatikan
prosentase relatif dari kelompok responden yang berstatus sebagai kepala rumah
tangga saja maka utnuk responden yang menginginkan memperoleh arisan dalam bentuk uang adalah sebesar
74%.
Responden
yang berstatus sebagai Pegawai negeri sipil mempunyai kemungkinan yang lebih
besar untuk menginginkan perolehan arisan
dalam bentuk kendaraan dan uang maupun kendaraan saja. Hal ini ditunjukkan
dengan prosentase terbesar kelompok responden yang berstatus PNS yang
menginginkan perolehan arisan dalam bentuk kendaraan sebesar 7 % dan yang
menginginkan memperoleh dalam bentuk uang dan kendaraan adalah sebesar 11 % .
Kelompok
responden yang menginginkan perolehan arisan dalam bentuk
kendaraan seiring dengan meningkatnya pendapatan yaitu 8 % untuk reponden yang
berpenghasilan < Rp 4.000.000,-, 12,9 % untuk yang berpenghasilan Rp
4.000.000,- s/d Rp 6.000.000,- dan 12,5 % untuk yang berpenghasilan > Rp
6.000.000,-. Kondisi tersebut masih diperkuat dengan temuan prosentase terbesar
responden yang mengambil uang dan kendaraan adalah terdapat pada kelompok
responden yang berpenghasilan > Rp 6.000.000,-. Jadi kesimpulan yang menyatakan
bahwa semakin tinggi penghasilan responden akan semakin besar kemungkinannya
untuk menginginkan perolehan arisan dalam bentuk kendaraan atau kendaraan dan
uang.
Persentase
responden yang berpendidikan SMA yang mengambil arisan dalam bentuk uang secara
absolut adalah sebesar 33 % dan secara relatif menunjukan persentase
sebesar 100 % yang berarti bahwa seluruh responden (peserta arisan) yang
diambil sebagai sampel dalam penelitian ini, menginginkan untuk memperoleh
arisan dalam bentuk uang.
Disisi
lain responden yang berpendidikan minimal D3 akan mengharapkan untuk memperoleh
arisan tidak hanya uang namun juga dalam bentuk kendaraan atau kendaraan dan
uang. Hal ini ditunjukkan
oleh besarnya persentase yang semakin tinggi dari responden yang berpendidikan semakin
tinggi dan menginginkan perolehan dalam bentuk kendaraan atau kendaraan dan
uang. Masing-masing untuk kelompok yang menginginkan perolehan kendaraan yang
berpendidikan D3, S1 dan S2 adalah sebesar 4 %, 2 % dan 5 % sedangkan untuk
responden yang menginginkan untuk memperoleh arisan dalam bentuk kendaraan dan
uang yang berpendidikan D3, S1 dan S2 adalah sebesar 1 %, 2% dan 9%.
Responden
yang menyatakan hanya mengikuti satu jenis arisan yaitu arisan mobil saja,
menginginkan perolehan arisan adalah dalam bentuk uang, sedangkan yang
mengikuti arisan motor saja akan menginginkan perolehan arisan sebagian besar
dalam bentuk uang dan sebagian yang lain dalam bentuk kendaraan atau kendaraan
dan uang. Selanjutnya yang mengikuti dua jenis arisan yaitu arisan motor dan
mobil akan menginginkan sebagian dalam bentuk kendaraan atau kendaraan dan uang
namun sebagian besar masih menginginkan perolehan dalam bentuk uang.
Secara umum seluruh responden yang datang mengikuti
arisan dengan berbagai alasan masih menginginkan perolehan arisan adalah dalam
bentuk uang yaitu sebesar 77 %, sedangkan alasan paling sering dikemukakan oleh
peserta adalah sebagai sarana menabung yaitu sebesar 71 %. Sebagian besar
responden juga menyatakan alasannya mengikuti arisan, adalah alasan yang
bersifat ekonomi.
Responden
yang merencanakan menarik arisan pada awal periode cenderung memilih perolehan
arisan dalam bentuk uang, yaitu ditunjukan dengan besarnya prosentase yang
menginginkan perolehan uang untuk kelompok ini yaitu sebesar 14 %. Sedangkan
untuk responden yang merencanakan menarik arisan pada pertengahan periode akan
menginginkan perolehan arisan tidak hanya uang tapi juga dalam bentuk
kendaraan masing-masing dengan
prosentase 5 % menginginkan menarik dalam bentuk kendaraan saja, 13 %
menginginkan perolehan arisan dalam bentuk uang. Selanjutnya untuk responden
yang merencanakan menarik arisan pada akhir periode akan menginginkan perolehan
masing-masing 1 % dalam bentuk kendaraan, 12 % dalam bentuk uang dan 5 % dalam
bentuk kendaraan dan uang.
Analisis Inferensi
Analisis yang dilakukan adalah
dengan menggunakan pendekatan regresi logistik berganda. Analisis ini digunakan
untuk mengetahui pengaruh pekerjaan dan penghasilan terhadap kemungkinannya
untuk mengambil arisan dalam bentuk uang atau barang.
Hasil Analisis dapat diketahui dari tabel-tabel berikut:
Case Processing
Summary
Unweighted Cases(a)
|
N
|
Percent
|
|
Selected Cases
|
Included in Analysis
|
100
|
100,0
|
Missing Cases |
0
|
,0
|
|
Total |
100
|
100,0
|
|
Unselected Cases
|
0
|
,0
|
|
Total
|
100
|
100,0
|
a If weight is in effect, see classification
table for the total number of cases.
Pengolahan data dengan menggunakan
sampel 100 responden dan tidak ada yang hilang dalam proses pengolahan artinya
semua pertanyaan yang diperlukan guna kepentingan analisis dapat terpenuhi.
Dari tabel summary dapat diketahui bahwa sumbangan
variasi dari variabel independent terhadap variabel dependent nya adalah
sebesar 12 %, sisanya disumbang oleh faktor lain.
Dari tabel variabel yang dimasukkan ke dalam
persamaan nampak bahwa untuk variabel indikator pekerjaan 1 yaitu pegawai
negeri sipil dan indikator pekerjaan 2 yaitu pegawai swasta memiliki nilai
signifikansi yang sangat besar sehingga dimungkinkan keduanya terjadi
multikolonierotas, untuk itu salah satu variabel harus dikeluarkan dari model.
Selanjutnya proses pengeluaran variabel akan
memperhatikan nilai signifikansi yang terbesar yaitu indikator pekerjaan 2
sehingga persamaan baru hanya akan berisi empat variabel yang terdiri dari satu
variabel dependen dan 3 varibel independent. Variabel
dependennya adalah indikator bentuk perolehan yaitu perolehan uang dan
perolehan bukan uang. Varibel independen nya meliputi indikator pekerjaan 1
adalah pekerjaan responden sebagai pegawai negeri sipil, indikator penghasilan
1 adalah penghasilan responden > Rp
6.000.000,- dan indikator penghasilan 2 adalah penghasilan responden Rp 4.000.000, - sampai dengan Rp 6.000.000,-
Hasil pengolahan
data setelah mengeluarkan variabel indikator pekerjaan 2 dapat dilihat pada tabel berikut:
Dari tabel summary nampak bahwa
sumbangan variasi dari variabel independen terhadap variabel dependennya adalah
sebesar 12 % sedangkan sisanya disumbang oleh faktor lain
Dari tabel variabel yang dimasukkan dalam
persamaan nampak bahwa dari ke tiga variabel independen hanya terdapat satu
variabel yang signifikan pada alpha 5
% yaitu variabel indikator penghasilan1.
Arti dari kondisi tersebut dapat dinyatakan bahwa responden yang
berpenghasilan> Rp 6.000.000,- berbeda signifikan dengan responden yang
berpenghasilan < Rp 4.000.000,- (yang dijadikan sebagai reference kategori)
dalam hal kemungkinannya untuk memilih bentuk perolehan arisan dalam bentuk
uang atau bukan hanya uang.
Tabel
1: Proporsi Responden untuk mengambil Uang atau
bukan hanya uang menurut Pekerjaan dan Penghasilan
|
B
|
bn+bo
|
Expbn+bo
|
1+expbn+bo
|
p1
|
1-p1
|
Constant
|
2,435
|
4,87
|
130,3209
|
131,3209
|
0,992385
|
0,007615
|
Ipek1
|
-0,7
|
1,735
|
5,668928
|
6,668928
|
0,850051
|
0,149949
|
Ipengh1
|
-1,347
|
1,088
|
2,968331
|
3,968331
|
0,748005
|
0,251995
|
Ipengh2
|
-0,803
|
1,632
|
5,114093
|
6,114093
|
0,836443
|
0,163557
|
Sumber :
hasil persamaan regresi logistik
Dari tabel, nampak bahwa untuk variabel pekerjaan
dapat dijelaskan bahwa untuk responden dari pegawai negeri memiliki kemungkinan
yang lebih kecil untuk mengambil arisan dalam bentuk uang dibanding responden
yang berprofesi selain pegawai negeri sipil maupun pegawai swasta ( Bukan
pegawai). Hal ini dapat dilihat dari nilai proporsi Indikator pekerjaan 1
adalah sebesar 0,850051 < nilai konstantan sebesar 0,992385. Selanjutnya
dapat pula dijelaskan bahwa semakin kecil penghasilan responden akan semakin besar
kemungkinannya untuk mengambil arisan dalam bentuk uang. Hal ini ditunjukan
dengan nilai proporsi yang semakin besar dari Indikator penghasilan1, Indikator
penghasilan2 dan Konstamta, yaitu masing-masing sebesar 0,748005, 0,836443 dan
0,992385.
Sebaliknya akan nampak bahwa responden yang berstatus
sebagai pegawai negeri sipil akan mempuyai kemungkinan yang lebih besar untuk
mengambil arisan dalam bentuk bukan hanya uang yang ditunjukan dari nilai
proporsi Indikator pekerjaan 1 (untuk
nilai 1-p1) besarnya adalah 0,149949 yang berarti lebih besar dari nilai
proporsi konstantanya yaitu sebesar 0,007615. Dan untuk responden yang
berpenghasilan lebih tinggi juga akan mempunyai kemungkinan yang lebih besar
untuk menginginkan perolehan arisan dalam bentuk bukan hanya uang, yang
ditunjukan oleh nilai proporsi indikator penghasilan 1 dan indikator
pengahsilan 2 yang menginginkan perolehan arisan dalam bentuk bukan hanya uang
(untuk nilai 1 – p1), masing-masing sebesar 0,251995 dan 0,163557 yang
masih lebih besar dari nilai proporsi konstantanya yaitu sebesar 0,007615.
Nilai konstanta adalah nilai dari reference kategori
atau nilai dari varibel pembanding. Variabel pembanding biasanya tidak muncul
namun harus tetap diakui keberadaannya dan digunakan sebagai dasar untuk
membandingkan dengan variabel lain pada saat pengoperasian variabel numerik
yang telah diubah menjadi variabel kategorik.
Dalam hasil pengolahan data
dengan pendekatan analisis regresi logistik berganda, reference kategori akan
muncul pada konstanta sehingga nilai konstanta adalah nilai dari variabel
referensi atau variabel pembanding. Sebagai variabel pembanding adalah
responden yang berstatus bukan sebagai pegawai dan berpenghasilan < Rp
4.000.000,-
KESIMPULAN
Dari hasil
Analisis Deskriptif dapat disimpulkan, sebagian besar responden masih memilih
untuk mengikuti 1 arisan yaitu sepeda motor karena dianggap murah dan
terjangkau, baik melalui potong gaji maupun membayar sendiri
Jika
memperhatikan tingkat pendidikan maka ada kecenderungan semakin tinggi
pendidikan peserta arisan maka semakin
tinggi kemungkinannya untuk mengambil kendaraan bukan uang. Demikian
pula ada kecenderungan bahwa PNS akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mengambil kendaraan dibanding Pegawai Swasta. Jadi terdapat hubungan positif
antara Pekerjaan dan Pendidikan dengan Perolehan dalam bentuk Kendaraan.
Dari hasil Analisis
Inferensial nampak bahwa semakin kecil penghasilan responden / peserta arisan akan
semakin besar kemungkinannya untuk mengambil arisan dalam bentuk uang. Artinya
arisan memiliki fungsi sebagai sumber pinjaman tanpa bunga dan birokrasi yang
komplesks. Selanjutnya pengaruh pekerjaan juga dapat dijelaskan bahwa
probabilitas pegawai negeri sipil dan pegawai swasta untuk mengambil arisan
dalam bentuk uang masih lebih kecil bila
dibanding probabilitas peserta / responden yang tidak memiliki pekerjaan tetap/
bukan pegawai.
Sebagian besar
responden masih belum mampu merencanakan kapan waktu yang tepat untuk menarik
arisan apakah pada awal periode, pertengahan periode atau akhir periode. Hal
ini terbukti bahwa terdapat prosentase terbesar pada responden yang menyatakan
belum merencanakan kapan akan menarik arisan, mereka hanya akan menarik kalau
dirasa sudah memerlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Coleman,
James, 1990, Foundation of Social Theory, Cambridge, Mass.: Harvard University
Press, England.
Collier,
P. 1998. Social Capital and Poverty, Social
Development Department, Washington DC: World Bank
Eriyatno.
2003. Sistem Ekonomi Kerakyatan: Suatu
Tinjauan Dari Ilmu Sistem, Majalah Perencanaan Pembangunan, No.04, Maret
2003.
Ghozali,
Imam,2007, Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang
Gujarati,
Damodar, 1999, Basic Economics, 3nd
Edition, McGraw-Hill, Inc, Singapore
Grootaert,
C. 1999. Social Capital, Household Walfare and Poverty In Indonesia,
Social Development Department. Washington DC: World Bank
Grootaert, C.
2001, Social Capital: The Missing Link. The World Bank. Social Capital
Initiative. Working Paper
no.3. Washington DC: World Bank.
Nazir,
M. 1988. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Putnam,
R. 1995. “The
Prosperous Community - Social Capital and Public Life”. American
Prospect. Washington DC: World Bank
Subejo.
2004. Peranan Social Capital Dalam Pembangunan Ekonomi: Suatu Pengantar Studi Social Capital di Pedesaan Indonesia.
Majalah Agro Ekonomi vol. 11. No.1 juni 2004.
Sulistyowati,
Budi. 1998. Dampak Lingkungan Sosial Dan
Budaya, Makalah Seminar Lembaga Peneltian Ekonomi Dan Masyarakat (LPEM)
Universitas Indonesia.
http://www.worldbank.org/prem/poverty/scapital/
wkrppr/sciwp2.pdf. 9 Mei 2005. World Bank. 2001. Empowerment and Poverty
Reduction – A Sourcebook. Washington DC: World Bank
World
Bank. 2005. Social Capital, Empowerment, and Community Driven Development.
http://info.worldbank.org/etools/bspan/PresentationView.asp?PID=936&EI
D=482, 11 Mei 2005