Laman

MODEL PENINGKATAN KINERJA PRODUK EKSPOR UKM BATIK SURAKARTA MELALUI PEMBANGUNAN MODAL SOSIAL DAN DAYA INOVASI


MODEL PENINGKATAN KINERJA PRODUK EKSPOR UKM BATIK SURAKARTA MELALUI PEMBANGUNAN MODAL SOSIAL DAN DAYA INOVASI

Utami Tri Sulistyorini
Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Semarang
Jl. Prof.H.Sudarto, SH, Tembalang, Kotak Pos 6199/SMS Semarang 50061


ABSTRACT
This research is based on the decreasing of SME’s Surakarta batik export volume. This decreasing is caused by the lack of innovativeness empowerement . Innovativeness can be empowered effectively by social capital development, which are structural social capital, solidarity, dan trust. Social capital can drive innovativeness toward product’s performance increasement. Therefore the research problem is how SME’s Surakarta batik export can develop social capital as a innovativeness driver in order to increase product’s performance.
The first year of this research’s goal is develop a mode of social capital as a innovativeness driver in order increase product’s performance of SME’s Surakarta batik. The model is expected has contribution, not only in the development of social capital theory, but also as a problem solving of SME’s Surakarta batik export. The originality of this research can be seen from the combining of two research domain (social capital and innovativeness development) which directing to one point that is increasing product’s performance.
There are four hyphothesis developed in this research, those are (1) structural social capital influences toward trust development (2) solidarity influences toward trust development; (3) trust  influences toward innovativeness empowerement; (4) innovativeness influences toward product performance increasement. These four hyphothesis is tested with SEM (Structural Equation Modelling) approach. The data is analysed by AMOS ver.16. program. Primary data is collected by using 1 – 10 scale, and through giving research’s question to the respondents. Purposive sampling techniques is used. 100 SME’s Surakarta batik are chosen as respondents of this researh. The result of hyphothesis test shows that the four hyphothesis are accepted, which CR (Critical Ratio) ³ 1,96  and P (Probability) £ 0,05. So, it can be said that SME’s Surakarta batik export can develop trust through structural social capital and solidarity. Trust that has been successfully built can be used as a innovativeness driver in order to increase product performance of SME’s Surakarta batik.
The further research is suggested to use the different dimension of trust to test the influence of trust toward the willingness of the company to take risk in order to gain new opportunity. The next research also should use the ability to produce innovative product, ability to accept the accomplish job differently among individu, ability to try new methode in order to exploit opportunity, and willingness to take ris in order to exploit opportunity, to test the influence of innovativeness toward product’s ability to expand the market that suitable with customer’s need.
Keywords: product performance, innovativeness, structural social capital, solidarity, and trust.

PENDAHULUAN
Kota Surakarta merupakan pusat pengembangan Wilayah Pengembangan IV Jawa Tengah. Kota Surakarta mampu berkembang pesat karena didukung oleh kemudahan transportasi dan perkembangan sosial ekonomi daerah sekitarnya. Meskipun bukan ibukota provinsi, namun Surakarta berstatus sebagai kota utama dan menjadi salah satu kota terpenting di Indonesia dikarenakan masyarakatnya mempunyai karakter yang kuat, yaitu lembut dalam bahasa, tingkah laku, serta tutur kata di samping masih mempertahankan kehidupan tradisinya. Surakarta merupakan kota berperingkat kesepuluh kota terbesar (setelah Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Makasar, Denpasar, Palembang, dan Yogyakarta).
Pemerintah Kodia Dati II Surakarta mencanangkan program Krida Utama untuk mencapai Solo Kuncara yang salah satunya adalah Kota Usaha Kecil yang dipadukan dengan Kota Budaya. Dalam hal ini Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dikembangkan dalam koridor budaya Solo wirya, harta, winasis. Artinya dalam operasionalnya UKM harus mampu mensinergikan kapabilitas dan kompetensi untuk mencapai keuntungan maksimum melalui keunggulan bersaing. Saat ini UKM yang sedang digalakkan oleh Pemerintah Kodia Dati II Surakarta salah satunya adalah UKM Batik, khususnya batik ekspor. Hal ini disebabkan UKM batik ekspor merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB di Surakarta. Meskipun sumbangan terbesar diberikan oleh UKM batik terhadap PDRB Surakarta namun sumbangan tersebut berfluktuasi tergantung pada kinerja dari UKM batik ekspor tersebut. Apabila kinerja UKM batik ekspor turun maka diperkirakan sumbangan UKM batik ekspor terhadap PDRB juga akan turun.
Permasalahannya saat ini kinerja UKM batik ekspor di Surakarta sedang mengalami penurunan.  Pada tahun 2010 dapat dikatakan bahwa volume ekspor UKM batik ekspor Surakarta mengalami penurunan (data tahun 2010, Januari – Oktober). Hasil pra survey di lapangan terhadap 10 orang pengusaha batik ekspor di Kampung Laweyan Surakarta, pada saat diajukan pertanyaan kepada mereka, apa yang menyebabkan penurunan volume ekspor mereka, jawabannya adalah penurunan pesanan dari luar negeri. Kesimpulan sementara hasil pra survey ini adalah bahwa volume ekspor UKM batik ekspor Surakarta tergantung pada pesanan, bukan tergantung pada daya inovasi mereka untuk menciptakan produk baru yang unik yang akan diminati oleh pasar. Hasil ini diperkuat oleh Disperindag Surakarta yang menyatakan bahwa volume ekspor pada UKM batik ekspor Surakarta disebabkan oleh permasalahan internal yang merupakan permasalahan yang timbul akibat kurang berkembangnya daya inovasi UKM batik ekspor Surakarta. Hal ini tampak pada identifikasi permasalahan yang terdapat pada UKM batik ekspor Surakarta  yaitu produk kurang memiliki daya – tembus ke pasar ekspor dan rendahnya obsesi untuk melakukan inovasi tekonologi. Dapat dikatakan bahwa permasalahan UKM batik ekspor Surakarta adalah “ Bagaimana menggerakkan daya inovasi dalam upaya meningkatkan kinerja produk ekspor  UKM Batik Surakarta ?”
Daya inovasi dapat digerakkan secara efektif melalui pembangunan modal sosial. Hasil penelitian Nahapiet & Ghosal (1998); Tsai & Ghossal (1998);  Melander & Nordqvist (2002);  Adler & Kwon (2002); Clegg (2002); McEvily, Perrone, dan Zaheer (2003); Carolis & Saparito (2006);  Liao & Welsch (2005);  Gima dan Murray (2007).; Tanas & Saee (2007) ; serta Ellonen dkk (2008), menunjukkan bahwa dimensi modal sosial yang terdiri dari modal sosial struktural, solidaritas dan trust yang tinggi memiliki dampak positif terhadap efektivitas daya inovasi (innovativeness). Lebih jauh mereka menyatakan bahwa modal sosial mampu menggerakkan daya inovasi melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas komunikasi, kerjasama dan kolaborasi, dan komitmen.
Oleh sebab itu membangun modal sosial bagi UKM batik ekspor Surakarta sama artinya dengan membangun penggerak daya inovasi mereka, yang mengarah pada satu titik yaitu kinerja produk ekspor. Hal ini disebabkan bahwa daya inovasi akan mampu menghasilkan produk yang unik dan memiliki nilai superior bagi pelanggan yang telah tercatat sebagai faktor strategis yang mendorong kinerja produk ekspor. Hasil penelitian Lumpkin & Des (1996);Yamada (2003); Verhees dan Muelenberg (2004); Boettke dan Coyne (2006)’ Carolis & Saparito (2006);  Tanas dan Sae (2007);  Tien dan Lee (2007); Luk dkk (2008); Man (2010) menunjukkan bahwa daya inovasi yang mampu menghasilkan produk inovatif merupakan penentu utama kinerja produk ekspor baru. Lebih jauh hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa daya inovasi akan mengakibatkan peningkatan kinerja produk ekspor.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa permasalahan UKM batik Surakarta akan dapat dipecahkan jawaban atas pertanyaan ”Bagaimana modal sosial dibangun oleh UKM batik ekspor Surakarta sebagai penggerak daya inovasi dalam upaya peningkatan kinerja produk ekspor ?”. Dari pertanyaan ini dikembangkan pertanyaan – pertanyaan penelitian sebagai dasar jawaban permasalahan UKM batik Surakarta sebagai berikut:
Sesuai dengan permasalahan penelitian, maka tujuan yang ingin dicapai  dalam penelitian ini adalah: ”membangun model acuan pembangunan modal sosial sebagai penggerak daya inovasi dalam peningkatan kinerja produk ekspor UKM batik Surakarta”.
Seringkali pendekatan permasalahan UKM khususnya UKM ekspor didekati dari faktor eksternal bukan faktor internal, seperti kemudahan dalam bantuan keuangan (kredit), bantuan pelatihan, dan bantuan pendampingan usaha yang dilakukan oleh baik Disperindag maupun Dinas Koperasi di Surakarta. Bantuan fasilitas ini tidak akan berdampak pada peningkatan volume ekspor manakala tidak dibarengi dengan perbaikan internal UKM batik ekspor itu sendiri. Disperindag memang menyatakan bahwa penurunan volume ekspor produk batik di Surakarta salah satunya adalah disebabkan oleh rendahnya daya inovasi yang dimiliki oleh UKM batik ekspor Surakarta. Namun bagaimana meningkatkan daya inovasi UKM batik ekspor Surakarta, sampai saat ini Disperindag masih belum memiliki jawabannya.
Berdasarkan pada alasan di atas peneliti berusaha menggali dan  mengembangkan suatu model yang mampu meningkatkan daya inovasi UKM batik ekspor Surakarta. Berdasarkan hasil penelitian Nahapiet & Ghosal (1998); Tsai & Ghossal (1998);  Melander & Nordqvist (2002);  Adler & Kwon (2002); Clegg (2002); McEvily, Perrone, dan Zaheer (2003); Carolis & Saparito (2006);  Liao & Welsch (2005);  Gima dan Murray (2007).; Tanas & Saee (2007) ; serta Ellonen dkk (2008). didapat bahwa daya inovasi dapat ditingkatkan melalui pembangunan modal sosial. Sedangkan hasil penelitian Lumpkin & Des (1996);Yamada (2003); Verhees dan Muelenberg (2004); Boettke dan Coyne (2006)’ Carolis & Saparito (2006);  Tanas dan Sae (2007);  Tien dan Lee (2007); Luk dkk (2008); Man (2010), didapat bahwa daya inovasi yang digerakkan oleh modal sosial akan berdampak pada peningkatan kinerja produk ekspor. Hasil penelitian mereka dikembangkan menjadi suatu model yang utuh dalam penelitian ini yang dicoba upayakan untuk diterapkan dalam pemecahan masalah UKM batik ekspor Surakarta.
Model yang dikembangkan dalam penelitian diharapkan memiliki kontribusi, bukan saja terhadap perkembangan ilmu pembangunan modal sosial yang berdampak pada  peningkatan kinerja ekspor, namun juga berkontribusi pada pemecahan masalah UKM batik ekspor Surakarta. Orisinalitas dalam penelitian ini dapat dilihat dari penggabungan dari dua hasil penelitian yang mengarah pada satu titik yaitu peningkatan kinerja produk ekspor.

KAJIAN PUSTAKA
Pembangunan Modal Sosial
Sosial capital dipandang oleh Putnam (2000), Fukuyama (1995), Coleman (1988), Narayan dan Cassidy (2001), dan Dasgupta dan Serageldin (2000) sebagai perspektif teoritis yang digunakan untuk memahami dan memprediksi norma dan hubungan sosial yang terdapat pada struktur sosial atau masyarakat. Dimana hubungan sosial ini membentuk jejaring yang mampu memenuhi kebutuhan sumberdaya, yang digunakan untuk melakukan aktivitas, dan menyediakan modal sendiri yang dikumpulkan secara kolektif, sehingga mendorong peningkatan ekonomi baik bagi individu maupun komunitas dimana jejaring hubungan sosial tersebut terbentuk. Putnam (2000) memandang sosial capital sebagai sekumpulan asosiasi horisontal antar orang yang memiliki dampak pada produktivitas masyarakat. Asosiasi ini meliputi trust, hubungan masyarakat dan norma sosial, dimana ketiganya berhubungan secara empiris, dan memiliki konsekuensi ekonomi.
Pembangunan sosial capital dalam perusahaan, Putnam (2000) memandang sosial capital sebagai fitur sosial perusahaan seperti hubungan, norma – norma, dan trust yang mendukung koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan.
Berbeda dengan Putnam yang memandang modal sosial sebagai fitur perusahaan, bagi Coleman (1988) penerapan sosial capital dalam perusahaan akan mampu meminimumkan biaya transaksi. Hal ini disebabkan modal sosial seringkali muncul dengan tujuan non ekonomi namun membawa konsekuensi ekonomi, karena sosial capital mengandung struktur sosial dan memfasilitasi aktivitas tertentu individu dalam struktur tersebut. Dimana struktur sosial tersebut dapat difungsikan sebagai sumberdaya bagi individu di dalam struktur tersebut, sehingga sosial capital yang diterapkan dalam perusahaan akan mampu meminimumkan biaya transaksi. Selain itu sosial capital menurut Coleman bukan hanya struktur sosial namun juga pembauran norma yang menjadi dasar perilaku interpersonal.
Melander dan Nordqvist (2002) yang mengacu hasil penelitian Putnam (1993) di Itali; Porter (1998) di USA, Itali, dan Portugal, dan Lorenzen (1999) di Denmark, memfokuskan pada interaksi antar dimensi modal sosial, dimana fokus ini berbeda dengan para peneliti modal sosial dalam perusahaan yang lain Bagi Melander dimensi utama dari sosial capital adalah hubungan sosial dan trust, karena trust memberikan dasar untuk hubungan sosial dan hubungan sosial merupakan kendaraaan bagi trust. Dalam kaitan ini trust dan hubungan sosial diciptakan melalui proses interaksi dan pembelajaran dalam suatu komunitas, dimana komunitas yang berbeda akan menghasilkan tingkat sosial capital yang berbeda. Trust membantu koordinasi dalam komunitas, dan hubungan sosial menurunkan biaya pencarian, maka dapat dikatakan bahwa sosial capital menurunkan biaya transaksi, dan dapat dipandang sebagai aset ekonomi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa trust yang tinggi dan hubungan sosial yang ekstensif menunjukkan akumulasi sosial capital yang mendorong kapabilitas ekonomi baik bagi masyarakat maupun perusahaan.
Tsai dan Ghosal (1998) memandang modal sosial dengan sisi yang berbeda dengan Putnam dan Coleman. Tsai dan Ghosal menyatakan bahwa pembangunan sosial capital dalam perusahaan merupakan sumber keunggulan bersaing, karena sosial capital memperkuat hubungan interpersonal yang merupakan dasar keberhasilan perusahaan. Tsai dan Ghosal menyatakan pendapat yang sama dengan Melander bahwa dimensi modal sosial saling berinteraksi, hanya saja dimensi modal sosial Tsai dan Ghosal berbeda dengan dimensi modal sosial Melander. Menurut Tsai dan Ghosal modal sosial memiliki tiga dimensi utama bukan dua dimensi utama seperti yang dinyatakan oleh Melander. Dimensi – dimensi tersebut adalah : structural sosial capital, trust dan cognitive sosial capital.
Structural sosial capital merupakan hubungan struktural dalam perusahaan seperti hubungan antar individu, bentuk hubungan dan keselarasan hubungan. Hubungan struktural ini meliputi pengikatan, pembentukan, dan kesesuaian hubungan. Pengikatan hubungan menghubungkan antar anggota dalam perusahaan. Untuk menjelaskan bagaimana structurall sosial capital  ini bekerja dalam perusahaan, Tsai dan Ghosal mengambil hasil penelitian; Krachhard & Hanson (1993) yang menyatakan hubungan antar anggota dalam perusahaan memiliki pengaruh yang penting dalam transfer informasi, pembelajaran organisasional, dan pelaksanaan aktivitas perusahaan. Dapat dikatakan bahwa transfer informasi dan pengetahuan dalam perusahaan akan terjadi ketika karyawan saling berhubungan. Dengan demikian aktivitas perusahaan akan lebih efisien jika individu dalam perusahaan saling mengenal dengan baik atau terjadi hubungan interpersonal.
Kesesuaian hubungan dapat mempengaruhi secara signifikan aliran informasi dan bantuan dalam suatu hubungan. Kesesuaian hubungan berkaitan dengan kemudahan berbagai bentuk hubungan dapat ditransfer dalam hubungan. Sebagai contoh, seorang pekerja mungkin dapat menyelesaikan tugasnya dengan mudah karena ia memiliki teman yang ahli di bidang pekerjaan tersebut. Hubungan yang terbentuk antar individu adalah informal, sehingga hubungan yang terbentuk untuk satu tujuan tertentu mungkin berguna untuk tujuan yang lain.
Hubungan formal maupun informal memiliki peran penting dalam keseluruhan pembangunan hubungan interpersonal. Pemahaman tentang pembentukan hubungan struktural ditentukan oleh dimensi - dimensi seperti: lingkaran struktural (terdapatnya hubungan antar pekerja ), sentralisasi (tingkat konsentrasi hubungan antar pekerja), dan densitas (jumlah pekerja yang saling berhubungan relatif terhadap jumlah hubungan potensial seluruh pekerja), (Ibarra, 1992) Ke tiga karakteristik ini merupakan determinan kunci bagi pergerakan informasi, pengetahuan, bantuan dalam organisasi, sepanjang hal ini berkaitan dengan hubungan individual sederhana. Berbeda dengan Ibarra (1992), Weven, Martens dan Vandenbempt ( 2005) menyatakan terdapat dua dimensi atau dimensi dari structural sosial capital yaitu network structure dan structural features of the network. Struktur jejaring ini dapat diukur dari jumlah ikatan langsung dan tidak langsung, frekuensi interaksi, jumlah lubang struktural (tingkat dimana perusahaan partner saling terhubung), ekuivalen struktural (kesamaan ikatan). Sedangkan fitur jejaring dapat diukur melalui densitas dan sentralitas.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa keeratan hubungan interpersonal dalam perusahaan merupakan iklim yang kondusif bagi pembangunan trust. Hal ini mendukung pendapat Krackhardt dan Hanson (1993) yang menyatakan bahwa hubungan yang erat antar personil dalam perusahaan identik dengan trust itu sendiri.
Pendapat Krackhardt dan Hanson ini juga didukung oleh Levin dan Cross (2004) yang menyatakan bahwa hubungan interpersonal dalam perusahaan sangat membantu kelancaran aktivitas perusahaan karena hubungan yang erat mampu menumbuhkan kepercayaan, namun tidak dapat dikatakan bahwa hubungan yang kuat identik dengan trust. Sebagai misal ketika karyawan bekerja di bawah pengawasan, maka antara karyawan dan pengawas memiliki hubungan yang erat namun bukan berarti akan timbul trust, bisa jadi si karyawan mencurigai pengawasnya, bahwa si pengawas akan melaporkan kejelekan mereka kepada atasan mereka. Meskipun demikian hubungan yang erat akan mampu menumbuhkan trust, atau semakin erat hubungan maka akan semakin tinggi probabilitasnya munculnya trust.
Hasil penelitian Levin dan Cross ini diperkuat oleh Liao & Welsch (2005) yang menyatakan bahwa structural sosial capital merupakan bentuk dasar dari sosial capital yang mampu memunculkan trust. Tanpa membangun hubungan, perusahaan tidak akan mampu membangun kepercayaan antar bagian dalam perusahaan. dengan kata lain semakin tinggi tingkat interaksi akan semakin mudah untuk membangun kepercayaan. Disatu sisi aktivitas perusahaan dibentuk oleh norma – norma dan nilai – nilai hubungan yang dibangun perusahaan, di sisi lain interaksi dan ikatan sosial yang kuat dalam hubungan yang dibangun perusahan memainkan peran penting dalam mempengaruhi dan pembentukan norma – norma dan nilai – nilai. Berbagi norma dan kepercayaan akan lebih dapat membangun hubungan saling percaya inter dan intra perusahaan.
Dari research gap di atas, dikembangkan hipotesis sebagai berikut:
H1 :Modal sosial struktural berpengaruh terhadap pembangunan trust.

Cognitive sosial capital berkaitan dengan kemampuan individu dalam perusahaan untuk memahami satu dengan lainnya. Saling memahami antar pekerja dicapai melalui saling tukar bahasa, dan berbagi cerita. Ketika berbagi bahasa dan cerita terjadi, pekerja dapat lebih mudah mendiskusikan masalahnya, mentransfer ide, berbagi pengetahuan, dan saling menolong. Aspek cognitive sosial capital berkaitan dengan tingkat kemampuan berbahasa dan mengkomunikasikan bahasa tersebut kepada individu lain. Berbagi bahasa menolong anggota perusahaan dengan kemampuan komunikasi yang lebih efektif, sedangkan berbagi cerita membantu anggota perusahaan mengartikan, dan memahami pengalaman masing – masing. Dengan demikian baik berbagi bahasa maupun cerita mampu meningkatkan tingkat pemahaman anggota perusahaan yang berakibat pada; meningkatnya kemampuan untuk mengantisipasi dan memprediksi aktivitas rekan kerja, sehingga memfasilitasi penggunaan input dari berbagai anggota, dan mengadaptasi perubahan kondisi; dan meningkatnya efisiensi yang diperoleh melalui rasa saling menyadari, dan penurunan dari perilaku yang tidak dikehendaki dalam perusahaan.
Tsai dan Ghosal (1998) menyatakan bahwa modal sosial kognitif seringkali dihubungkan dengan berbagi visi dalam bentuk berbagi intepretasi, representasi dan arti. Modal sosial kognitif mampu menghilangkan kesalahpahaman, mendorong diskusi dan meningkatkan frekuensi komunikasi. Hal inilah yang mendasari tumbuhnya trust.
Berbeda dengan Tsai dan Ghosal, Adler dan Kwon (2002) menyatakan bahwa inti dari modal sosial kognitif adalah solidaritas. Solidaritas merupakan tindakan individu dalam interaksi yang lebih mementingkan tujuan bersama dibandingkan dengan kebutuhan pribadi. Solidaritas mendorong setiap individu di dalam hubungan mampu menyatukan perbedaan ide dan perspektif.  Hasil penelitian Adler dan Kwon ini memperkuat hasil penelitian Tsai dan Ghossal (1998) yang menyatakan bahwa manfaat kunci dari cognitive sosial capital  adalah solidaritas yang merupakan tingkat dimana anggota kelompok menomorduakan kebutuhan personal mereka untuk pencapaian tujuan kelompok.  Cognitive sosial capital, dalam hal ini menghilangkan ketidak sepahaman, diskusi terbuka dan merangsang frekuensi komunikasi. Solidaritas mampu membuka peluang terbangunnya trust dengan menekankan pada pentingnya kelompok kerja dan tujuan bersama. Solidaritas juga memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk mengintegrasikan perbedaan ide dan perspektif, yang mengarahkan pada efisiensi dan efektifitas.
Hasil penelitian Tsai dan Ghossal (1998), serta Adler dan Kwon (2002) didukung oleh Gima dan Murray (2007). Hasil penelitian Gima dan Murray (2007) menunjukkan bahwa solidaritas mampu menyatukan pendapat dan perspektif yang berbeda antar karyawan. Solidaritas ini menekankan pada kepentingan bersama yang lebih penting pencapaiannya dibandingkan dengan kepentingan individual, maka terbangunnya solidaritas ini akan menumbuhkan trust.
Liao dan Welsch (2005) meskipun sependapat Tsai dan Ghossal (1998) serta Adler dan Kwon (2002) bahwa modal sosial kognitif memiki pengaruh positif terhadap trust, tapi mereka lebih menekankan modal sosial kognitif sebagai berbagi nilai dan norma, sebab aktivitas perusahaan dibentuk oleh norma – norma dan nilai – nilai. Berbagi norma dan nilai yang terjadi dalam perusahaan akan menumbuhkan trust. Namun karena norma dan nilai untuk setiap individu berbeda maka berbagi nilai dan norma akan menumbuhkan trust apabila terdapat persamaan persepsi norma dan nilai.
Dari research gap di atas dikembangkan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Solidaritas berpengaruh terhadap pembangunan trust

Trust, Daya Inovasi dan Kinerja Produk
Perusahaan yang memiliki daya inovasi cenderung proaktif yang berisiko dalam melakukan inovasi. Aktivitas perusahaan yang rutin diubah melalui daya inovasi untuk menciptakan lingkungan baru. Menurut Yamada (2003) innovativeness terkait dengan kemampuan melakukan aktivitas perubahan paradigma bisnis yang telah ada, dan memperbaiki mekanisme strukturisasi pengetahuan untuk menciptakan bisnis baru.  Dalam kaitan ini peran utama perusahaan tidak hanya memanfaatkan peluang bisnis, yang telah ada, tapi secara aktif menghubungkan perusahaannya dengan peluang yang belum diketahui.
Baik dalam industri baru maupun industri yang telah ada, innovativeness memunculkan peluang untuk pengembangan bisnis, kemajuan teknologi, dan pencipataan kekayaan bagi industri. Hal ini disebabkan karena kegiatan utama perusahaan adalah meningkatkan kinerja produk ekspor dalam upaya menetrasi pasar.
Menurut Boettke dan Coyne (2006) innovativeness membawa kearah peningkatan kinerja produk ekspor, yang. merupakan hasil ekspresi keterampilan dan keinginan perusahaan untuk berinovasi atau melakukan inovasi produk.
Innovativeness seringkali diartikan sebagai budaya perusahaan yang selalu terbuka untuk ide baru. Budaya ini menumbuhkan kemauan pimpinan perusahaan untuk mempelajari dan menerima inovasi atau terlibat dan mendukung proses kreatif yang dapat menghasilkan produk baru. Kemauan pimpinan ini akan berdampak pada kemampuan perusahaan untuk selalu mencari sesuatu yang baru dan kemampuan untuk menjalankan operasional perusahaan dengan lebih kreatif.
Perusahaan dapat mencapai keunggulan bersaing berkesinambungan melalui pemberdayaan daya inovasi. Perusahaan tidak akan mampu bertahan hidup tanpa adanya daya inovasi yang mendorong kearah penemuan produk baru, pasar baru dan sumberdaya baru. Dengan kata lain tanpa adanya daya inovasi maka perusahaan tidak akan mampu melakukan inovasi produk, pasar dan sumberdaya yang dapat berdampak pada keberhasilan mereka.
Menurut Ellonen, dkk (2008) innovativeness merupakan kunci yang menentukan keberhasilan perusahaan, yang dapat berupa product, process, administrative, dan technological innovativeness. Lebih jauh Ellonen, dkk menyatakan bahwa trust sangat berperan dalam pemberdayaan innovativeness. Pendapat Ellonen, dkk ini mendukung pendapat Clegg, dkk (2002) yang menyatakan bahwa trust mendorong proses inovasi, dimana karyawan percaya perusahaan akan menanggapi dan menerapkan ide tersebut secara serius, sehingga karyawan tumbuh kemampuannya untuk selalu menemukan ide – ide baru.
Menurut Carolis dan Saparito (2006) trust dapat menjadi aset khusus yang mampu menciptakan keyakinan akan masa depan. Trust dalam jejaring dapat menyebabkan hubungan menjadi lebih erat. Sehingga dapat dikatakan bahwa trust yang dibangun di dalam jejaring hubungan dapat menyumbang pada innovativeness.
Kepercayaan pada teman sejawat dapat menumbuhkan daya inovasi. Karyawan akan cenderung berkembang daya inovasinya ketika mereka mendapatkan tanggapan positif dari teman sejawatnya. Selain itu kepercayaan terhadap pimpinan juga akan meningkatkan daya inovasi. Kepercayaan terhadap pimpinan dalam suatu perusahaan menjadi dasar tumbuhnya iklim yang kondusif bagi budaya inovasi sebab trust membuat karyawan berani mengambil risiko tanpa takut gagal ataupun dihukum.
Sama dengan Ellonen, dkk, Tanas dan Saee (2007) menyatakan trust memiliki peran positif terhadap daya inovasi, dimana trust mendorong pertukaran secara efisien, di bawah ketidakpastian dan keterbatasan peluang. Trust juga mengurangi biaya melalui kegiatan kolektif selain itu trust mengurangi tekanan pesaing terhadap perusahaan dalam penciptaan daya inovasi.
McEvily, Perrone, dan Zaheer (2003) lebih menekankan pada sisi negatif dari trust terhadap innovativeness. Mereka menyatakan bahwa informasi yang diterima dari orang yang dipercaya dipandang lebih akurat dan relevan. Hal ini membawa dampak pada keterbatasan informasi yang diterima oleh perusahaan. Ketika informasi diterima dari orang yang dipercaya, maka seorang perusahaan tidak akan mengecek secara detail akurasi dari informasi tersebut, dan bahkan menganggap bahwa informasi tersebut pasti benar, dengan tidak mengecek kebenaran informasi yang diterima, akibatnya perusahaan akan mengandalkan sumber informasi yang terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa trust akan menghambat tumbuhnya daya inovasi.
Berdasarkan research gap di atas dikembangkan hipótesis sebagai berikut:
H3 : Trust berpengaruh terhadap pemberdayaan innovativeness

Menurut Boettke dan Coyne (2006) yang mengacu pendapat Urabe (1988) mengartikan innovativeness sebagai pengembangan ide baru dan implementasinya ke dalam produk baru, atau jasa, mengarahkan pada menciptakan keuntungan untuk perusahaan. Keuntungan perusahaan dapat diciptakan melalui peningkatan kinerja produk ekspor, oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa innovativeness mampu meningkatkan kinerja produk ekspor perusahaan.
Man (2010) mengacu pendapat Albach (1988), Sankar (1991), Edosomwan (1989) tentang pengaruh innovativeness terhadap kinerja produk ekspor, menyatakan bahwa: Pengembangan ide baru ke dalam suatu produk, proses, atau jasa dapat meningkatkan pangsa pasar perusahaan dan mengarahkan pada peningkatan kinerja produk ekspor; Perusahaan yang secara efektif menerapkan innovativeness dapat menikmati keuntungan, dimana perusahaan akan mendapatkan keuntungan dari peningkatkan produktivitas dan adaptabilitas dari perbaikan proses yang dilakukan perusahaan; Penerapan ide baru dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan yang membawa pada peningkatan kinerja produk ekspor perusahaan.
Menurut Verhees dan Muelenberg (2004) innovativeness diartikan sebagai kemauan pemilik perusahaan untuk mempelajari dan mengambil inovasi produk tertentu yang dibutuhkan oleh pelanggan. Daya inovasi ini akan mampu menghasilkan produk yang dikehendaki oleh pelanggan dengan melakukan modifikasi produk yang telah ada. 
Tien dan Lee (2007) mendukung pendapat Verhees dan Muelenberg dengan sisi pandang yang berbeda. Menurut Tien dan Lee innovativeness merupakan dasar keunggulan produk, yang dihubungkan dengan persepsi pelanggan tentang kualitas, manfaat dan fungsi produk, yang dipandang sebagai faktor strategis untuk meningkatkan kinerja produk ekspor. Dapat dikatakan bahwa innovativeness merupakan faktor utama untuk meningkatkan kinerja produk ekspor, karena innovativeness akan membawa ke arah produk yang lebih baik.
Luk, dkk (2008) menyatakan bahwa innovativeness adalah salah satu budaya perusahaan yang menggambarkan bagaimana perusahaan bersaing. Perusahaan yang memiliki daya inovasi akan memiliki tendensi untuk menguasai, menerapkan dan mengembangkan proses atau produk yang baru bagi perusahaan, meskipun proses atau produk tersebut mungkin saja tidak baru bagi pesaingnya, namun akan mampu meningkatkan kinerja produk ekspor perusahaan. Daya inovasi yang dimiliki oleh perusahaan ini bukan dengan sendirinya ada melainkan digerakkan oleh trust. Trust mendorong munculnya daya inovasi perusahaan melalui kemampuan perusahaan untuk mengubah sumberdaya produktif menjadi keuntungan.
Dari research gap diatas, dikembangkan hipótesis sebagai berikut:
H4 : Innovativeness berpengaruh terhadap peningkatan kinerja produk

Pengembangan Model Penelitian
Model penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan pemecahan masalah UKM batik ekspor Surakarta yaitu peningkatan kinerja produk ekspor UKM batik Surakarta. Peningkatan produk ekspor adalah muara akhir dari model ini yang ditingkatkan melalui pemberdayaan daya inovasi UKM batik ekspor Surakarta. Daya inovasi diberdayakan melalui pembangunan modal sosial yang terdiri dari modal sosial structural, modal sosial kognitif dan trust, dimana modal sosial struktural dan modal sosial kognitif membangun trust yang dapat dipergunakan untuk memberdayakan daya inovasi UKM batik ekspor Surakarta. Untuk lebih jelasnya model penelitian dapat dilihat pada Gambar 1  berikut.

Gambar 1
Model Penelitian


METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Pnelitian ini utamanya menggunakan data primer. Data Primer yaitu data yang berasal langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti, Data primer digunakan dalam penelitian ini karena kedekatannya dengan kebenaran dan pengendalian pada kesalahan. Perhatian ini mengingatkan peneliti untuk berhati-hati dalam mendisain prosedur pengumpulan data dan menarik generalisasi atas hasil-hasilnya. Data primer yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini  data yang diperoleh langsung dari penyebaran daftar pertanyaan atau kuesioner serta interview yang dilakukan terhadap beberapa responden yang dipilih dalam penelitian ini.
Teknik Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah UKM batik ekspor Surakarta. Alasan pemilihan UKM batik ekspor Surakarta sebagai populasi penelitian ini disebabkan oleh : (1) Data BPS  Jawa Tengah dalam angka tahun 2010 menunjukkan bahwa kontribusi batik ekspor terbesar untuk Jateng adalah Surakarta. (2) Baik UKM batik ekspor Surakarta memiliki kecenderungan pada  struktur organik.
Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Menurut Bilson Simamora (2006) purposive sampling atau sampel bertujuan merupakan cara pengambilan sampel yang didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Metode sampling ini biasanya dilakukan atas beberapa pertimbangan, seperti keterbatasan waktu, tenaga dan dana. Keuntungan penggunaan metode ini adalah karena sesuai dengan pertimbangan peneliti maka sampel dapat mewakili populasi dengan cukup baik. Dalam penelitian ini, karakteristik yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah:
1)      UKM batik ekspor Surakarta telah beroperasi selama lebih dari 1 tahun
2)      Perusahaan independen bukan anak perusahaan
3)      Memiliki keterlibatan dalam pengembangan daya inovasi.
Jumlah sampel yang diambil adalah 100 UKM batik ekspor Surakarta. Pengambilan jumlah sampel ini berdasarkan pada metode analisis data yang digunakan yaitu SEM, menurut Ferdinand (2006) ukuran sampel yang sesuai untuk SEM adalah antara 100 – 200 sampel. Tahun ke dua jumlah sampel yang diambil disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan menggunakan metode angket baik terbuka maupun tertutup dan wawancara yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan atau kuesioner kepada responden. Wawancara dilakukan untuk mencegah kebiasan jawaban responden.

Dimensionalitas Variabel
Dimensi variable penelitian, adalah sebagai berikut.



Notasi
Indikator Variabel
Sumber Referensi
MODAL SOSIAL STRUKTURAL : Krackhardt & Hanson (1993), dan Levin & Cross (2004)
X1
Perusahaan memiliki hubungan yang erat dengan perusahaan lain
X2
Perusahaan mampu memperoleh informasi tentang pengembangan produk dari hubungan yang dibangun dengan perusahaan lain.
X3
Perusahaan memiliki hubungan sosial dengan perusahaan lain
X4
Perusahaan banyak belajar dari perusahaan lain melalui hubungan yang dibangun
SOLIDARITAS : Adler & Kwon (2002)
X5
Tujuan bersama yang dibuat dengan perusahaan lain lebih utama.
X6
Keputusan bersama yang dibuat dengan perusahaan lain harus dilaksanakan meskipun terdapat perbedaan pendapat
X7
Pemecahan masalah bersama perusahaan lain akan lebih baik dibanding pemecahan masalah individual
X8
Komunikasi perusahaan dengan perusahaan lain berjalan secara efisien
TRUST : Bakker, dkk (2006), dan Ellonen, dkk (2008)
X9
Kepercayaan bahwa perusahaan partner selalu memikirkan apa yang bermanfaat secara keseluruhan. (benevolence trust)
X10
Kepercayaan bahwa perusahaan partner selalu memenuhi janjinya (benevolence trust)
X11
Kepercayaan bahwa perusahaan partner memiliki visi ke depan (integrity trust) 
X12
Kepercayaan bahwa perusahaan partner memiliki kapabilitas untuk berkembang dan belajar secara kontinu. (integrity trust)
X13
Kepercayaan bahwa perusahaan partner memiliki kompetensi teknologi (capability trust)
X14
Kepercayaan bahwa perusahaan partner memiliki kepakaran sesuai bidangnya (capability trust)
INNOVATIVENESS/DAYA INOVASI : Wang & Ahmed (2004), Ellonen, dkk (2008)
X15
Kemampuan perusahaan menghasilkan produk yang dianggap baru dan inovatif oleh pelanggan. (Product innovativeness)
X16
Kemampuan perusahaan untuk menerima perbedaan pengerjaan tugas untuk setiap individu karyawan. (Behaviour innovativeness)
X17
Kemampuan perusahaan untuk mencoba metode yang baru dalam mendapatkan peluang. (Process innovativeness)
X18
Kebersediaan perusahaan untuk mengambil risiko dalam mendapatkan peluang baru. (Strategic innovativeness)
KINERJA PRODUK : Politis (2003)
X19
Kemampuan produk untuk meningkatkan penjualan karena lebih unggul dibanding pesaing.
X20
Kemampuan produk untuk meningkatkan jumlah konsumen karena keunikannya
X21
Kemampuan produk untuk meningkatkan pasar karena sesuai dengan kebutuhan pelanggan
X22
Kemampuan produk untuk meningkatkan keuntungan karena klasik dan elegan

Metode Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif menggunakan pendekatan multivariat dengan SEM (Struktural Equation Modeling). Sebagai alat uji model SEM memiliki kemampuan menyediakan suatu model konseptual untuk menguji teori, selain itu SEM juga mampu mengukur kesesuaian antara teori yang dibangun dengan kenyataan data lapangan. Ghozali (2008, hal.) terdapat 6 langkah pengujian model dengan pendekatan SEM, yaitu: Langkah ke 1 : pengembangan model berdasar teori; Langkah ke 2 dan 3 : menyusun model dalam diagram jalur; Langkah ke 4: memilih jenis input dan estimasi model; Langkah ke 5:  mengevaluasi asumsi model structural; dan Langkah ke 6 : menilai kelayakan model.
Uji Model
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Metode yang dipilih untuk menganalisis data harus sesuai dengan pola penelitian dan variabel yang akan diteliti. Pada penelitian ini The Structural Equation Modeling (SEM) dari paket software statistik AMOS digunakan dalam pengembangan model dan pengujian hipotesis. Uji model ini dimulai dengan evaluasi asumsi model struktural dan diakhiri dengan uji kelayakan model, yang dilanjutkan dengan uji hipotesis dan intepretasi model.
HASIL UJI MODEL
Hasil uji kesalahan parameter untuk model pembangunan trust sebagai penggerak daya inovasi dalam peningkatan kinerja produk UKM Batik Ekspor Surakarta, menunjukkan bahwa tidak terjadi kesalahan parameter. Hal ini dapat dilihat dari nilai baik korelasi maupun kovarian tidak ada yang > 0,9, dan nilai varian tidak ada yang negatif. Hasil uji kesalahan parameter ini menunjukkan bahwa tidak terjadi kesalahan model pembangunan trust sebagai penggerak daya inovasi dalam peningkatan kinerja produk UKM Batik Ekspor Surakarta.
Nilai parameter dalam model trust sebagai penggerak daya inovasi dalam peningkatan kinerja produk UKM Batik Ekspor Surakarta, ini dapat ditentukan dan didefinisikan dengan baik, karena hasil uji standar eror menunjukkan bahwa nilai standar eror tidak ada yang mendekati nol ataupun terlalu besar.
Hasil uji signifikansi parameter menunjukkan bahwa nilai loading factor untuk semua variabel indikator > 0,7. Hal ini berarti bahwa semua indikator yang digunakan untuk mengukur variabel laten dalam penelitian ini dinyatakan valid.
Hasil uji konfirmatori faktor dengan variance extracted, dan construct reliability menunjukkan hasil yang mendukung hasil uji – uji sebelumnya. Hasil uji variance extracted menunjukkan bahwa trust, structural social capital, solidarity, explorative learning, knowledge transfer, innovativeness dan product performance memiliki nilai variance extract > 0,5, dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua variabel tersebut memiliki convergent yang baik. Hasil uji construct reliability menunjukkan bahwa variabel trust, structural social capital, solidarity, innovativeness dan product performance yang merupakan variabel laten yang diuji memiliki nilai construct reliability > 0,7, ini berarti semua variabel yang diuji menunjukkan kehandalan yang baik.
Hasil uji absolute fit model pembangunan trust sebagai penggerak daya inovasi dalam peningkatan kinerja produk UKM Batik Ekspor Surakarta menunjukkan bahwa Nilai CMIN/DF adalah sebesar 1,109 atau < 2, dengan demikian dapat dikatakan bahwa model fit berdasarkan ukuran CMIN/DF. Nilai GFI adalah sebesar 0,880 atau < 0,90, hal ini menunjukkan bahwa model memiliki goodness of fit yang marginal, namun karena ukuran GFI belum ada standar yang pasti maka model dapat dikatakan fit berdasarkan ukuran GFI. Nilai RMSEA adalah 0,027 atau < 0,08, dengan demikian dapat dikatakan bahwa model memiliki goodness of fit yang baik berdasarkan ukuran RMSEA. Berdasarkan ke tiga ukuran absolute fit ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan model penelitian yang diajukan memiliki goodness of fit yang baik.
Hasil uji incremental fit model pembangunan trust sebagai penggerak daya dan  inovasi dalam peningkatan kinerja produk UKM Batik Ekspor Surakarta menunjukkan bahwa nilai CFI sebesar 0,990 > 0,90 atau dapat dikatakan model memiliki nilai fit yang baik. Hasil uji ini menunjukkan bahwa model penelitian yang diajukan dapat diperbandingkan dengan null model atau baseline model, dan berada di atas null model.
Hasil uji parsimony model pembangunan trust sebagai penggerak daya inovasi dalam peningkatan kinerja produk UKM Batik Ekspor Surakarta menunjukkan bahwa nilai AGFI sebesar 0,851 mendekati 0,90 atau dapat dikatakan model memiliki nilai fit yang marginal atau masih dalam toleransi dapat diterima, sehingga model dapat diperbandingkan dan model fit telah tercapai.


Sumber : Data primer yang diolah, 2013
Gambar 2
Analisis Full Model Trust  Sebagai Penggerak Daya Inovasi Dalam Peningkatan Kinerja Produk UKM Batik Ekspor Surakarta.

Keseluruhan hasil uji di atas menyatakan bahwa model pembangunan trust sebagai penggerak daya inovasi dalam peningkatan kinerja produk UKM Batik Ekspor Surakarta memiliki goodness of fit model yang baik. Hasil uji kelayakan model ini menunjukkan bahwa model ini dapat dipakai sebagai model acuan bagi UKM Batik Ekspor Surakarta untuk menggerakkan daya inovasinya melalui pembangunan trust dalam meningkatkan kinerja produk UKM Batik Ekspor Surakarta. Hasil uji full model dapat dilihat pada Gambar 2.
Hasil pengujian hipotesis yang diajukan dalam penelitian  ini adalah sebagai berikut:





C.R.
P
Trust
<-- span="">
Struktural_Sosial_Capital
3.748
***
Trust
<-- span="">
Solidarity
2.146
0.032
Innovativeness
<-- span="">
Trust
2.235
0.025
Product_Performance
<-- span="">
Innovativeness
2.075
0.038
Sumber : Data primer yang diolah, 2011


Berdasarkan hasil di atas maka model pembangunan trust sebagai penggerak daya inovasi dalam peningkatan kinerja produk UKM Batik Ekspor Surakarta dapat diinterpretasikan ke dalam tiga bagian yaitu bagian pertama adalah bagaimana trust dibangun oleh UKM Batik Ekspor Surakarta, bagian ke dua bagaimana trust digunakan sebagai penggerak daya inovasi oleh UKM Batik Ekspor Surakarta dan bagian ke tiga bagaimana daya dan  inovasi mampu meningkatkan kinerja produk ekspor UKM Batik Ekspor Surakarta.

PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan hasil evaluasi asumsi struktural model terdiri dari kesimpulan hasil uji normalitas data, kesimpulan hasil uji outliers, kesimpulan hasil uji multikolinieritas dan singularitas, kesimpulan hasil uji offending estimate, kesimpulan hasil uji validitas konstruk dan kesimpulan hasil uji unidimensionalitas.  Kesimpulan hasil uji normalitas baik data univariat dan multivariat adalah bahwa data berdistribusi secara normal, karena baik nilai skewness, nilai critical ratio skewness, nilai kurtosis dan nilai critical ratio kurtosis, maupun nilai critical ratio kurtosis multivariate tidak ada yang lebih besar dari ± 2,5empat. Kesimpulan hasil uji outliers adalah bahwa tidak terdapat baik univariate outlier dan multivariate outliers, karena nilai  z – score di bawah 3 atau tidak berada pada rentang 3 – 4, dan nilai mahalanobis distance  tidak lebih besar dari yang disyaratkan. Kesimpulan hasil uji multikolinieritas dan singularitas adalah bahwa nilai determinan matrik kovarian sampel tidak sama dengan nol, sehingga tidak  terdapat multikolinearitas dan singularitas. Kesimpulan hasil uji offending estimate adalah bahwa tidak terjadi offending estimate karena nilai korelasi < 0,90, nilai variance tidak ada yang negatif dan stándar eror juga tidak terlalu besar ataupun mendekati nol, selain itu nilai loading factor dari masing – masing indikator < 0,5.  Kesimpulan hasil uji validitas konstruk adalah bahwa semua variabel adalah handal karena nilai variance extracted  untuk semua variabel > 0,5, sedangkan nilai reliability untuk semua variabel > 0,7. Kesimpulan hasil uji unidimensionalitas adalah bahwa baik variabel konstruk eksogen (modal sosial struktural dan solidaritas) maupun variabel konstruk endogen (trust, daya inovasi, dan kinerja produk) tidak terdapat unidimensionalitas karena GFI 0,90, RMSEA ≤ 0,0empat, CMIN/DF ≤ 2,00, CFI 0,95, dan AGFI 0,90.
Kesimpulan hasil uji kelayakan model dapat dilihat dari kesimpulan hasil uji kesalahan parameter model dan uji kelayakan model. Kesimpulan hasil uji kesalahan parameter untuk model pembangunan trust sebagai penggerak daya inovasi dalam peningkatan kinerja produk UKM Batik Ekspor Surakarta, adalah bahwa tidak terjadi kesalahan parameter. Kesimpulan hasil uji kelayakan model berdasarkan ukuran absolute fit model , incremental fit, dan parsimony model adalah bahwa model pembangunan trust sebagai penggerak daya dan  inovasi dalam peningkatan kinerja produk UKM Batik Ekspor Surakarta memiliki goodness of fit model yang baik, dengan demikian dapat dikatakan  model ini dapat dipakai sebagai model acuan bagi UKM Batik Ekspor Surakarta untuk menggerakkan daya inovasinya melalui pembangunan trust dalam meningkatkan kinerja produknya.
Kesimpulan dari hasil uji ke empat hipotesis adalah  bahwa ke empat hipotesis yang diajukan diterima karena ke empat hipotesis memiliki nilai CR (Critical Ratio) ³ 1,96  dan P (Probability) £ 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa UKM Batik Ekspor Surakarta dapat membangun trust melalui modal sosial struktural dan solidaritas. Trust yang berhasil dibangun oleh UKM Batik Ekspor Surakarta mampu menggerakkan daya inovasi, yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja produk UKM Batik Ekspor Surakarta.

Agenda Penelitian Mendatang
Berdasarkan pada keterbatasan penelitian maka agenda penelitian mendatang penelitian  ini dibagi dalam dua bagian, bagian pertama adalah agenda penelitian mendatang untuk penelitian yang meneliti tentang pengaruh trust terhadap daya  inovasi, bagian ke dua adalah agenda  penelitian mendatang untuk penelitian yang meneliti pengaruh daya inovasi terhadap peningkatan kinerja produk.
Penelitian mendatang sebaiknya menggunakan dimensi – dimensi trust yang berbeda dari dimensi – dimensi trust yand dikembangkan dalam penelitian ini untuk mengukur pengaruh trust terhadap kebersediaan perusahaan untuk mengambil risiko dalam mendapatkan peluang baru. (1) Kepercayaan UKM Batik Ekspor Surakarta pada perusahaan partner bahwa perusahaan partner selalu memikirkan apa yang bermanfaat secara keseluruhan, kepercayaan UKM Batik Ekspor Surakarta pada perusahaan partner bahwa perusahaan partner selalu memenuhi janjinya, dan kepercayaan UKM Batik Ekspor Surakarta pada perusahaan partner bahwa perusahaan partner memiliki kapabilitas untuk berkembang dan belajar secara kontinyu, sebaiknya tidak digunakan dalam penelitian mendatang untuk mengukur pengaruh trust terhadap kemampuan menghasilkan produk yang dianggap baru dan inovatif oleh pelanggan.; (2) Kepercayaan UKM Batik Ekspor Surakarta pada perusahaan partner bahwa perusahaan partner memiliki visi ke depan, kepercayaan UKM Batik Ekspor Surakarta pada perusahaan partner bahwa perusahaan partner memiliki kapabilitas untuk berkembang dan belajar secara kontinyu, kepercayaan UKM Batik Ekspor Surakarta pada perusahaan partner bahwa perusahaan partner memiliki kompetensi teknologi, kepercayaan UKM Batik Ekspor Surakarta pada perusahaan partner bahwa perusahaan partner memiliki kepakaran sesuai bidangnya, sebaiknya tidak digunakan dalam penelitian mendatang untuk mengukur pengaruh trust terhadap kemampuan untuk menerima perbedaan pengerjaan tugas untuk setiap individu perusahaan partner.
Penelitian mendatang sebaiknya tidak menggunakan dimensi – dimensi kemampuan menghasilkan produk yang dianggap baru dan inovatif oleh pelanggan, kemampuan untuk menerima perbedaan pengerjaan tugas untuk setiap individu, kemampuan untuk mencoba metode yang baru dalam mendapatkan peluang, dan kebersediaan untuk mengambil risiko dalam mendapatkan peluang baru, untuk mengukur pengaruh daya inovasi terhadap kemampuan produk untuk memperluas pasar karena sesuai dengan kebutuhan pelanggan. (1) Kemampuan menghasilkan produk yang dianggap baru dan inovatif oleh pelanggan, dan kebersediaan untuk mengambil risiko dalam mendapatkan peluang baru, sebaiknya tidak digunakan dalam penelitian mendatang untuk mengukur pengaruh daya inovasi terhadap kemampuan produk untuk meningkatkan penjualan karena lebih unggul dibanding pesaing, dan kemampuan produk untuk meningkatkan keuntungan karena klasik dan elegan; (2) Kemampuan menghasilkan produk yang dianggap baru dan inovatif oleh pelanggan, kemampuan untuk menerima perbedaan pengerjaan tugas untuk setiap individu perusahaan partner, dan kebersediaan untuk mengambil risiko dalam mendapatkan peluang baru, sebaiknya tidak digunakan dalam penelitian mendatang untuk mengukur pengaruh daya inovasi terhadap kemampuan produk untuk meningkatkan jumlah konsumen karena keunikannya.

DAFTAR PUSTAKA
Adler, P.S & S.W Kwon. 2002. Sosial Capital Prospect for a New Concept. Academy of Management Review. 27 (1), 17 -40.
Atkinson, S dan D. Butcher. 2003. Trust in Managerial Relationship. Journal of Managerial Psychology. 18 (4), 282 – 304.
Boettke, P.J, and C..J, Coyne. 2006. Entreprenuership and Development: Cause or Consequence ?. Working Paper 6. Mercatus Center : George Mason University.
Bilson, Simamora. 2004. Riset Pemasaran: Falsafah, Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustak Utama. Jakarta.
Brannen, Julia. 2005. Memadu Metode Penelitian: Kualitatif dan Kuantitatif. Pustaka Pelajar Offset. Samarinda
Carolis, D.M.D, & Patrick Saparito. 2006. Sosial Capital, Cognition, and Entreprenuerial Opportunities : A Theoritical Framework. ET & P. 41 – 55
Clegg Chris, Kerrie Unsworth, Olga Epitropaki dan Giselle Parker. 2002. Implicating Trust in Innovation Process. Journal of Occupational and Organizational Psychology. 75: 409 – 422.
Coleman, J.C .1988. Sosial Capital in the Creation of Human Capital. American Journal of Sociology. 94: S95 – S120.
Dasgupta, P. & Serageldin, I Sosial Caital : A Multi – faceted Perspective, The World Bank, Washington. D.C.
Ellonen Riikka, Kirsimarja Blomqvist, dan Kaisu Puumalainen. 2008. The Role of Trust in Organizational Innovativeness. European Journal of Innovation Management. 11(2): 160 – 181.
Ferdinand, Augusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen. BP UNDIP. Semarang.
Fukuyama, F.1995. Trust: The Sosial Virtues and Creation of Prosperity. New York: Free Press
Gima, K.A. & J. Y. Murray. 2007. Exploratory and Exploitative Learning ini New Product Development : A Sosial Capital Perspective on New Technology Venture in China. Journal of International Marketing. 15 (2) : 1 – 29.
Ibarra, H.1992. Structural Alignment, Individual Strategies and Managerial Action: Elements toward A Network Theory of Getting Things Done. Network and Organization Form and Action, 165-168.
Krackhard, D. & Hanson,J.R.1993. Informal Network: The Company Behind The Chart. Harvard Business Review, 71(4): 104-111
Levin, D.Z & Rob Cross. 2004. The Strength of Weak Ties You Can Trust : The Mediating Role of Trust in Effective Knowledge Transfer. Management Science. 50 (11). 1477 – 1490.
Liao, J. & Harold Welsch. 2005. Roles of Sosial Capital im Venture Creation : Key Dimensions and Research Implications. Journal of Small Business Management. 43 (4), 345 – 362.
Li Yuan, Yongbin Zhao, Justin Tan dan Yi Liu. 2008. Moderating Effect of Entrepreneurial Orientation on Market Orientation – Performance Linkage: Evidence from Chinese Small Firms. Journal of Small Business Management. 46(1): 113 – 133.
Luk Chung-Leung, Oliver HM Yau, Leo YM Sin, Alan CB Tse, Raymond PM Chow, dan Jenny SY Lee. 2008. The Effect of Sosial capital and Organizational Innovativeness in Different Institutional Contexts. Journal of International Business Studies. 39: 589 – 612.
Lumpkin, G.T., & Des, G.G. 1996. Clarifying the Entrepreneurial Orientation Construct and Linking it to Performance. Academy of Management Review, 21(1): 135-172.
Man, Mandy Mok Kim. 2010. The Relationship between Distinctive Capabilities, Innovativeness Strategy Types and the Export Performance of Small and Medium – Size Enterprises (SMEs) of Malaysian Manufacturing Sector. International Journal of Management and Innovation. 2(1): 15 – 30.
Mayer, R,, David,  J,, and Schoorman, F. 1995. An Integrative Model of Organizational Trust. Academy of Management Review. 20(3): 709 – 834.
McEvily, B., Zaheer. A., and V. Perrone. 2003. Does Trust Matter ? Exploring the Effect of Interorganization and Interpersonal Trust on Performance. Organization Science 9(2): 141 – 159.
Melander, A & Mattias Nordqvist (2002). Investing in Sosial Capital : Network, Trust, and Beliefs in Swedish Furniture Industry. International Studies of Management and Organization, 31 (4), 89 – 108.
Narayan, D dan M. F. Cassidy. 2001. A Dimensional Approach to Measuring Socail Capital: Development and Validation of a Sosial Capital Inventory. Current Sociology. 49 (2), 59 – 102.
Nooteboom. Bart. 2007. Sosial Capital, Institution and Trust. Review of Sosial Econmy. LXV (1). 29 – 53.
Patton, Michel Quinn. 2006. Metode Evaluasi Kualitatif. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Politis, John D. 2003. The Connection Between Trust and Knowledge Management: What are its implication for team performance. Journal of Knowledge Management. 7 (5): 55 – 66.
Putnam, R.D.2000. Bowling Alone: The Collapee and Revival of American Community. Simon and Schuster Paperbacks : New York.
Song Michael, and Jinhong Xie. 2000. Does Innovativeness Moderate the Relationship Between Cross – Functional Integration and Product Performance ?. Journal of International Marketing. 8(4): 61 – 89.
Tanas, J.K. & John Saee. 2007. Entrepreneurial Cognition and its Linkage to Sosial Capital. The Journal of American Academy of Business. 11 (1) : 179 – 190.
Tien Les, dan Shang Lee. 2007. The Effect of Team Reflexivity and Innovativeness on New Product Development Performance. IMDS. 108 (4): 549 – 569.
Tsai,W. & Sumantra Goshal (1998). Sosial Capital dan Value Creation: The Role of Inter firm Network. Academy of Management Journal. 41 (4) : 464 – 476.
Tyler, T.R. 2003. Trust within Organization. Personnel Review. 32 (5): 556 – 568.
Verhees, Frans J. H, and Mathew T. G. Meulenberg. 2004. Journal of Small Management. 42(2): 134 – 154.
Wang, C.L., & Ahmed, P.K. 2004. The Development and Validation of the Organizational Innovativeness Construct Using Confirmatory Factors Analysis. Europian Journal of Innovation Management. 7 (4): 303 – 313.
Weven, S.D, R. Martens, dan K. Vandenbempt. 2005. The Impact of Trust on Strategic Resource Acquisition Through Interorganizational Networks: Towards a Conceptual Model. Human Relation, 58 (12): 1523 – 1543.
Yamada, Jin-ichiro. 2003. A Multi – Dimensional View of Entrepreneurship: Toward a Research Agenda on Organization Emergence. Journal of Management Development. 23 (4): 289 – 320.
Yin, R.K.2003. Case Study Research: Design and Methods. Sage Publications: USA.