Laman

MEMAHAMI PENATAGUNAAN TANAH DALAM KEGIATAN EKONOMI


MEMAHAMI PENATAGUNAAN TANAH DALAM KEGIATAN EKONOMI

Lilis Mardiana Anugrahwati
Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Semarang
Jl. Prof.H.Sudarto, SH, Tembalang,Kotak Pos 6199/SMS Semarang 50061


ABSTRACT
Almost all the activities that we do as well as social, cultural and economic activities need a place to carry out those activities. The economic activity is the one which has influenced in the growth of a city. If there is no regulation about it, the city that has a variety of activities will become a slum. Finally, it would have many disadvantages for its own inhabitants. Furthermore, the city needs a city spatial plan that should be drawn up for the community in using the space as guidance.  The land use management is one of the devices in controlling the spatial planning for the community development activities. The understanding of the land use management is very important for the economic activity actors. The expectation is that the economic activity will support the achievement of the city in accordance with the spatial and sustainable city planning

Keywords : economic activity, space planning and land use management.

PENDAHULUAN
Papan atau rumah atau tempat hidup  merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping sandang dan pangan. Berbicara mengenai papan tidak akan bisa lepas dari peran tanah sebagai tempat berdirinya atau tempat berlangsungnya aktifitas manusia, sehingga tanah merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagaimana disebutkan pada pasal 33 ayat 3 memberikan kewenangan pengaturan kepada negara atau pemerintah untuk mendaya gunakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Agar tanah bisa didaya gunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan pemanfaatan tanah bisa terjaga dan lestari, tidak saling merugikan dan  untuk menghindari terjadinya sengketa pertanahan pada tahun 1979, Presiden mengeluarkan kebijaksanaan bidang pertanahan yang dikenal dengan Catur Tertib Bidang Pertanahan sebagaimana dimuat dalam Keppres No. 7 Tahun 1979, meliputi:
1.      Tertib Hukum Pertanahan
2.      Tertib Administrasi Pertanahan
3.      Tertib Penggunaan Tanah
4.      Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup.
Pada saat ini, terutama di perkotaan dimana harga tanah sudah sangat tinggi serta ketersediaan tanah yang terbatas memunculkan banyak permasalahan terutama pada tertib penggunaan tanah.  Kondisi tersebut terjadi karena masyarakat pemilik tanah ingin memanfaatkan tanah yang terbatas dan bernilai ekonomis tinggi tersebut secara maksimal ,sehingga terkadang melupakan pengaturan penatagunaan tanah yang dibuat untuk pengaturan penguasaan,  penggunaan dan pemanfaatan tanah  agar dapat memberikan manfaat yang lebih luas untuk kemakmuran rakyat secara bersama.
Perkembangan penggunaan tanah di suatu kota sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi dari kota tersebut. Richard M. Hurd (1903) mengungkapkan bahwa pola penggunaan lahan dalam suatu kota sangat erat kaitannya dengan masalah ”land values” (nilai lahan), ”rents” (sewa) dan ”costs” (biaya) (Hadi Sabari Yunus, 2000). Eratnya hubungan antara kegiatan ekonomi dengan penatagunaan tanah tidak dapat dipungkiri lagi menjadi salah satu alasan bagi pemilik tanah untuk memanfaatkan setiap jengkal tanahnya untuk kegiatan ekonomi, yang bahkan secara sadar ataupun tidak sadar kadang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan penatagunaan tanah.
Pembahasan dalam tulisan ini lebih untuk memberikan pemahaman bagaimana agar antara kegiatan ekonomi yang akan dilakukan oleh pemilik maupun penyewa tanah tidak melanggar dari ketentuan penggunaan tanah yang berlaku pada daerah tersebut.

PENATAGUNAAN TANAH
Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2004 yang dimaksud dengan penatagunaan tanah adalah pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.
Penatagunaan tanah bertujuan untuk :
a.    Mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah;
b.    Mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah;
c.    Mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah;
d.    Menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan.

Dari tujuan sebagaimana tertuang dalam pasal 3 PP no. 16 tahun 2004 tersebut diatas, dapat dilihat bahwa dasar bagi penatagunaan tanah adalah Rencana Tata Ruang Wilayah.
Dalam hal ini sebagai pedoman dalam mengatur penatagunaan tanah adalah Rencana Tata Ruang Wilayah dari masing-masing daerah.
Kebijakan penatagunaan tanah diselenggarakan pada bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, tanah negara maupun tanah ulayat masyarakat hukum adat. Dengan kata lain bahwa penatagunaan tanah ini diberlakukan pada semua bidang tanah baik yang sudah ada haknya maupun yang belum ada haknya.
Pada dasarnya kegiatan penatagunaan tanah dilakukan oleh berbagai instansi dengan berbagai bentuk. Di bidang pertanahan penyelenggaraan penatagunaan tanah ini dijadikan satu siklus dengan proses hak atas tanah. Di bidang pembangunan ada Ijin Mendirikan Bangunan, ijin gangguan dan ijin-ijin lain yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah / Kota dalam rangka penatagunaan tanah ini.

MEMAHAMI HUBUNGAN PENATAGUNAAN TANAH DALAM KEGIATAN EKONOMI
Dengan melihat tujuan penatagunaan tanah sebagaimana diterangkan diatas, terlihat bahwa peran rencana tata ruang wilayah dalam penatagunaan tanah adalah hal yang mutlak, karena rencana tata ruang kota inilah yang menjadi pedoman dalam penatagunaan tanah. Untuk itu kita perlu memahami bagaimana sebetulnya hubungan antara rencana tata ruang dengan penatagunaan tanah. 
Rencana Tata Ruang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan Penataan Ruang  adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Pada dasarnya dalam penataan ruang membedakan penggunaan tanah dalam 2 fungsi utama kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung memberikan arahan penggunaan tanah untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat konservasi atau pelestarian lingkungan, sedangkan kawasan budidaya memberikan arahan penggunaan tanah untuk kegiatan-kegiatan budidaya baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi.
Dari sisi kewilayahan penataan ruang dapat dibedakan menjadi rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Dalam rangka penatagunaan tanah maka yang dijadikan pedoman adalah rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Meskipun di Indonesia hampir dua pertiga permukaannya adalah lautan namun sebagian besar aktivitas dilakukan diatas daratan atau diatas tanah. Atas dasar hal itulah dapat dikatakan bahwa keberhasilan penerapan penataan ruang akan sangat bergantung pada bagaimana para pemilik tanah mendayagunakan tanahnya. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 9 PP nomor 16 tahun 2004 bahwa penetapan rencana tata ruang wilayah tidak mempengaruhi status hubungan hukum atas tanah, namun ternyata kedua hal tersebut yaitu tanah dan rencana tata ruang saling mempengaruhi. Rencana tata ruang akan mempengaruhi tanah tidak pada hak kepemilikannya namun kepada penggunaan serta pemanfaatannya, sedangkan keberhasilan penerapan tata ruang akan sangat dipengaruhi oleh kesadaran pemilik tanah dalam menggunakan dan memanfaatkan tanahnya. Pengendalian agar rencana tata ruang tersebut dapat tercapai menjadi kenyataan salah satunya diperlukan adanya proses penatagunaan tanah.
Penataan ruang memiliki tujuan untuk mengatur agar tercipta harmonisasi penggunaan dan pemanfaatan ruang agar lebih berdaya guna dan menjamin terciptanya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), yang didalam undang-undang penataan ruang dicapai dengan :
a.    Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b.    Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c.    Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Tanah berkembang tidak hanya sebagai kebutuhan tetapi sudah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis tinggi, bahkan sudah menjadi barang investasi. Semakin dekat dengan pusat kegiatan maka akan semakin tinggi nilai tanah demikian pula sebaliknya dengan harga tanah yang tinggi maka semakin tinggi pula kegiatan ekonomi pada tanah tersebut. Hal ini bisa kita lihat misalnya dengan semakin tingginya harga tanah di sekitar kampus Universitas Diponegoro (Undip) Tembalang yang merupakan salah satu kegiatan yang menjadi pusat pertumbuhan baru di Kota Semarang. Contoh lainnya adalah semakin dekat dengan pusat kota seperti simpang lima maka harga tanahnya semakin tinggi. Dengan semakin tinggi nilai tanah maka kegiatan ekonomi yang ada dilokasi tersebut akan lebih banyak didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa.
Abdurrahman dalam buku Industrialisasi dan Perubahan Fungsi Sosial Hak milik Atas tanah karangan Prof. Dr. Yusriadi, SH.,MS. mengungkapkan tanah sebagai komoditas ekonomi, dengan munculnya pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, maka telah mendorong penggunaan tanah sebagai mekanisme akumulasi modal. Bahkan pembangunan ekonomi yang terjadi saat ini menempatkan tanah hanya dilihat dari segi ekonomi semata, yang akhirnya menempatkan tanah sebagai sarana investasi dan spekulasi.
Agar tanah sebagai sarana investasi dan spekulasi ini bisa sejalan dengan rencana tata ruang maka perlu adanya kekuatan dan konsistensi dalam menerapkan ketentuan penatagunaan tanah. Untuk itu kita perlu memahami bagaimana sebetulnya penatagunaan tanah ini diterapkan. Proses penatagunaan tanah ini dilakukan dalam berbagai kegiatan pengendalian pembangunan, antara lain pada proses pemberian hak atas tanah, pada proses perijinan pembangunan maupun proses perijinan pemanfaatan ruang atau bangunan. Ketentuan dalam pelaksanaan proses-proses tersebut selalu mengharuskan sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan.
Sebagai pedoman dalam melaksanakan penatagunaan tanah ini Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 16 tahun 2004 tentang penatagunaan tanah. Peraturan Pemerintah ini disusun untuk memberikan arahan bagi pemerintah khususnya Kantor Pertanahan serta panduan bagi masyarakat. Dalam hal pemanfaatan tanah penatagunaan tanah ini mengatur antara lain :
1.        Penggunaan dan pemanfaatan tanahnya harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
2.        Penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah tidak dapat diperluas atau dikembangkan penggunaannya. 
3.        Pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah tidak dapat ditingkatkan pemanfaatannya.
Ketentuan diatas akan sangat berpengaruh bagi pemanfaatan tanah untuk penggunaan kegiatan ekonomi. Tidak jarang kebijakan tata ruang yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus berbenturan dengan kepentingam pribadi para pemilik tanah ataupun para pengusaha.
Sebagai salah satu contoh adalah digugatnya RTRW kota Semarang ke Mahkamah Konstitusi 0leh perusahaan perusahaan yang berada di kawasan Jalan Simongan kota Semarang terkait dengan tidak masuknya lokasi usaha industri yang mereka miliki dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang yang baru disahkan tahun 2011 ,karena ternyata kawasan tersebut dalam RTRW tahun 2011 tidak termasuk dalam kawasan industri tetapi masuk sebagai kawasan perumahan.
Dalam kasus tersebut karena lokasi usaha berada pada lokasi yang tidak sesuai dengan tata ruang maka sesuai dengan ketentuan tersebut para pemilik usaha tidak bisa lagi memperluas dan mengembangkan usahanya, bahkan terancam harus memindah usahanya ke kawasan industri. 
Kondisi tersebut diatas dapat memberikan gambaran bagaimana kegiatan ekonomi memiliki kaitan yang saling mempengaruhi dengan kebijakan penatagunaan tanah. Kegiatan ekonomi yang dilakukan di suatu hamparan tanah haruslah dilakukan sesuai dengan ketentuan tata ruang. Untuk itulah perlu pemahaman dari pemilik tanah bahwa untuk menggunakan atau memanfaatkan tanahnya bagi kegiatan apapun utamanya untuk kegiatan ekonomi harus didasari pada penatagunaan tanah yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Sesuai dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pada pasal 6 dinyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ketentuan tersebut secara jelas memberikan batasan kepada pemilik tanah bahwa dalam memanfaatkan tanahnya tetap harus memperhatikan fungsi sosialnya. Fungsi sosial ini salah satunya adalah bahwa dalam memanfaatkan harus sesuai dengan tata guna tanah 
Berikut adalah langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh pemilik tanah agar kegiatan ekonomi yang dilaksanakan dalam rangka pemanfaatan tanahnya bisa sesuai dengan penatagunaan tanah :
a.    Apabila memiliki rencana membeli tanah untuk digunakan usaha, maka usahakan mengetahui lokasi tersebut dalam rencana tata ruang berada pada kawasan yang bisa digunakan untuk usaha tersebut.
Contoh :    
Apabila akan mendirikan sebuah pabrik maka pastikan bahwa tanah tersebutlokasinya berada pada kawasan industri. Apabila akan mendirikan usaha hotel maka pastikan bahwa tanah tersebut  lokasinya berada pada kawasan perdagangan dan jasa.
b.    Apabila telah memiliki tanah dan akan mendirikan sebuah usaha diatasnya maka sesuaikan jenis usaha yang akan dilakukan dengan tata guna tanah lokasi tersebut.
Contoh :    
Apabila lokasi tanah ternyata pada kawasan perumahan maka buatlah usaha yang diperbolehkan untuk lokasi tersebut misalnya untuk rumah kost, home stay atau usaha lainnya yang mendukung kawasan perumahan
c.    Lakukan pembangunan atau pendirian tempat usaha dengan didahului dengan perijinan sesuai dengan ketentuan, karena perijinan merupakan salah satu bentuk pengendalian penatagunaan tanah.

PENUTUP
Penatagunaan tanah sebagai bagian dari pengendalian pembangunan suatu wilayah agar sesuai dengan perencanaan merupakan hal yang harus dipahami oleh setiap stake holder atau pemangku kepentingan pembangunan. Kegiatan ekonomi memerlukan wadah atau ruang untuk melaksanakan kegiatannya sehingga pemahaman akan penatagunaan tanah merupakan hal yang perlu dipahami bagi setiap pihak yang terlibat. Pemahaman penatagunaan tanah yang sesuai dengan rencana tata ruang, dilanjutkan dengan kemauan untuk mematuhi penatagunaan tanah itu sendiri akan membantu pertumbuhan dan perkembangan kota sesuai dengan rencana kota yang telah ditetapkan. Perkembangan kota yang tumbuh dengan baik dan dinamis serta terkendali akan mampu menumbuhkan kegiatan ekonomi bagi seluruh warganya, yang kemudian ini akan mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 16 tahun 2004 tentang penatagunaan tanah.
Suardi, SH, MH.  2005, Hukum Agraria, Jakarta, Badan Penerbit Islam.
Dr. Muhadar, SH, Msi. 2006, Viktimisasi Kejahatan di bidang Pertanahan, Yogyakarta, LaksBang PRESSindo.
Prof.Dr.Yusriyadi, SH, MS. 2010, Industrialisasi dan Perubahan Fungsi Hak Milik Atas Tanah, Yogyakarta, Genta Publishing.
Hadi Sabari Yunus, 2000, Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset.