Laman

ANALISA DISKRIPTIF ORIENTASI PELANGGAN TENAGA PENJUAL PADA BMT DI SEMARANG JAWA TENGAH


Taviyastuti
Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang
Jl. Prof.H.Sudarto, SH, Tembalang,Kotak Pos 6199/SMS Semarang 50061


ABSTRACT
The sample of the study was 100 salesperson / marketing personnel BMT in Semarang, Central Java. Techniques of data collection using questionnaires, interviews, observations and literature. The results of the descriptive analysis using index numbers and using five criteria box method known customer Orientari BMT salespeople were high (69,03). The results of descriptive analysis of the three indicators used to measure customer orientation in this study are: To provide accurate information to customers including higher or equal to 72.7 the best deals to customers including higher or equal to 70.1 and Provide solutions to problems / customer complaints including higher or equal to 64.3

Keywords: Salespeople BMT, descriptive analysis, orientation pelangga

PENDAHULUAN
Pada era globalisasi ini, persaingan di semua sektor tidak bisa lagi dielakan, terutama sekali di sektor bisnis. Kondisi ini menuntut perusahaan untuk menjadi yang terdepan, tercepat dan terbaik dalam memberikan pelayananya kepada konsmen. Satu hal yang dapat diupayakan agar memenangkan persaingan adalah dengan mengelola tenaga penjual. Pengelolaan tenaga penjual secara profesional membuka peluang bagi perusahaan untuk memenangkan persaingan yang berkelanjutan. Disamping itu perusahaan juga akan memenangkan persaingan apabila berorientasi kepada pelanggan melalui tenaga penjualannya.
Penjualan yang berorientasi kepada pelanggan berhubungan positif dengan kepuasan pelanggan dan tenaga penjual. (Goff et al, 1997 dalam Sergio Roman 2001).dan kepercayaan kunsumen terhadap tenaga penjual.  Knight et al. (2007)  berpendapat bahwa orientasi pelanggan merupakan kunci sukses baik tenaga penjual dan  organisasi di masa datang.  Perusahaan dan tenaga penjualnya harus makin fokus pada apa yang menjadi harapan dan kebutuhan pelanggan. Tugas mengelola hubungan dengan pelanggan bukanlah tugas mudah. Seorang  tenaga penjual tidak hanya dituntut melayani pelanggan dengan baik saja, tetapi  juga dituntut untuk dapat mencapai target penjualan, target pelanggan  dan  target keuntungan yang telah ditetapkan oleh perusahaan melalui manajer penjualan.  Lebih jauh, praktek penjualan yang berorientasi pelanggan mampu meningkatkan hubungan penjual-pembeli (William, 1998). Sebuah rute strategi penjualan yang dibutuhkan dan disusun dengan sebuah perencanaan baik dan terarah merupakan jawaban atas bagaimana tenaga penjual dapat melakukan tugas mereka dengan baik (Asatuan dan Ferdinand , 2004).
Tulisan ini bersumber dari penelitian tesis saya yang berjudul “Studi Peningkatan Kinerja Melalui Kompetensi Tenaga Penjual (Pada BMT Semarang Jawa Tengah)”.  Orientasi pelanggan merupakan  variabel yang berpengaruh terhadap kompetensi tenaga penjual BMT se Semarang Jawa Tengah yang pada akhirnya dapat mempengaruhi peningkatan kinerjanya. Alasan BMT Semarang dijadikan Obyek karena beberapa alasan, yakni:
1.        BMT di Semarang sebagai lembaga keuangan non perbankan syariah yang membantu UKM dalam mengembangkan usaha.
2.        BMT  di Semarang merupakan pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang  mempunyai dasar operasional syariah yang mana hal ini sangat potensial karena mayoritas penduduk Semarang muslim, hanya saja belum mendapat perhatian secara khusus dari pemerintah saat ini.
3.        BMT di Semarang sebagai usaha bisnis ternyata mampu memberi lapangan kerja bagi  masyarakat Semarang khususnya masyarakat Indonesia pada umumnya.
4.        BMT di Semarang  merupakan pengembangan ekonomi alternatif yang syarie, yang operasionalisasinya mengunakan dasar-dasar  Al Qur’an dan Hadist yang sangat dipengaruhi kemajuannya oleh seluruh komponen yang ada didalamnya terlebih tenaga penjualnya.
5.        BMT di  Semarang, memiliki permasalahan yang sama, yakni  rata-rata perkembangannya belum seperti yang diharapkan, meskipun sebenarnya memiliki prospek yang cerah (mayoritas penduduk Semarang muslim dan adanya Fatwa MUI (2003) tentang haramnya bunga bank).

TELAAH PUSTAKA
Orientasi Pelanggan
Moon dan Bonney (2007) berpendapat orientasi pelanggan merupakan jalan terbaik bagi perusahaan dan tenaga penjual untuk mewujudkan kinerja yang superior. Penekanan pada tugas dan pekerjaan tenaga penjual agar selalu berorientasi pelanggan bukan sebuah kebijakan yang tidak memiliki dasar alasan yang jelas. Tenaga penjual merupakan media atau instrumen penting yang menghubungan perusahaan dengan pelanggan.  Kenyataannya keberhasilan penjualan suatu produk tidak hanya dilihat dari produknya melainkan ditentukan oleh tenaga penjual yang menjual produknya (Pettijohn et al, 2008).
Orientasi pada pelanggan pada dasarnya terbagi ada dua bagian yaitu orientasi berbasis perilaku dan orientasi berbasis sikap.  Orientasi pada sikap diindikasikan sebagai tindakan positip saat berinteraksi dengan pelanggan yang diperlihatkan oleh tenaga penjual dan perusahaan.  Sedangkan orientasi berbasis perilaku menunjukkan kemampuan/kompetensi tenaga penjual dalam melayani para pelanggan sehingga menimbulkan rasa puas dari pelanggan (Stock dan Hoyer, 2005).
Howe et al, (1994)  menyatakan bahwa orientasi pelanggan tidak mempunyai effek langsung dengan kinerja penjualan. Sebaliknya Brown (1988) dalam Howe et all. (1994) dalam penelitianya menemukan bahwa orientasi pelanggan berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjual hanya saja ketika tenaga penjual tersebut berussia 40 tahun atau lebih, lulusan perguruan tinggi dan berpengalaman. Swenson dan Herche (1994) dalam Boles et al (2001) menyatakan bahwa perilaku penjualan berorientasi pelanggan berhubungan positif dengan kinerja tenaga penjualan.

PEMBAHASAN
Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)
Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) merupakan lembaga pendukung peningkatan kualitas usaha ekonomi dan pengusaha kecil bawah berdaasrkan sisem syari’ah. Kegiatan Baitul Mal adalah menerima dan menyalurkan sana zakat, infaq, shodaqoh. Sedangkan kegiatan Baitul Tanwil adalah mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas usaha ekonomi pengusaha kecil bawah dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan pembiaya an usaha ekonomi (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil).
Sejarah berdirinya BMT tidak bisa terlepas dari sejarah berdirinya Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) hasil kerjasama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI).
Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), lahir bermula dari adanya kesadaran baru para Cendikiawan Muslim terhadap fenomena Ekonomi Nasional sekitar era awal tahun 1990-an. Fenomena Ekonomi Nasional tersebut antara lain: Pertama; secara riil implementasi kebijakan pemerintah lebih mengutamakan pertumbuhan ketimbang pemerataan. Kedua; memprioritaskan usaha besar ketimbang usaha menengah dan kecil (konglomerasi). Ketiga; sempitnya peluang penerapan nilai-nilai Islami (syari’ah) dalam kebijakan dan implementasi kebijakan ekonomi, menyebabkan adanya kelompok mayoritas masyarakat Indonesia tidak dapat memainkan peran yang berarti dalam pembangunan ekonomi nasional.
Pada tanggal 19 sampai dengan 22 Agustus 1990 Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya di Cisarua Bogor Lokakarya  dengan thema “Bunga Bank dan Perbankan dalam Islam”. Lokakarya selama tiga hari di Cisarua Bogor berlangsung sukses dan berhasil membentuk Tim tindak lanjut diketuai oleh H.M. Amin Azis, yaitu untuk mempelajari kelayakan pendirikan bank sistem syari’ah Islam di Indonesia dan didukung oleh Tim ICMI. Pada tanggal 1 Mei 1992 beroperasilah Bank Muamalat Indonesia (BMI), Bank pertama di Indonesia yang berdasarkan prinsip syari’ah Islam.
Kehadiran BMI memberi harapan yang besar kepada masyarakat, khususnya umat Islam.. Namun, BMI sebagai lembaga keuangan perbankan yang terikat oleh norma dan aturan yang “hight regulated”, sehingga tidak mampu menjawab  harapan masyarakat, khususnya pengusaha kecil kelas bawah. Keadaan seperti ini tidak didiamkan, tetapi dicermati secara hati-hati dan serius oleh kalangan cendikiawan muslim dan dijadikan pokok bahasan dalam Silaturrahmi Kerja Nasional (SILAKNAS) ICMI tahun 1993 di Jakarta. Hasil SILAKNAS ICMI di Jakarta  merekomendasikan agar dibentuk atau didirikan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) di setiap propinsi di seluruh tanah air. Tetapi hasil evaluasi selama  SILAKNAS ICMI tahun 1994, ternyata belum ada satupun BPRS yang berhasil didirikan.
Hasil evaluasi merekomendasikan SILAKNAS ICMI tahun 1994, agar dikembangkan lembaga keuangan alternatif berdasarkan pola syari’ah atau sistim bagi hasil yang relatif kecil dan fleksibel, maka didirikan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu.
Lembaga otonom PINBUK sebagai Badan Pekerja dari Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINBUK) yang didirikan bersama oleh MUI, ICMI dan BMI yang diresmikan pada tanggal 13 Maret 1995.  Keberadaan lembaga PINBUK merupakan goal antara sebagai entry point atau prasyarat yang harus ada dari bagian strategi pencapaian tujuan (goal obyectif) pendirian/pembentukan BMT. Di mana BMT merupakan tujuan antara untuk menuju tujuan akhir atau goal obyectif yang sesungguhnya, yaitu pemberdayaan Usaha Kecil Bawah, Usaha Kecil dan Usaha Menengah.   (Amir Syarif, 2004)

Metodologi
Obyek dari penelitian ini adalah tenaga penjual/tenaga marketing (yang selanjutnya disebut sebagai tenaga penjual) BMT (baitul maal wattamwil) di Semarang Jawa Tengah.  BMT di Semarang yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah BMT yang bergabung dalam Asosiasi BMT kota Semarang maupun Asosiasi BMT Kabupaten Semarang. BMT (baitul maal wat tamwil) di Semarang pada tahun 2010 berjumlah 26. Sebelas (11)  BMT tergabunng dalam Asosiasi BMT Kota Semarang dan 15 BMT bergabung di Asosiasi Kabupaten Semarang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simpel random sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini 100 sampel. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner, wawancara, observasi dan studi pustaka.

Deskripsi Responden
Responden dari penelitian ini adalah tenaga penjual/ marketing (selanjutnya disebutkan sebagai tenaga penjual) BMT yang bergabung di Asosiasi BMT Kota dan Kabupaten Semarang. Jumlah sampel 100 terdiri dari pria sebanyak  83 orang dan   wanita. 17 orang. Sebanyak 52   responden berasal dari BMT Kabupaten Semarang dan 48 responden berasal dari BMT Kota Semarang.

Analisis Data
Salah satu analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis deskriptif.  Analisa diskripsi terhadap persepsi responden ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran deskriftif mengenai persepsi responden penelitian ini, khususnya mengenai variabel-variabel penelitian yang digunakan.
Analisis deskriptif dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis indeks, untuk menggambarkan persepsi responden secara umum mengenai variabel yang diteliti berdasarkan jawaban dari pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner.
Adapun perhitungan indeks diperoleh dengan menggunakan rumus sebagaimana tersaji dalam Rumus 1.

Rumus 1.
Keterangan                                                                                  
I =       Nilai Indeks
n =       Pilihan nilai dari jawaban responden
f =       Frekuensi munculnya jawaban dalam keseluruhan responden
r =        Angka tertinggi dalam pilihan jawaban (10)
Sumber : Augusty,F (2006) dikembangkan untuk penelitian ini

Teknik skoring yang digunakan dalam penelitian ini adalah mínimum 1 dan maksimum 10. Dengan demikian angka jawaban responden tidak berangkat dari angka 0 tetapi mulai angka 1 hingga 10, maka angka indeks yang dihasilkan akan berangkat dari angka 10 hingga 100 dengan rentang 90. Dengan menggunakan kriteria five box method maka rentang 90 dibagi 5 diperoleh jarak 18.  Oleh karena itu dasar interpretasi nilai indeks dikategorikan dalam lima kelompok sebagai berikut:
10,00 – 28,00 = Sangat Rendah
28,10 – 46,00 = Rendah
46,10 – 64,00 = Sedang
64,10 – 82,00 = Tinggi
82,10 – 100     = Sangat Tinggi
Dengan dasar tersebut di atas, peneliti menentukan indeks persepsi responden terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

Diskripsi Orientasi Pelanggan Tenaga Penjual Pada BMT di Semarang Jawa Tengah
Tiga indikator dipakai untuk mengukur Orientasi Pelangganar tenaga penjual BMT di Semarang, yakni: Memberikan informasi akurat kepada pelanggan, Penawaran terbaik kepada pelanggan, Memberi solusi masalah/ komplain pelanggan
Adapun hasil statistik deskriptif dengan menggunakan teknik pengukuran angka indeks disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Indeks Orientasi Pelanggan
Indikator
Indeks  Orientasi Pelanggan
Indeks
Orientasi Pelanggan


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

§ Memberikan informasi akurat
    kepada pelanggan (X4)
2
1
2
18
13
19
21
19
13
5
72,7
§ Penawaran terbaik kepada
   pelanggan (X5)
0
1
2
6
14
13
20
20
19
5
70,1
§ Memberi solusi masalah/
   komplain pelanggan (X6)
0
2
3
5
13
24
19
26
5
3
64,3
Rata-rata Total
69,03
Sumber: Data primer, diolah, 2010


Tabel 1 menunjukkan bahwa dari rentang nilai indeks sebesar 10-100, rata-rata indeks variabel sebesar 69,03, sehingga Orientasi Pelanggan tenaga penjual BMT di Semarang masuk dalam kategori tinggi mendekati sedang. Indeks tersebut menunjukkan bahwa ketiga indikator yang telah dipilih yaitu Memberikan informasi akurat kepada pelanggan, Penawaran terbaik kepada pelanggan, Memberi solusi masalah/ komplain pelanggan  dapat dijadikan tolak ukur pada variabel.
Indeks yang paling tinggi adalah 72,7 yaitu indikator memberikan informasi akurat kepada pelanggan.  Sedangkan paling rendah adalah adalah 64,3% yaitu indikator memberi solusi masalah/keluhan kepada pelanggan/anggota.  Pandangan responden mengenai apa yang ditanyakan telah dicoba untuk dirangkum dengan pernyataan-pernyataan yang sama atau mirip digabungkan dalam satu kalimat yang representatif, namun bila tidak dapat dirangkum atau digabungkan, maka disajikan sebagai poin tersendiri.  Berdasarkan pada proses tersebut, deskriptif kualitatif berikut ini dapat memberikan gambaran temuan penelitian mengenai variabel orientasi pelanggan.
Persepsi responden untuk variabel Orientasi Pelanggan adalah seperti yang disajikan dalam Tabel 2.



Tabel 2. Deskripsi  Indeks Orientasi Pelanggan
No
Indikator
Indeks dan Interpretasi
Persepsi Responden
1
Memberikan  informasi akurat kepada pelanggan
72,7
(Tinggi)
· Memberikan informasi akurat kepada pelanggan/ calon pelanggan  mengenai nisbah
· Memberikan informasi akurat kepada pelanggan/calo n pelanggan mengenai syarat-syarat mengadi anggota BMT
· Memberkan informasi akurat kepada pelanggan/calon pelanggan  mengenai syarat pembiayaan
2
Penawaran terbaik kepada pelanggan

70,1
(Tinggi)
·  Menambung dan menganngsur dengan sistem jemput bola (kemudahan dalam pembayaran angsuran)
· Prosedur pembiayaan yang lebih mudah/ simpel
· Meningkatkan pelayanan
· Bagi hasil pembiayaan yang berada di bawah rata-rata dengan yang ditawarkan pesaing
· Penabung tidak dikenai biaya administrasi
3
Memberi solusi masalah/keluhaan pelanggan
64,3
(Tinggi)
·  Memberikan penjelasan tentang adanya perbedaan saldo tabungan, yang dikarenakan adanya pemotongan tabungan untuk angsuran
· Menjelaskan dengan baik  ketika pelanggan komplain keterlambatan pencairan dana
Sumber : Data primer yang diolah,  2010


Dari Tabel  2 dapat diperoleh gambaran  persepsi tenaga penjual BMT  di Semarang Jawa Tengah terhadap masing-masing indikator variabel  orientasi pelanggan.
Untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan maupun calon pelanggan serta dalam upaya meningkatkan kinerja tenaga penjual maka  tiga indikator orientasi pelanggannya masih perlu ditingkatkan. Terutama indokator memberi solusi masalah/ keluhan pelanggan.
Harus difahami oleh tenaga penjual/ marketing BMT meskipun pelanggan BMT di Semarang Jawa Tengah maupun masyarakat Jawa Tengah mayoritas beragama Islam namun pemahaman terhadap BMT yang dalam operasinya berdasarkan syariah Islam masih belum begitu baik, masih perlu mendapat pemahaman.  Sehingga product knowledge tenaga penjual  atau kemampuan tenaga penjual dalam memahami produk-produk BMT sudah semestinya baik sekali. Sehingga mereka akan mampu memberikan penjelasan kepada pelanggan maupun calon pelanggan BMT dengan baik. Dengan demikian mereka akan menarik masyarakat untuk menjadi  angota yang  menyimpan dana maupun memperoleh pembiayaan dari BMT.

Implikasi Manajerial
Hasil dari temuan penelitian dapat direkomendasikan beberapa saran/rekomendasi kepada pengurus Asosiasi BMT atau pengurus BMT dalam upaya meningkatkan orientasi pelanggan tenaga penjualnya, sebagaimana disajikan dalam Table 3.


Tabel 3.
Implikasi Manajerial
No
Indikator Orientasi Pelanggan
Saran/ Rekomendasi
1.
Memberikan informasi yang akurat kepada pelanggan
Ø Asosiasi BMT/BMT menyelenggarakan pelatihan  mengenai product knowledge, lending dan funding serta seputar koperasi syariah.
2.
Penawaran terbaik kepada pelanggan
Ø Asosiasi BMT/BMT: a)Menekankan pentingnya  pelayanan yang lebih baik kepada nasabah melalui penerapan sistem jemput bola; b) Menyederhanakan prosedur dalam hal pembiayaan dengan melakukan workshop untuk penyusunan SOP pembiayaan;  dan c);  Menetapkan sistem bagi hasil yang lebih kompetitif,
3.
Memberi solusi masalah/keluhan pelanggan
Ø Asosiasi BMT/BMT:  a) Menyelenggarakan pelatihan/ up grading  mengenai pembiayaan kepada tenaga penjualan mengenait rekonsiliasi; dan b) Menyelenggarakan pelatihan customer service


KESIMPULAN
Obyek Penelitian ini adalah tenaga penjual/tenaga marketing BMT di Semarang Jawa Tengah (yakni BMT yang bergabung dalam Asosiasi BMT kota Semarang dan Asosiasi BMT Kabupaten Semarang). Hasil analisa diskripsi dengan menggunakan angka indeks terhadap tiga indikator orietnasi pelanggan diketahui bahwa orientasi pelanggan tenaga penjual BMT di Semarang Jawa Tengah termasuk dalam kategori tinggi. Namun untuk lebih meningkatkan hasil kerja atau kinerjanya maka orientasi pelanggan tenaga penjual/marketing BMT di Semarang Jawa Tengah perlu ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA
Agustina Asatuan dan Augusty Ferdinand, 2004, “Studi mengenai Orientasi Pengelolaan Tenaga Penjualan”, Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, Volume III, Nomor 1,  p. 1-22
Amir Syarif, 2004, “Pengaruh Peran PINBUK Jawa Tengah dalam Menumbuh-Kembangkan BMT di Eks Karisidenan Semarang Terhadap Peningkatan Kredit/Pembiayaan Usaha Kecil, Tesis Program Pascca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta (tidak dipublikasikan)
Augusty Ferdinand,  2008, “Metode Penelitian Manajemen- Pedoman Penelitian untuk Penulisan  Skripsi, Tesis dan disertasi Ilmu Manajemen”, BP Undip, Edisi 2, Semarang
Baker, Tansu A, 1999, “Benchmark of Successful Salesforces Performance”, Canadian Journal of Administrative Science
Boles, J.S., BarryJ. Babain, Thomas G. Brashear end Charles Brooks, 2001, “ An Examination of the Relationship between Retail Work Environments, Salesperson Selling Orientation Customer Orientation and Job Performance” Journal of Marketing Theory and Practice, Summer, p. 1-13
Brashears, Thomas G., James S Boles., Danny N. Bellenger, and C.M. Books 2003, “ An empirical test of trust-bulding process and outcomes in sales manager-salesperson relationships “,  Journal of The Academy of Marketing Science, Vol. 31 No. 2 p. 189-200
Challagalla, Goutam N & Tasadduq A Shervani, 1996,”Dimensions and Types of Supervisory Control: Effect on Salesperson Performance And Satisfaction”, Journal of Marketing, Vol 60, p. 89-105
Erffmeyer, Robert C and Dale A. Johnson, 2001, “An Exploratory Study of Sales Force Automation Practices: Expectation and Realities”, Journal of Personal Selling & Sales Management, Vol XXI, p. 167-175
Febriana Dian Imaya, 2005, “Analisis Pengembangan Profesionalisme Tenaga Penjualan (Studi Empiris pada PT. Coca Cola Bottling Indonesia-Central Java Ungaran, Semarang”, Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, Volume IV, No. 3, Desember 1005, hal 299-314
Harris, Eric G., John C. Mowen, and Tom J. Brown, 2005, “ Re-examining Salesperson Goal Orientations; Personality Influencers, Customer Orietnation, and Work Performance”, Journal of Academy of Marketing Science Vol. 33, No.1, p.19-35
Joko Yulianto, SE, MM, 2002, “Studi Mengenai Orientasi Strategi dan Perbaikan Kinerja Tenaga Penjualan” Jurnal Sains Pemasaran Indonesia,  Volume 1, No.1, hal 91-106
Khalid Iskandar, 2007, “ Studi Mengenai Penjualan Adaptif sebagai Rute Strategis menuju peningkatan Kinerja Tenaga Penjual”. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, Vol VI, No. 1 h. 99-120
Kilic, Ceyhan., and, Turkan Dursun, 2007, “ Antecedences and Consequences of Customer Orientation : Do Individual Factors Affect Customer Orientation?”, The Business Review Cambridge, Vol. 7 No. 1 p.1-7
Kim, Seong-Kook, and Hong Ji –Sook, 2005,”The Relationship between Salesperson Competencies and Performance in the Korean Pharmaceutical Industry”, Management Revue, Vol 16, issue 2,  p. 259-271
Knight, Dee K., Hae-Jung Kim, and Christy Crustsinger, 2007,” Examining the Effects of Role Stress on Customer  Orientation and Job Performance of Retail Salespeople  “, International Journal of Retail & Distribution Management , Vol. 35, p. 381-392
Liu, Xiaohong, Ruan Da, and Xu Yang, 2005,”A  Study of Enterprise Human Resource Competence Appraisement”, Journal of Enterprise Information Management, Vol. 18, p 287-316
Moon, Mark A., and Leff Bonney, 2007, “ An application of the invesment model to buyer-seller relationships: a dyadic perspective “, Journal of Marketing Theory and Practice “, Vol. 15, No. 5 p. 335-347
Mudrajad  Kuncoro,  2003, “Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi”, Erlangga, Surabaya
Paparoidamis, Nicholas., 2005, “Learning Orientation and Leadership Quality“, Management Decision”, Vol. 43, No. 7/8, p. 1054-1063.
Pettijohn, Charles., Linda Pettijohn, and A.J. Taylor, 2008, “Salesperson Persepstion of  Ethical Behaviors; their Influence on Job Satisfaction and Turnover Intentions”, Journal of Business Ethics, Vol. 38, p. 547-557
Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil, 1999  ,” Pedomana Cara Pembentukan BMT”, Jakarta
Rentz, Joseph O., C David Shepherd, Armen Taschian, Pratibha A. Dabholkar, and Robert T Ladd, 2002, “A Measuren of Selling Skill: Scale Development and Validation”, Journal of Personal Selling and Sales Management,Vol. XXII, No. 1 (Winter), p.13-21
Roman, Sergio, Salvador Ruiz and Jose Luis Munuera, 2002,”The Effects of Sales Training on Sales Force Activity”, Eourope Journal of Marketing, Vol. 36, No.11/12, p. 1344-1366
Silver, Lawrence S., Sean Dwyer, and Bruce Alford, 2006,”Learning And Performance Goal Orientation of Salespeople Revisited: The Role of Performance Approach and Performance –Avoidance Orientation”, Journal of Personal Selling & Sales Management, vol. XXVI (winter, 2006) no.1 p.27-38
Singgih Santoso dan Fandy Tjiptono, 2004, “Riset Pemasaran (Konsep dan Aplikasi dengan SPSS)”, PT Elex Media Komputindo, Gramedia, Jakarta

Sitompul, Denny Hotman Hasiholan, 2004, “Pengaruh Orientasi Belajar dan Komitmen Organisasi terhadap Kerja Cerdas dalam meningkatkan Kinerja Penjualan”, Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, Vol. III, No. 1, p. 41-54
Stock, Ruth Maria., and, Wayne D. Hoyer, 2005, “ An attitude-behavior model of salespeople’s customer orientation “,Journal of Academy of Marketing Science Vol. 33, No.4, p.536-552
Sujan, Harist, Barton A. Weitz & Nirmalya Kumar, 1994, “Learning Orientation, Working Smart, and Effective Selling”, Jurnal of Marketing, Vol.56, p 39-52
Weilbaker, Dan C, 1990, “The Identification of Selling Abilities Needed for Missionary Types Sales”, Journal of Personal Selling & sales Management, Vol X (Summer) p. 45-58