Laman

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN PENDANAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERRCATAT DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2008


ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN PENDANAAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERRCATAT
DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2008

Suwardi
Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang



ABSTRACT

This research is conducted to examine the effect of Dividend Payout Ratio (DPR), Asset Growth, Price Earning Ratio (PER) and Profitability (ROA) of Debt to Equity Ratio (DER). This study aims to measure and analyze the influence of corporate finance ratios (DPR, Asset Growth, PER and ROA) to the DER.
The population in this study were manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange with a purposive sampling based on sampling that is based on the criteria for a manufacturing company that is always present the Financial Report and continuously distribute dividends of 31 December 2006-2008. Of these criteria the data are obtained by 35 companies from 149 manufacturly companies listed on the IDX. The analysis technique used is multiple linear regression to test the hypothesis using the t-statistic for testing the partial regression Coefficient and F-statistics to test the significance effect simultaneously with the level of significance of 5%. In addition, normality test and classical assumption test are conducted.
The results of this research are as follows: (1) Based on the test values obtained was significant silmultan of 0,000. This figure is far below the level of significance of 5%, thus it can be said that together the variables of the DPR, Asset Growth, PER and ROA significantly influence DER. (2) Based on the partial hypothesis testing, Asset Growth and ROA variable has positive and significant impact on DER. While the DPR variable partially  has negative effect and not significant to the DER. While the PER variable impacts partially positively to DER, but the effect is not significant.

Keywords: Finance ratios, financial report

PENDAHULUAN

 Kebijakan pendanaan merupakan salah satu keputusan penting dalam menentukan besar kecilnya struktur modal suatu perusahaan. Struktur  modal ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain stabilitas penjualan, struktur asset, tingkat keuntungan, pajak, deviden payout, ratio harga saham penutupan terhadap laba saham.
            Struktur modal dapat diukur dari ratio perbandingan antara total hutang terhadap ekuitas (debt to equity ratio). Debt to equity ratio (DER) menunjukkan tingkat resiko suatu perusahaan, semakin tinggi ratio DER akan semakin tinggi resiko suatu perusahaan karena pendanaan dari unsur hutang lebih besar daripada ekuitas. Investor cenderung lebih tertarik pada tingkat DER tertentu, besarnya kurang dari 1 karena jika lebih besar dari 1 menunjukkan resiko perusahaan semakin meningkat.
            Struktur modal (capital structure) merupakan besarnya komposisi pendanaan oleh perusahaan dalam rangka membiayai aktivitas operasionalnya. Besar kecilnya struktur modal sangat tergantung dari besar kecilnya sumber dana berasal dari pihak eksternal terhadap sumber dana berasal dari pihak internal perusahaan. Sumber dana dari pihak luar diperoleh dari pinjaman atau hutang (baik hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang), sedangkan sumber dana dari pihak internal diperoleh dari modal saham (equity) dan laba tidak dibagi (return earning). Ratio antara sumber dana dari pihak eksternal (hutang) terhadap sumber dana dari pihak internal (ekuitas) lazim disebut sebagai debt to equity ratio (Brigham, 1998).
            Berdasarkan data ICMD (Indonesia Capital Market Direcotory) 2009 terdapat 397 perusahaan yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) selama periode 2006-2008. Pada tahun 2006 terdapat sebesar 51% yang tingakat DER nya lebih besar dari 1, untuk tahun 2007 sebesar 57% perusahaan dengan tingkat DER lebih besar dari 1, sedangkan tahun 2008 sebesar 61% perusahaan dengan tingkat DER lebih dari 1. Berdasarkan  kondisi tersebut, maka bisa dilihat bahwa selama periode tahun 2006 sampai dengan periode tahun 2008 terdapat lebih dari 50% perusahaan yang tercatat (listed) di BEI mempunyai tingkat DER lebih dari 1, yang berarti juga bahwa proporsi hutangnya lebih besar daripada modalnya sendiri.

TELAAH PUSTAKA
Kebijakan pendanaan dalam sebuah perusahaan haruslah bertujuan untuk memaksimalkan kemakmuran, artinya kebijakan tersebut harus mempertimbangkan dan menganalisa kombinasi sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membiayai kebutuhan-kebutuhan rutin serta investasi perusahaan. Menurut Brigham (1998) menunjukkan ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam keputusan pendanaan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah :
1.      Stabilitas penjualan. Jika penjualan relatif stabil, maka perusahaan akan dapat menjamin hutang yang lebih besar, sehingga stabilitas penjualan akan berpengaruh positif terhadap ratio hutang.
2.      Struktur Asset. Asset perusahaan yang digunakan sesuai dengan aktivitas utama perusahaan cenderung akan menjamin pinjaman yang diterima, sehingga kreditor semakin terjaga keaman.
3.      Tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan ini umumnya diukur dengan besarnya ukuran perusahaan (size) dari penjualan. Dengan semakin mingkatnya size, maka kreditor akan semakin percaya dengan kinerja perusahaan, sehingga dapat meningkatkan dana untuk operasional perusahaan. Dengan meningkatnya aktivitas operasional diharapkan penjualan juga meningkat.
4.      Profitabilitas. Tingkat keuntungan yang dicapai dari hasil operasional tercermin dalam return on equity. Meningkatnya ROE akan meningkatkan laba ditahan, sehingga komponen modal sendiri semakin meningkat. Dengan meningkatnya modal sendiri, maka ratio hutang menjadi menurun (dengan asumsi hutang relatif tetap).
5.      Pajak. Dengan semakin meningkatnya pajak, maka keinginan pemenuhan dana mengarah pada peningkatan hutang, karena meningkatnya pajak akan memperkecil cost of debt.

Teori Struktur Modal
Teori struktur modal bertujuan memberikan landasan berpikir untuk mengetahui struktur modal yang optimal. Suatu struktur modal dikatakan optimal apabila dengan tingkat resiko tertentu dapat memberikan nilai perusahaan yang maksimal. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham (Brigham,1998). Nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Bagi perusahaan yang menerbitkan saham di pasar modal, harga saham yang dipeperjualbelikan di bursa merupakan indikator nilai perusahaan (Suad Husnan, 1998).
     
Agency Theory
Jensen dan Meckling (1976), mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak yang mana satu atau lebih peinsipal (pemilik/pemegang saham) menggunakan orang lain atau agent (manajer) untuk menjalankan aktivitas perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Pemegang saham memberikan kekuasaan kepada manajemen untuk mengambil keputusan dan melakukan kegiatan ekonomi untuk kemajuan perusahaan yang selanjutnya akan meningkatkan kemakmuaran bagi pemegang saham.
Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif atau imbalan dan pengawasan yang memadai. Kegiatan pengawasan tentu memerlukan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik.Biaya yang muncul dalam rangka tindakan pengawasan agar manajemen bertindak secara konsisten dan selalu memperhatikan kepentingan pemegang saham inilah yang disebut biaya agensi. Semakin buruk kinerja manajemen suatu perusahaan, semakin besar biaya agensi yang harus ditanggung perusahaan.

Balancing Theory
Teori ini pada intinya yaitu menyeimbangkan antara manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat masih besar, hutang akan ditambah. Tetapi bila pengorbanan karena menggunakan hutang sudah lebih besar maka hutang tidak lagi ditambah. Pengorbanan karena menggunanan hutang tersebut bisa dalam bentuk biaya kebangkrutan (Bankruptcy cost) dan biaya keagenan (agency cost). Biaya kebangkrutan antara lain terdiri dari legal fee yaitu biaya yang harus dibayar kepada ahli hukum untuk menyelesaikan klaim dan distress price yaitu kekayaan perusahaan yang terpaksa dijual dengan harga murah sewaktu perusahaan dianggap bangkrut.
Semakin besar kemungkinan terjadi kebangkrutan dan semakin besar biaya kebangkrutan, semakin tidak menarik menggunakan hutang. Hal ini disebabkan adanya biaya kebangkrutan, biaya modal sendiri akan naik dengan tingkat yang makin cepat. Sebagai akibatnya, meskipun memperoleh manfaat penghematan pajak dari penggunaan hutang yang besar berdampak oleh kenaikan biaya modal sendiri yang tajam, sehingga pada akhirnya akan menaikkan biaya perusahaan
.          
Pecking Order Theory
Teori ini dikemukakan oleh Myers dan Majluf pada tahun 1984, mereka menetapkan suatu urutan keputusan pendanaan dimana para manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, kemudian hutang, dan modal sendiri eksternal sebagai pilihan terakhir (J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland, 1997). Pecking order theory ini merupakan suatu teori yang mendasarkan pada asimetri informasi. Teori ini menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai urutan preferensi dalam memilih sumber pendanaan. Perusahaan yang profitable umumnya meminjam dalam jumlah yang sedikit. Hal ini disebabkan karena mereka memerlukan external financing yang sedikit. Laba ditahan ditempatkan sebagai alternatif pertama karena sumber dana ini paling kecil biaya dan resikonya bibanding dengan pinjaman dan penerbitan saham baru. Jika dibandingkan dengan penggunaan dana pinjaman dan penerbitan saham baru, maka penggunaan laba ditahan jelas lebih baik.        Penggunaan pinjaman akan menimbulkan biaya bunga yang harus ditanggung oleh perusahaan. Biaya ini dapat diperhitungkan sebagai biaya yang akan mengurangi pengahasilan kena pajak. Semakin kecil penghasilan kena pajak, akan membuat beban pajak yang ditanggung perusahaan menjadi semakin kecil. Keuntungan ini tidak akan diperoleh bila perusahaan memilih menerbitkan saham baru.
     
Model Empirik Penelitian
Berdasarkan teori dan hasil dari penelitian, maka ada beberapa faktor yang diidentifikasi mempengarhi struktur modal (debt to equity ratio) yaitu Divident Payout Ratio (DPR), Pertumbuhan Asset, Price Earning Ratio (PER), dan Profitabilitas (ROA). Untuk itu akan dilakukan pengujian sejauh mana pengaruh variabel bebas tersebut terhadap debt to equity ratio (DER), sehingga model empirik dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut :




Diagram Kerangka Pemikiran Teoritis
Pengaruh DPR, Asset Growth, PER dan ROA terhadap DER
Sumber: Darmawan (2003), Sekar Mayangsari (2001), Setyawan & Sutapa (2006) dikembangkan dalam penelitian ini.



METODE  PENELITIAN
Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian didasarkan pada perusahaan manufaktur yang tercatat (listed) di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2006 hingga tahun 2008   sesuai dengan kategori dari data ICMD (Indonesia Capital Market Directory). Hal ini dikarenakan jumlah perusahaan manufaktur relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan jenis perusahaan lainnya seperti perusahaan jasa atau perusahaan dagang yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

Jenis Dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan tahunan perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, sedang sumber data yang digunakan untuk menghitung tiap-tiap variable data diperoleh dari ICMD (Indonesia Capital Market Directory) dan ISX (Indonesia Stock Exchange) fack book.
Penelitian ini menggunakan data pooling (panel data) yaitu gabungan antara data time series dengan data cross section. Jumlah perusahaan dalam penelitian ini adalah 35 perusahaan dengan periode pengamatan selama 3 tahun yaitu dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008, sehingga jumlah data observasi adalah 105.

Populasi dan Sampel
 Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sesuai dengan tahun pengklasifikasian ICMD. Teknik pengambilan sample menggunakan metode purposive sampling yaitu metode pemilihan sample dengan mengunakan kriteria sebagai berikut :
1.      Perusahaan manufaktur yang berturut-turut tahun 2006 – 2008 terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2.      Sampel mempunyai laporan keuangan tahunan yang berakhir pada tanggal 31 Desember.  Hal ini untuk menghindari adanya pengaruh waktu parsial dalam pengukuran variable.
3.      Sampel adalah perusahaan yang selalu membayarkan dividen selama periode penelitian.

Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel
1. Variabel Dependen
Variable dependen dalam penelitian ini adalah Debt to Equity Ratio (DER) yaitu ratio antara total hutang terhadap total modal sendiri yang mencerminkan struktur modal perusahaan.
2. Variabel Independen :
a.   Dividen Payout Ratio
Dividend Payout Ratio (DPR) adalah ratio antara dividen per lembar saham (Dividend per share - DPS) terhadap laba per lembar saham  (earning per share – EPS).
b.      Pertumbuhan Asset
Pertumbuhan Asset merupakan perkembangan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan, pertumbuhan ini dapat diketahui dengan menghitung ratio antara total asset periode sekarang (Assett) minus aset periode sebelumnya (Assett-1) terhadap total asset periode sebelumnya (Assett-1)
c.       Price Earning Ratio
Price Earning Ratio (PER) adalah ratio antara harga penutupan per lembar saham (Ps) terhadap laba per lembar saham (earning per share - EPS).
d.      Profitabilitas
Profitabilias dapat diukur dengan ROA (Return On Asset), merupakan perbandingan antara NIAT (Net Income After Tex) dengan  Average Total Asset (Robert Ang, 1997).

Teknik Analisa Data
Untuk menguji kekuatan variabel-variabel penentu (DPR, Pertumbuhan asset, PER dan Profitabilitas) terhadap Debt to Equity Ratio (DER), maka dalam penelitian ini digunakan analisis regresi linier berganda dengan persamaan kuadrat terkecil (ordinary least square – OLS) dengan model dasar sebagai berikut :
Y = a + ß1 X1 + ß2 X2 + ß3 X3  + ß4 X4 + e
Dimana :
Y         = Tingkat Debt to Equity Ratio
a          = konstanta
ß          = koefisien regresi
X1       = Dividend Payout Ratio
X2       = Pertumbuhan Asset
X3       = Price Earning Ratio
X4       = Profitabilitas (ROA)
e          = Variabel residual

Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah masing – masing variabel tersebut berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji normalitas error (residual). Pengujian normalitas errors yang digunakan dalam penelitian ini adalah JarQue – Bera test dengan rasio skewness dan kurtosis. Menurut (Gujarati, 2003) Rasio Skewness dihitung dengan rumus sebagai berikut:
                       


                       


 





Jika rasio Skewness menghasilkan nilai < 2,00 atau kurtosis < 30, maka distribusi error adalah normal.



Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi pengujian multikolinearitas, autokorelasi dan uji heterokedastisitas, masing – masing pengujian tersebut diuraikan sebagai berikut :
a.  Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 (sebelunya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autikorelasi. Model regresi yang baik adalah yang bebas autokorelasi. Untuk mendeteksi autokorelasi, dapat dilakukan uji statistik melelui uji Durbin-Watson (Ghozali, 2007).
b.  Uji Multikolinearitas
Menurut Ghazali (2007) uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pada model regresi yang baik seharusnya antar variabel independen tidak terjadi korelasi. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model regresi dapat dilihat dari tolerance value atau Variance Inflation Factor (VIF) yang dihitung dengan rumus  :
VIF = 1/Tolerance
Jika VIF lebih beasr dari 10, maka antar variabel bebas (independent variable) terjadi persoalan multikolinearitas. Sebaliknya, jika VIF lebih kecil dari 10, maka antar variabel bebas (independent variable) tidak terjadi multikolinearitas.
c.  Uji Heteroskedastisitas
Pengujian asumsi keempat adalah heteroscedasticity untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas yang dilakukan dengan Glejser-test, yaitu meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen. Variabel independen yang mempunyai nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 dapat diartikan mempunyai masalah heteroscedasticity. Sebaliknya, apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada masalah heteroscedasticity (Ghozali, 2007).

Uji  Model
a.  Uji R2 
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah diantara nol dan satu, Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas (Ghozali, 2007). Nilai yang mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.

b. Uji F
Uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh antara faktor-faktor (DPR, Asset, PER dan Profitabilitas) terhadap Debt to Equity ratio (DER) secara simultan.

Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan dengan uji t-statistik, Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel bebas (DPR, Asset, PER, ROA) secara individu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat  yaitu DER (Debt Equity Ratio). Oleh karena itu uji t ini digunakan untuk menguji hipotesis  H1, H2, H3, H4.
Hipotesis yang digunakan adalah :
H1 : Dividend Payout Ratio (DPR) berpengaruh positif terhadap  DER.
H2 : Pertumbuhan Asset berpengaruh positif terhadap  DER.
H3 : Price Earning Ratio (PER) berpengaruh positif terhadap  DER.
H4 : Profitabilitas (ROA) berpengaruh negatif terhadap  DER.
Hipotesis diterima atau ditolak berdasarkan :
1.  Jika t_hitung < t_tabel,  maka  Hipotesis ditolak.
2.  Jika t_hitung > t_tabel,  maka  Hipotesis diterima.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Populasi dan Sampel
Sesuai data ICMD 2009 Perusahaan manufaktur yang sahamnya terdaftar di Bursa efek Indonesia (BEI) pada periode tahun 2006 sampai dengan 2008 sebanyak 149  perusahaan. Selama periode tahun 2006-2008, perusahaan manufaktur yang selalu menyajikan laporan keuangan per 31 Desember 2006-2008 dan secara kontinyu membagikan dividen pada periode tahun 2006-2008 berjumlah 35 perusahaan. Karena data yang diteliti meliputi tahun 2006, 2007 dan 2008, maka jumlah data yang digunakan adalah sebanyak 35 x 3 = 105 data.         
Statistik Deskriptif
            Hasil pengolahan SPSS sebagaimana pada tabel 1  dapat diketahui bahwa dari lima variabel (DER, DPR, ASSET, PER dan ROA). Mean terbesar adalah 12,6183 terdapat pada variabel price earning ratio, sedangkan mean terkecil adalah 0,0857 ada pada variabel return on asset . Standar deviasi terbesar adalah 9,29773 terdapat pada variabel price earning ratio, sedangkan standar deviasi terkecil yaitu 0,07061 terdapat pada return on asset. Selanjutnya apabila dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata-rata (mean) dan standar deviasi dari masing-masing variabel penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1  berikut :
                                               


Tabel  1
Perhitungan Minimum, Maksimum, Mean dan Standar Deviasi
Descriptive Statistics

N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
DER
105
.10
3.06
.9774
.71707
DPR
105
.01
3.75
.4045
.42833
ASSET
105
-.29
1.27
.1633
.20701
PER
105
1.27
46.69
12.6183
9.29773
ROA
105
.01
.36
.0857
Valid N (listwise)
105




Sumber :  Data Sekunder yang diolah


  



Hasil Analisis dan Pembahasan      
            Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut maka tahap awal dalam pembahasan analisis ini adalah melakukan proses pengolahan data yang didasarkan pada data mentah (raw data) yang diperoleh dari teknik pengumpulan data.
Uji Normalitas
            Setelah melalui proses uji normalitas dari 105 data ternyata ada sebanyak 12 data outlier, sehingga data normal adalah 93. Hal ini dapat dilihat dari output SPSS seperti ditunjukkan pada lampiran, maka hasil pengujian normalitas data yang diukur dari ratio skewness dapat ditunjukkan pada tabel 2 berikut :
                


Tabel 2
                                              Hasil Uji Data Residual dengan Skewness
                                                      (setelah data outlier dikeluarkan)
Descriptive Statistics

N
Skewness
Kurtosis

Statistic
Statistic
Std. Error
Statistic
Std. Error
Unstandardized Residual
93
.455
.250
-.758
.495
Valid N (listwise)
93




Sumber : Data Sekunder yang diolah



            Berdasarkan hasil pada tabel 2 diatas, menunjukkan bahwa data terdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ratio skewness adalah sebesar 1,82 (0,455 : 0,250), angka ini lebih besar  dari -2 dan lebih kecil dari 2.  Hal ini berarti data residual terdistribusi secara normal.

Uji Asumsi Klasik
            Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dalam penelitian ini perlu dilakukan pengujian asumsi klasik terlebih dahulu terhadap sampel hasil perhitungan ratio-ratio keuangan selama tiga tahun, pengujian tersebut meliputi: uji autokorelasi, multikolinearitas dan heteroskedastisistas yang dilakukan sebagai berikut:
  1. Uji Autokorelasi
Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi digunakan uji Durbin Watson, dimana angka-angka yang diperlukan dalam metode tersebut adalah  DW, dl, du, 4-dl dan 4-du. Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound  (du) dan 4-du,  maka koefisien auto korelasi sama dengan nol yang berarti tidak ada auto korelasi. Berikut ini adalah hasil uji Durbin Watson :
                       
    


Tabel  3
Hasil Uji Durbin Watson
dl
du
Durbin Watson
4-du
Kesimpulan

1,579

1,755

1,888

2,245
Tidak ada
autokorelasi
Sumber : Data Sekunder yang diolah
           


Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada tabel 3 diatas, terlihat bahwa nilai Durbin Watson sebesar 1,888 dimana nilai tabel dl sebesar 1,579 dan du sebesar 1,755 sehingga didapat nilai 4-du sebesar 2,245. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson berada diantara du dan 4-du sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi dalam model regresi.
  1. Uji Multikolinearitas
Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawanya Variance Inflation Factor (VIF) yang terdapat pada masing-masing variabel seperti terlihat pada tabel 4 berikut :
                                                           



Tabel  4
                                                                Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel
Tolerance
VIF
DPR
0,974
1,027
Asset
0,957
1,045
PER
0,986
1,014
ROA
0,969
1,032
Sumber : Data Sekunder yang diolah
               


Suatu model regresi dinyatakan bebas dari multikolinearitas jika mempunyai nilai tolerance diatas 0,10 dan nilai VIF dibawah 10. Tabel 4  menunjukan bahwa keempat variabel independen tidak terjadi multikolinearitas karena nilai tolerance-nya tidak ada yang kurang dari 0,10. Selain itu hasil dari perhitungan VIF juga menunjukkan tidak ada satupun variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Dengan demikian empat variabel independen dapat digunakan untuk memprediksi DER selama periode pengamatan.


  1. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heterokedastisitas dalam penelitian ini menggunakan Uji glejser, hasil pengujian heterokedastisitas ditunjukkan dalam tabel 5  berikut :
                                               


                       
               Tabel  5
                                                            Hasil Uji Heterokedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
.318
.055

5.746
.000
DPR
-.038
.053
-.077
-.722
.472
ASSET
-.017
.135
-.014
-.126
.900
PER
.002
.002
.099
.926
.357
ROA
-.042
.313
-.014
-.134
.893
a. Dependent Variable: absres1



Sumber : Data Sekunder yang diolah


Tabel 5 menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel independen (DPR, Asset, PER, ROA) yang signifikan dengan variabel residual, sebagaimana ditunjukkan dengan nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Hasil signifikansi DPR, Asset, PER dan ROA terhadap residual masing-masing sebesar 0,472, 0,900, 0,357 dan 0,893 dimana nilai tersebut berada diatas 0,05. Dengan demikian dapat disimpulakn bahwa keempat variabel independen tersebut  tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.

Hasil uji Regresi
Sebeleum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu akan dilakukan analisis terhadap model regresi. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada tabel berikut:


Tabel  6
                                             Hasil Pengujian Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
.660
.103

6.385
.000
DPR
-.111
.099
-.099
-1.119
.266
ASSET
1.408
.251
.501
5.603
.000
PER
.008
.004
.167
1.893
.062
ROA
-1.541
.585
-.234
-2.633
.010
a. Dependent Variable: DER




Sumber :  Data Sekunder yang diolah



Berdasarkan tabel 6  diatas, dapat diketahui bahwa persamaan regresi yang terbentuk adalah :
DER = 0,660 – 0,111 DPR + 1,408 Asset + 0,008 PER – 1,541 ROA
Persamaan tersebut memberi arti bahwa besarnya konstanta adalah 0,660 menujukkan bahwa jika semua variabel bebas dianggap tidak berpengaruh terhadap DER, maka besarnya DER adalah 0,660.

Pengujian Model Regresi
  1. Koefisien Determinasi
Hasil uji koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 7  berikut :
                                               


Tabel  7
                                Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
1
.573a
.328
.298
.39671
1.888
a. Predictors: (Constant), ROA, DPR, PER, ASSET

b. Dependent Variable: DER


Sumber :  Data Sekunder yang diolah