STENOGRAFI, KETERGANTUNG
PADA TEKNOLOGI DAN PELESTARIAN
Sri Eka Sadriatwati
Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang
Jl. Prof.H.Sudarto, SH, Tembalang, Kotak Pos
6199/SMS Semarang 50061
ABSTRACT
For company
employee, especially secretaries and journalists, ability for quick writing is
essential, because quick writing can lead to quick delivery
of message to addressees. Skill in quick writing (stenography) needs to
be applied vocational school students, particularly for those majoring in
office and administration. It is hoped that the work of Indonesian people will
not get missing. Keeping Indonesian people’s work is the duty of educators and
government. Feeling shy and inferior is not necessary in learning
stenography writing, because those feelings may cause obstacles for beginners
in understanding stenography. Patience, hard-work and thoroughness is the base
in writing stenography.
Key words: patience, hard-work and thoroughness
PENDAHULUAN
Pekerjaan perkantoran dapat
diselesaikan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai, apabila para tenaga kerja
mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan keahlian.
Pengetahuan dan ketrampilan
yang cakap bagi seorang tenaga kerja profesional misalnya: tenaga kerja
terdidik, mampu mengetahui tugas dan tanggung jawab sendiri sangat
diperlukan. Salah satu contoh tenaga
kerja yang termasuk profesional adalah Sekretaris, wartawan dll.
Sekretaris harus dapat membantu
menyelesaikan tugas pimpinan serta mampu menyesuaikan tugas dan hubungan
tanggung jawab dengan pimpinan, sehingga mendukung keberhasilan pimpinan dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
Menurut Tony Waworuntu (1997:
61), Pekerjaan keahlian yang harus dilakukan oleh sekretaris yaitu
meliputi: Mengatur dan menyusun notulen
rapat, mengolah data untuk penyusunan laporan, melakukan fungsi-fungsi
manajemen, sedangkan pekerjaan ketrampilan yang harus dimiliki oleh sekretaris
yaitu: Membuat dan mengetik surat dan
formulir lainnya, mengarsip, mengatur
perjalanan dinas, menerima dikte atau perintah-perintah dalam rapat, sehingga harus dapat ditulis dan
dirangkum secepatnya.
Dalam proses menerima perintah
atau sebagai notulen rapat, maka perlu memiliki ketrampilan menulis secara
cepat, agar yang diinginkan oleh pimpinan dapat tertuang semua.
Ketrampilan menulis secara
cepat tidak harus dimiliki oleh seorang sekretaris saja, karena dapat pula
dilakukan oleh wartawan, pelajar maupun mahasiswa. Hal ini disebabkan apabila dapat melakukan
penulisan dengan cepat, maka dapat mengurangi ketergantungan dengan tekhnologi
dan juga sebagai bentuk melestarikan hasil karya anak negeri.
Permasalahan
Menulis secara cepat atau yang
lebih dikenal dengan istilah stenografi Indonesia merupakan hasil karya dari
putra bangsa (E Karundeng) yang harus dilestarikan, sedangkan sistem yang digunakan di Indonesia
adalah Sistem Karundeng. Ketrampilan
dengan menggunakan stenografi harus tetap dilestarikan, karena lebih efisien
dalam penulisan dan juga merupakan ilmu yang sekarang jarang/langka digunakan baik
dalam dunia pendidikan maupun dunia kerja.
Hal ini disebabkan adanya pengaruh tekhnologi, sehingga menulis dianggap
ketinggalan jaman dan kurang praktis.
PEMBAHASAN
Stenografi berasal dari kata: Stenos dan graphein, stenos artinya: pendek, sedangkan grahein artinya: tulisan.
Jadi karena menulis singkat menyebabkan cepat atau stenografi
berarti: sistem menulis cepat dengan
memakai singkatan-singkatan dan tanda-tanda khusus (Tengker ABJ, 1978:22). Sedangkan menurut Daryono (1987: vi), stenography terdiri dari kata
stenos dan graphein. Stenos beraarti
singkat atau pendek dan graphein berarti tulisan. Jadi Stenography (Stenografi) berarti tulisan
singkat atau tulisan pendek, karena singkatnya itulah yang mengakibatkan
cepat. Dengan demikian, kalau ada orang
mengatakan bahwa stenografi itu tulisan cepat istilah itu salah.
Sistem stenografi yang digunakan sekarang di
Indonesia adalah: Sistem Karundeng,
sesuai dengan SK No 551/1968, tanggal 1 Januari 1968 dalam buku Daryono,
Stenografi Indonesia. Keistimewaan dari sistem karundeng adalah: dapat menulis dengan mata tertutup untuk
berbagai bahasa dan dipraktekkan dari tahun 1968 hingga sekarang.
Beberapa Sistem Stenografi
Stenografi berkembang mulai beberapa abad sebelum masehi. Hal ini
dibuktikan dengan adanya penemuan-penemuan di beberapa tempat di dunia. Misalnya:
Hierogliphs di Mesir (th 3100 SM); Tachigraphy ciptaan Marcus Tulius
Tiro dari Roma (th 63 SM) yang dipergunakan di Romawi dan Yunani. Abad 16 Stenografi tumbuh dinegara-negara: Inggris, Amerika, Jerman, Perancis, Belanda
dan Indonesia.
Kegunaan Stenografi
Ada beberapa kegunaan stenografi sebagai berikut:
1.
Menulis atau
menangkap pembicaraan/pidato/suara yang didengar dari sumber suara, misal: Didengar dari seseorang, radio, TV, Tape dan
lain-lain
2.
Mempersingkat waktu
dalam penulisan dikte, karena kecepatan antara 160 suku kata sampai 250 kata.
3.
Menyelesaikan
pekerjaan lebih efisien dan efektif.
Metode khusus Stenografi
Ada 2 metode khusus yang digunakan dalam stenografi:
1.
Metode Langsung
Sejak dimulai
pembelajaran dari pengenalan huruf, maka sejak itu harus dijelaskan pula makna
atau arti singkatan atau fungsinya, sehingga lebih memperhatikan sambungan
setiap huruf dan peraturan menyingkat.
Selanjutnya kata-kata yang ditulis harus dibaca kembali.
2.
Metode tidak
langsung
Pada metode
ini, hanya memperkenalkan huruf-huruf steno dan cara menyambungnya menjadi
kata/kalimat, tetapi tidak atau belum diajarkan singkatan-singkatan tetap dan
makna peraturan menyingkatnya. Meetode
ini paling sederhana, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dalam
pembelajaran.
Media dalam Belajar Stenografi
Yang diperlukan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1.
Buku Tulis, ada 3
macam garis: lebar 1 garis 6 mm : 3 = 2
mm (1 normal = 2 ruang); garis 2 mm (1
normal = 1 ruang/Memperkecil tulisan); buku polos/tanpa garis.
2.
Pensil, yang
digunakan sebaiknya 2 b, karena tidak mudah patah dan tidak keras.
3.
Penggaris,
diperlukan bagi pemula yang menggunakan buku garis biasa
4.
Penghapus,
dianjurkan bagi pemula untuk belajar mengenal huruf-huruf stenografi.
Tahapan dalam pembelajaran stenografi Indonesia
Dalam proses belajar stenografi, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan
yaitu:
1.
Menulis huruf mati
1 normal (t, d, j, k, g, c, p, b, s) dengan tinggi 2 ruang (1 normal)
2.
Menulis huruf hidup
a (1 ruang), i dan u (2 ruang) dan e (mendatar pada garis
3.
Menyambung huruf
mati dan huruf hidup dengan 3 macam cara:
sambungan berlobang, sambungan runcing dan sambungan melengkung
4.
Menulis huruf
mendatar pada garis yaitu huruf e lemah dan o
5.
Menulis huruf
majemuk 3 ruang (1 ½ normal) yaitu: sp, st, sy, nt, nd, ia, ua, y, w, f/v
6.
Menulis huruf
majemuk/rangkap 2 ruang (1 normal) yaitu: nj, q, ai, au, l, ny, r, ng
7.
Menulis dengan
menggunakan Peraturan menghilangkan akhiran pada kata dasar
8.
Menulis dengan
menggunakan peraturan menghilangkan pada awalan
9.
Menulis dengan
menggunakan peraturan pada akhiran
10.
Menulis kata atau
kalimat dengan menggunakan peraturan tambahan 1, 2, 3
11.
Memperkecil tulisan
12.
Menulis stenogram
dengan menggunakan Singkatan tetap 1 sampai dengan 7
13.
Menulis dengan
menggunakan peraturan dan singkatan tetap secara bersama-sama
Beberapa
temuan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Gina Anggaretna
(2004: 38), antara lain tentang penggunaan
dan pemahaman sebagaimana tersaji dalam table berikut.
Tabel 1
Mengenal Penggunaan stenografi
|
||
Lama
|
frekuensi
|
%
|
< 2 tahun
|
12
|
40
|
2 – 5 tahun
|
4
|
13
|
Ø 5 tahun
|
3
|
10
|
Tdk Prnh Mengenal
|
11
|
37
|
Jumlah
|
|
100%
|
Apabila dilihat dari Tabel 1 tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa yang tidak mengenal stenografi adalah 11 (37%).
Sedangkan
ditinjau dari segi pemahaman tentang stenografi, sebagaimana tersaji dalam
Tabel 2, yang paham stenografi sebanyak 40%, sedangkan yang kurang dan tidak
paham stenografi sebanyak 60%.
Tabel 2.
Pemahaman Stenografi
|
||
Pemahaman
|
frekuensi
|
%
|
Paham
|
12
|
40
|
Kurang Phm
|
3
|
10
|
Tdk Paham
|
15
|
50
|
Jumlah
|
|
100%
|
Tabel 3.
Penggunaan stenografi dalam memperlancar pekerjaan
|
||
Kelancaran
|
frekuensi
|
%
|
Sangat Dpt
|
5
|
17
|
Biasa saja
|
13
|
43
|
Kurang Dpt
|
5
|
17
|
Tdk Dapat
|
7
|
23
|
Jumlah
|
|
100%
|
Hasil Tabel 3, dapat dikatakan
bahwa sebanyak 7 orang (23%) responden tidak dapat memperlancar pekerjaan,
hanya ada yang 5 orang (17%) yang menyatakan bahwa stenografi memperlancar
dalam pekerjaan.
Dari hasil penelitian Gina Anggaretna tersebut di atas, maka dapat
dijelaskan bahwa, penggunaan stenografi kurang dipahami, hal ini disebabkan
sebagai berikut:
1.
Kurang dipahami
oleh masyarakat maupun dunia pendidikan
2.
Tidak dimasukan
dalam kurikulum, hanya pada yang berpendidikan pada sekretaris sedangkan
jurusan lainnya tidak diajarkan.
3.
Adanya pengaruh perkembangan tekhnologi yang dianggap
lebih praktis dalam merekam suara
4.
Tidak menggunakan
stenografi dianggap sudah bisa lancar, karena harus berpikir lebih untuk
mengingat singkatan tetap yang benar dan ditambah lagi dengan peraaturan, jadi
dianggap lebih sulit
5.
Tidak ada keinginan
untuk mempertahankan hasil karya putra bangsa, karena dianggap kurang praktis
dibanding dengan tehnologi sekarang
6.
Tidak ada keinginan
untuk melestarikan hasil dari putra bangsa, karena dianggap ketrampilan yang
sulit untuk dilakukan
7.
Tidak sabar dan
telaten untuk para pemula pada saat mulai belajar
8.
Dianggap menghambat
dalam pekerjaan/ tidak memperlancar dalam pekerjaan
9.
Orang beranggapan
sedapat mungkin untuk menghindari kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan
pekerjaan
10.
Gengsi untuk
belajar stenografi, karena dianggap sudah kuno/tidak modern
11.
Tidak ada anjuran/campur
tangan dari pihak pemerintah untuk tetap mempertahankan stenografi ke dalam
kurikulum.
Proses pembelajaran stenografi memerlukan tahapan yang panjang dan
kesabaran serta ketelitian kepekeaan dalam mendengarkan suara, sehingga apa
yang ditulis/informasinya tidak keluar/melenceng dari yang semestinya
disampaikan.
Dengan melihat sejarah yang panjang pada proses stenografi ini, sudah
selayaknya harus dilestarikan oleh bangsa indonesia. Hal
ini sudah sewajarnya sebagai warga masyarakat yang bisa menghargai hasil
karya putra bangsa, sehingga tidak dilupakan atau dibuang begitu saja. Adapun
cara melestarikan pembelajaran stenografi sebagai berikut:
1.
Tetap masuk dalam
kurikulum, sehingga ketrampilan ini tetap dipelajari
2.
Menyiapkan buku
khusus dalam pembelajaran stenografi, sehingga tidak perlu menggunakan
penggaris, karena disamping lebih efisien dan praktis.
3.
Membuat modul
stenografi sebagai pedoman bagi yang akan belajar stenografi
4.
Memberikan motivasi
kepada pemula bahwa belajar stenografi tidak sulit, yang penting ada kemauan,
sabar dan teliti
5.
Membuat rapat-rapat
dalam tim kecil, masing-masing tim wajib ada notulen yang menggunakan tulisan
stenografi dan hasil rapat wajib dilaporkan dalam bentuk tulisan stenografi dan
latin.
6.
Pemerintah
khususnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memberikan anjuran kepada
Sekolah Kejuruan ataupun perguruan tinggi yang bergerak dalam bidang
administrasi untuk tetap memasukkan dalam kurikulum.
7.
Memberikan motivasi
pada para siswa/mahasiswa tetap belajar stenografi, bila perlu mengadakan lomba
penulisan secara cepat dalam beerbagai even, sehingga stenografi ini tetap
lestari.
Contoh tulisan Stenografi
Sebagai contoh dari tulisan, disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1.
Contoh
Tulisan Stenografi
PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Sistem stenografi
yang dipergunakan di Indonesia adalah Sistem Karundeng, yang merupakan hasil
karya putra bangsa.
2.
Stenografi
Indonesia sangat berguna untuk: menulis atau menangkap pembicaraan lewat
pidato, radio dll dengan kecepatan yang lebih baik. lebih efisien dan efektif
3.
Belajar stenografi
melalui beberapa tahapan dan tergantung pada penggunaan metode langsung atau
tidak langsung sesuai dengan kebutuhan
4.
Ketrampilan yang
merupakan hasil karya putra daerah harus dilestarikan, diwajibkan bagi
sekolah-sekolah kejuruan dan perguruan tinggi, khususnya pada bidang
perkantoran karena tidak harus selalu tergantung pada tekhnologi masa kini.
DAFTAR PUSTAKA
Anggaretna, Gina, (2004) Penerapan Stenografi dalam
Penunjang Tugas-tugas Sekretaris Pada Sejumlah
Perusahaan di Wilayah Semarang, Polines, Penelitian Tidak Dipublikasikan.
Daryono (1987), Stenografi Indonesia, PD STENOS, Jl Sukajadi Atas 227 H, Bandung
Tengker (1987), Pedoman dan Pelajaran Steno Nasional
Indonesia Sistem Tengker-Karundeng, Jakarta:
Akademi Ilmu Sekretaris dan Manajemen Indonesia
Purwaningsih, Sri dkk, Reader Stenografi Indonesia, Semarang,
Polines
Depdikbud, 1987, Kecepatan Stenografi.