Umar Farouk
Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang
Jl. Prof.H.Sudarto, SH, Tembalang,Kotak Pos
6199/SMS Semarang 50061
ABSTRACT
The implementation of Corporate
Social Responsibility (CSR) programs to develop community is generally regarded
ineffective. Most CSR programs of industries have short term impacts. The goodwill of industries to support
community development seems to experience some technical problems. Higher
Educations actually can take an opportunity to involve in the implementation of
CSR programs of the industries by initiating a strategic cooperation. This
cooperation if also supported by the government will produce more benefial impacts for the
intended community development (Tripple Helix Model of CSR management).
Key
words: Corporate
Social Responsibilty (CSR),
community development, strategic
cooperation, Higher Education, industry
PENDAHULUAN
Kegiatan bisnis saat ini telah memasuki
era dimana keberhasilan dalam pemasaran tidak lagi semata-mata ditentukan oleh
kualitas produk, harga yang murah, promosi yang gencar dilakukan, dan outlet yang mudah dijangkau dan
bertebaran dimana-mana. Pemasaran, sebagaimana yang dinyatakan oleh Philip
Kotler (Kasali, 1994: 11), harus didukung oleh layanan (service) yang baik. Oleh karena itu jika dalam pendekatan bauran
pemasaran yang konvensional/tradisional ada empat komponen bauran pemasaran (marketing mix), yaitu Produk (Product), Harga (Price), Promosi (Promotion),
dan Saluran Distribusi (Place),
Kotler menambahkan adanya satu komponen lain yang sangat penting, yakni Layanan
(Service). Tanpa layanan yang baik (excellent
service) kemungkinan program pemasaran akan mengalami kegagalan. Kotler
menamakan hal tersebut sebagai mega
marketing. Layanan yang dimaksud
tentulah bukan hanya layanan transaksional yang terjadi ketika proses jual beli
dilakukan, tetapi layanan dalam pengertian yang lebih luas yang menunjukkan
adanya kepedulian terhadap pelanggan (customer
care)
Sejalan dengan pernyataan Kotler, Al dan
Laura Ries (2004: 7) mengatakan bahwa era periklanan (promosi) dalam pemasaran
telah berakhir. Sekarang adalah saat bangkitnya public relations. Tanpa melakukan upaya-upaya hubungan publik yang
baik , bisnis akan mengalami kendala. Dengan demikian untuk memasarkan suatu
produk diperlukan layanan yang baik kepada konsumen dan juga diperlukan adanya
hubungan (relationship) yang baik
pula. Untuk melakukan hal tersebut, saat
ini perusahaan (industri) pada umumnya telah menerapkan Manjemen Hubungan
Pelanggan atau Customer Relationship
Management (CRM).
Program CRM yang dapat dilakukan
perusahaan (industri) bentuknya bermacam-macam dan dapat dirancang sesuai
dengan keinginan, maksud dan tujuan perusahaan. Salah satunya adalah dalam
bentuk kegiatan Corporate Social
Responsibility (CSR).
CRM dapat bermanfaat untuk membantu
program pemasaran karena penerapan CRM akan menumbuhkan kepercayaan (trust) konsumen terhadap perusahaan.
Perlu dimengerti, bahwa dalam kegiatan bisnis pada era modern ini, konsumen
membeli produk bukan karena faktor 4 P’s saja
tetapi juga karena pertimbangan aspirasi, ekspektasi, kebutuhan, dan keinginan
yang bersinggungan atau terkait langsung dengan isu politik, ideologi,
kelestarian lingkungan hidup, dan sebagainya. Inilah yang dinamakan rising consumers (konsumen yang
cerdas). Keputusan konsumen untuk
membeli suatu produk (purchasing
decision) dipengaruhi bukan saja oleh faktor-faktor yang lazim (ordinary factors) tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang di luar/ di atas kelaziman (supra/mega factors).
Adalah suatu
kebetulan bagi perusahaan jika pemerintah seperti yang tertuang dalam
Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas dan Undang-Undang No. 25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal, mewajibkan
perusahaan untuk memberikan sebagian kecil keuntungan bisnisnya (5%)
untuk masyarakat melalui program CSR. Pada sisi lain perusahaan pun telah mengerti
dan menyadari sepenuhnya bahwa program CSR tersebut tanpa didorong atau
diinstruksi oleh pemerintah memang harus dilakukan oleh perusahaan karena hal
tersebut dapat berdampak positif pada
pemasaran. Dilihat dari aspek proses
munculnya kegiatan CSR dalam perusahaan, proses metamorfosis tersebut dapat
dilihat pada skema Gambar 1.
Bahwa
perusahaan perlu melaksanakan kegiatan CSR,
Werther, Jr dan Chandler (2011; 17) menyatakan: ‘CSR is a rational argument for business seeking to maximize the performance
by minimizing restrictions on operations.
In today’s globalizing world, where individuals and activist
organizations feel empowered to enact change, CSR represents a means of
anticipating and reflecting societal concerns to minimize operational and
financial constraints on business’.
(CSR merupakan alasan yang rasional bagi bisnis untuk memaksimalkan
kinerja dengan meminimalisasi keterbatasan dalam operasi. Dalam dunia yang sedang meng-global sekarang
ini, dimana individu dan organisasi-organisasi penggiat merasa terberdayakan
untuk melakukan perubahan, CSR menjadi alat untuk mengantisipasi dan memikirkan
kepentingan-kepentinga kemasyarakatan untuk meminimalisasi kendala operasional
dan finansial dalam bisnis).
Apakah yang dimaksud dengan CSR?
Menurut David Crowther dan Guler Aras (2008: 11) CSR adalah ‘a concept whereby companies integrate social and environmental
concerns in their business operations and in their interaction with their
stakeholders on a voluntary basis. (konsep yang menyatakan bahwa perusahaan
mengintegrasikan kepentingan sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis dan
interaksinya dengan para pemangku kepentingan berdasarkan kesukarelaan).
Selain perusahaan yang mengemban
misi sosial, institusi lainnya yang mengemban misi tersebut adalah perguruan
tinggi. Jika misi sosial perusahaan diwujudkan dalam bentuk kegiatan CSR, maka
misi sosial perguruan tinggi diwujudkan dalam bentuk kegiatan pengabdian kepada
masyarakat. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu pilar yang fundamental dalam Tri Dharma
Perguruan Tinggi, selain kegiatan pengajaran dan kegiatan penelitan.
Jika dua institusi dapat
bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan misi sosialnya maka diharapkan hasil
kegiatan tersebut dapat lebih besar manfaatnya untuk masyarakat. Hal ini
dikarenakan masing-masing institusi
memiliki keunggulan (superiorities)
dan keterbatasan (weaknesses) yang
berbeda. Keunggulan dan kelemahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan Table
2.
Tabel 1
Keunggulan dan Keterbatasan
Perusahaan
No
|
Keunggulan
|
Keterbatasan
|
1
|
Memiliki goodwill
|
Jumlah SDM terbatas untuk mena-
ngani program CSR.
|
2
|
Memiliki organisasi (Bidang Public Relations)
|
Penanganan CSR perlu pendampingan.
|
3
|
Memiliki dana yang memadai
|
Perlu diadakan survey/penelitian awal thd objek kegiatan CSR.
|
4
|
Memiliki program kegiatan kerjasama.
|
Perlu monitoring yang terus menerus terhadap kegiatan CSR.
|
5
|
Memiliki wilayah binaan
|
|
Table 2
Keunggulan dan Keterbatasan Perguruan Tinggi
No
|
Keunggulan
|
Keterbatasan
|
1
|
Memiliki goodwill
|
Dana kurang memadai.
|
2
|
Memiliki organisasi (UP2M,
Jurusan, dan Program Studi)
|
Belum memiliki wilayah binaan.
|
3
|
Memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk melakukan kegiatan
CSR.
|
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat berjangka pendek.
|
4
|
Memiliki program kegiatan kerjasama.
|
|
MODEL IMPLEMENTASI PROGRAM
CSR
Ada dua bentuk model yang dapat dijadikan
rujukan dalam implementasi program CSR.
Model tersebut adalah Traditional/Conventional
Triple Helix Model dan Strategic
Triple Helix Model. Model pertama menunjukkan adanya komunikasi,
koordinasi, dan kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan perusahaan
sebagai para pemangku kepentingan (stakeholders).
Hasil yang dicapai pada umumnya kurang maksimal sebagaimana yang ditemukan dari
hasil penelitian Prof. Bismar Nasution
(Alexa.xuewww.108csr.com/home/your_csr.php.id=1209). Komunikasi antar stakeholders dilakukan dengan saling
belajar dan tukar informasi tetapi tetap dalam organisasi dan tindakan yang
terpisah. Selain itu sifatnya masih sangat longgar. Koordinasi dilakukan dengan
bekerja secara terpisah, tetapi mempunyai pemahaman bersama, dan menghindari
tumpang tindih tindakan. Kolaborasi dilakukan dengan bekerja bersama dengan
cara yang kohesif. Masing-masing aktor tetap menjalankan mandat sesuai dengan
kompetensinya. Kolaborasi dilakukan untuk kegiatan yang spesifik dan ad hoc.
Pada model kedua
disamping melakukan komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi stakeholders juga melakukan integrasi. Dalam integrasi stakeholders membentuk wadah /
organisasi bersama untuk menangani isu-isu spesifik jangka panjang yang
bersifat stratejik (Eko, dalam majalah Flamma, edisi 34, 2012: 5).
Model kedua ini
tampak ideal karena untuk dapat melakukan community
development diperlukan perencanan, pengaturan, eksekusi dan evaluasi yang
cermat dengan memanfaatkan kelebihan masing-masing stakeholder dan mengurangi keterbatasan-keterbatasannya. Hasil
kegiatan program CSR akan dapat lebih dimaksimalkan. Karena berbagai alasan seringkali model ini jarang
dapat dilakukan.
MANFAAT
IMPLEMENTASI PROGRAM CSR
Bagi
pemerintah dan masyarakat
Bank Dunia menyatakan bahwa lebih dari
separuh penduduk Indonesia hidup di
bawah garis kemiskinan. Hal ini tentu
sangat memprihatinkan di tengah tumbuhnya perekonomian nasional, yang
menurut pemerintah sangat baik. Dengan demikian dapat ditafsirkan bahwa
kesenjangan ekonomi telah memasuki tahapan yang makin parah.
Persoalan kemiskinan yang demikian parah
tampaknya tidak dapat diselesaikan secara sendiri-sendiri oleh pemerintah,
perguruan tinggi, industri dan rakyat itu sendiri. Diperlukan adanya kerjasama
diantara institusi-institusi tersebut.
Pemerintah telah membuat Undang-Undang
menyangkut CSR yang harus dipenuhi oleh industri, yaitu UU Nomor 40 tahun 2007 dan UU No.25
tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dimana di dalamnya terdapat adanya
pemberian sanksi bagi perusahaan yang tidak mengimplementasikan CSR. .Undang-Undang tersebut
menyatakan bahwa industri atau perusahaan berkewajiban untuk memberikan
kontribusi pemberdayaan kepada masyarakat dengan menyisihkan 5% dari laba
bersih (net profit) yang dimilikinya.
Angka ini tidak terlalu besar. Namun
demikian jika hal itu dikelola dengan baik, maka masyarakat akan dapat
diberdayakan. Kemiskinan akan dapat
dikurangi secara bertahap. Hal ini berarti program
pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan akan dapat lebih cepat diwujudkan.
1.
Bagi Industri/Perusahaan
Bagi
perusahaan program CSR dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Menciptakan citra positif perusahaan.
b. Meningkatkan trust
(kepercayaan) publik terhadap perusahaan.
c. Mendukung program relationship
marketing.
d. Meningkatkan relationship
dengan masyarakat sekitar (surrounding
community).
e. Mendapat liputan media masa (publicity).
2.
Bagi Perguruan Tinggi
a. Dapat bekerja sama dengan pemerintah dan perusahaan untuk melakukan
pendampingan dalam pelaksanaan program CSR perusahaan yang merupakan bagian
dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
b. Bersamaan dengan program pendampingan tersebut dapat pula dilakukan
kegiatan penelitian.
c. Perguruan tinggi dapat melakukan pengabdian kepada masyarakat dan
penelitian dengan lebih berkelanjutan.
Bentuk kegiatan CSR yang
dilakukan oleh perusahaan dapat dilakukan dalam bentuk sebagai berikut:
Pembangunan sumber daya manusia
Pembangunan sumber daya manusia
dapat diwujudkan dengan
cara membuka kesempatan bagi
masyarakat untuk mengikuti pendidikan formal maupun non–formal, mendukung
kegiatan pengembangan riset, dan meningkatkan kompetensi para guru.
Partisipasi aktif dalam kegiatan komunitas
Perusahaan dapat memberikan
kepedulian bagi pembagunnan masyarakat di mana perusahaan berada. Beberapa program
perusahaanan, diantaranya adalah rehabilitasi rumah tinggal,
pembuatran MCK, dan sebagainya.
Peningkatan nilai ekonomi
Perusahaan perlu terus
membangun hubungan jangka
panjang yang saling
menguntungkan dengan para stakeholder melalui
program kemitraan guna meningkatkan dan
mendorong pengembangan ekonomi
yang berkelanjutan. Program kemitraan
dapat ditujukan bagi keluarga petani, peternak,
pengusaha UKM dan masyarakat sekitar.
Menjaga kelestarian lingkungan
Perusahaan dapat
terus melanjutkan komitmennya untuk
ikut berupaya
melestarikan lingkungan terutama di
seluruh lokasi dimana
perusahaan beroperasi melalui beberapa
program yang berbasis
lingkungan, antara lain adalah
fasilitas pengolahan limbah.
Solidaritas kemanusiaan
Perusahaan mendukung berbagai
program bantuan bagi masyarakat yang tertimpa musibah bencana alam.
BENTUK
KERJASAMA
Ada dua macam bentuk kerjasama antara perguruan tinggi dan
industri. Bentuk pertama adalah short
term cooperation. Bentuk kedua adalah long
term cooperation. Kerjasama yang
short term
atau berjangka pendek dilakukan untuk melaksanakan
kegiatan CSR yang yang bersifat sesaat
dan berdampak seketika. Kegiatan CSR tidak direncanakan secara matang. Biasanya
diwujudkan dalam bentuk pemberian (karitas) seperti bantuan untuk sunatan
massal, bantuan obat-obatan ketika ada bencana alam, penyuluhan hidup bersih
dan sehat, dan sebagainya. Bantuan diberikan sekali-sekali saja dan tidak
berkelanjutan. Hasil kegiatan CSR
seperti ini pada umumnya tidak akan membawa perubahan yang berarti /
signifikan bagi pemberdayaan atau
pengembangan masyarakat.
Bentuk kerjasama yang long term atau berjangka panjang bersifat stratejik. Kegiatan CSR ini dapat membawa perubahan yang
cukup berarti dalam pemberdayaan atau pengembangan masyarakat. Kegiatan
CSR yang dibingkai dengan kerjasama yang berjangka panjang telah
direncanakan secara matang oleh stakeholders.
Biasanya telah dibentuk wadah khusus untuk membuat konsep pengembangan
masyarakat yang benar-benar akan membawa perubahan. Karena kegiatan CSR ini
berjangka panjang maka wilayah dimana masyarakat tersebut diberdayakan atau
dikembangkan kemudian menjadi wilayah binaan. Wilayah binaan ini diharapkan dapat terus dipantau dan dievaluasi perkembangannya dari
waktu ke waktu sampai tujuan pemberdayaan atau pengembangan itu telah tercapai
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Ketercapaian itu harus dapat diukur dengan baik.
Bentuk kerjasama yang berjangka pendek dan
bersifat ad hoc tidak memerlukan
persiapan secara khusus. Masing-masing stakeholder
dapat melakukan komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi untuk mewujudkan
kegiatan CSR tersebut di tempat terpisah.
Oleh sebab itu dilihat dari sisi manajemen tampak lebih sederhana. Selama kegiatan CSR dapat dilakukan maka hal
itu dipandang sudah memadai. Mengenai hasilnya apakah sudah maksimal atau belum
tidak terlalu dipersoalkan. Perusahaan
atau industri merasa sudah cukup jika dana CSR sudah dapat dimanfaatkan sesuai
dengan tujuannya.
Kerjasama yang berjangka pendek dapat dilakukan kapan saja
karena tidak memerlukan persiapan yang terlalu rumit. Perguruan Tinggi dapat
menjadi semacam event organizer saja.
Sebagai contoh jika ada sebuah perusahaan memiliki rencana kegiatan mengadakan
sunatan massal sebagai salah satu program CSR nya, Perguruan Tinggi dapat
mengelola kegiatan tersebut dengan pendanaan dari perusahaan tersebut.
Kerjasama yang berjangka panjang tidak
dapat dilakukan secara serta merta. Untuk melaksanakan kegiatan CSR di suatu
wilayah yang telah dipilih sebagai objek diperlukan kajian awal yang yang
komprehensif, menyangkut latar belakang ekonomi, pendidikan, sosial, politik,
agama, potensi alam, sumber daya manusia, dan sebagainya. Dengan kajian atau penelitian yang mendalam
tersebut, maka akan dapat dibuat perencanaan, pengaturan, dan eksekusi yang
baik terhadap program kegiatan CSR.
Selanjutnya evaluasi juga dapat dilakukan secara periodik sehingga
perkembangan hasil program tersebut dapat dipantau dari waktu ke waktu. Dengan adanya progress evaluation diharapkan tujuan akhir (ultimate goals) dapat tercapai sesuai dengan target waktu yang
telah direncanakan.
Kerjasama yang berjangka panjang atau
kerjasama stratejik tidak bersifat kolaboratif tetapi integratif. Oleh sebab
itu diperlukan komunikasi dan koordinasi yang lebih intensif. Pembicaraan tidak
hanya menyangkut dimana (where) dan
kapan (when) kegiatan CSR
dilaksanakan, siapa (who) yang melaksanakan dan menjadi objek kegiatan CSR, serta
berapa banyak (how much) dana yang diperlukan tetapi juga menyangkut mengapa (why) dan bagaimana (how) kegiatan CSR tersebut direalisasikan sehingga tujuan kegiatan
CSR benar-benar dapat tercapai.
Sutoro Eko (2012: 5)
memberikan penjelasan mengenai kerjasama antar stakeholders dalam implementasi kegiatan CSR dalam tabel 2.
Tabel 2 Bentuk dan Level Kemitraan
Level
|
Makna
|
Contoh
|
Komunikasi
|
Saling belajar dan bertukar informasi tetapi tetap
dalam organisasi dan tindakan yang terpisah.
Sifatnya sangat longgar.
|
Forum atau kelompok belajar antara birokrat,
politisi, aktivis LSM, dosen, seniman, mahasiswa dll. Mereka belajar berbagai
hal yang terkait dengan pembangunan daerah.
Forum ini menghasilkan pengetahuan, dan pengetahuan adalah pengaruh
dan kekuasaan, tetapi tidak dapat memiliki kewenangan untuk melakukan
eksekusi.
|
Koordinasi
|
Bekerja secara terpisah, tetapi mempunyai pemahaman
bersama, dan menghindari tumpang tindih tindakan.
|
TKPKD merupakan contoh koordinasi untuk menghindari tumpang tindih dan
mencapai pemahaman bersama guna melahirkan kebijakan yang lebih kuat. Tetapi
sayangnya TKPKD lebih birokratis, sementara perusahaan dan OMS hanya menjadi
pelengkap.
|
Kolaborasi
|
Bekerja bersama dalam cara yang kohesif. Masing-masing sektor tetap
menjalankan mandat sesuai kompetensinya. Biasanya kolaborasi dibangun untuk
kegiatan spesifik dan ad hoc.
|
Misalnya Pemkab Kukar, perusahaan, perguruan tinggi dan LSM melakukan
penelitian kemiskinan secara kolaboratif.
Tidak hanya staf perguruan tinggi dan LSM yang melakukan penelitian
lapaangan, tetapi juga staf Pemkab dan perusahaan. Sementara pendanaan berasal dari Pemkab dan
perusahaan.
|
Integrasi
|
Pemda, perusahaan, dan OMS bekerja bersama dalam satu
wadah/organisasi yang dibentuk bersama untuk menangani isu spesifik jangka
panjang.
|
Multi stakeholders Forum CSR.
Wadah ini memperlihatkan integrasi yang kuat tetapi tidak dapat lepas
dari politisasi dan birokratisasi, sehingga pelaksana harian tidak dapat
leluasa dan independen.
|
PENUTUP
Kerjasama
antara perguruan tinggi dan perusahaan dalam implementasi kegiatan CSR untuk
pemberdayaan dan pengembangan masyarakat (community
empowerment and development) akan memberikan hasil yang maksimal jika
kerjasama tersebut dilakukan dengan pendekatan yang integratif. Kerjasama
integratif yang stratejik ini dapat mengurangi keterbatasan masing-masing pihak
(stakeholder) dan dapat meningkatkan
kekuatan yang dimiliki oleh kedua
stakeholder tersebut. Bentuk atau pola kerjasama ini yang seharusnya terus
dikembangkan agar dana CSR yang disediakan untuk community empowerment and development itu dapat mencapai hasil yang
diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Crowther, David and
Aras, Guler, 2008, Corporate
Social Responsibility, Ventus Publishing ApS, USA
Kasali, Renald, 1994, Manajemen
Public Relations, Pustaka Utama, Grafiti,
Jakarta
Ries, Al dan Ries Laura, 2004, The Fall of Advertising and the Rise of PR, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Wherther,
Jr, William B
and Chandler, David,
2011, Strategic Corporate Social Responsibility: Stakeholders in a Global Environment, SAGE Publications,
Inc, London, UK
Majalah Flamma, Edisi 34, April – Juni 2012
Alexa.xuewww.108csr.com/home/your_csr.php.id=1209