PENERAPAN MESIN
PENGOLAH PUPUK ORGANIK
DI DESA KEJI UNGARAN BARAT.
Petrus Maharsi
Jurusan Akuntansi,
Politeknik Negeri Semarang
Jl.Prof.H.Sudarto,SH.,Tembalang,Kotak
Pos 6199/SMS Semarang 50061
ABSTRACT
Purpose
of the community service activity is to improve the quality of
organic manure made from the waste of milking cow
cattle and the marketing management. Problem-solving methods
used are teaching and training about the organic manure making techniques, packaging and the marketing management. Community
service activities shows the
results, in accordance with the
method is expected that results from the manufacture of the
organic manure product
showed that the participants can understand and practice
the manufacture of the product as well, discuss various problems and the manufacture
and marketing of the organic
manure product as well as suggestions / feedback from the instructor can be understood and accepted manufacturing practices and extension yhe organic manure product carried out
simultaneously showed effective
results.
Keywords : diversification, organic manure,
waste, milking cow cattle.
PENDAHULUAN
Kabupaten Semarang dengan ibukotanya Ungaran,
memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat menunjang kelangsungan hidup dan
pertumbuhan bisnis pariwisata. Beberapa obyek wisata yang terdapat di desa Keji
: Hills Joglo Villa, The Fountain Water Park, Kencana
Agrowisata Resort, Desa Wisata, dan Camping Hill Efrata. Banyaknya obyek
wisata di desa Keji, tersebut menunjukkan banyaknya peluang bisnis dan
tingginya permintaan akan barang-barang konsumsi dan investasi.
Desa Keji yang berada di perbukitan pegunungan
Ungaran pada ketinggian sekitar 500 meter diatas permukaan laut, terdiri dari
tiga dusun yaitu dusun Keji, dusun Suruhan dan dusun Setoyo. Jumlah penduduk desa Keji ada sekitar 1.240
orang, yang sebagian besar merupakan petani dan peternak. Jenis ternak yang banyak dipelihara di desa
Keji adalah sapi perah, sapi potong, kerbau, kambing, ayam dan bebek.
Jumlah peternak sapi perah di desa Keji ada sekitar 50
(lima puluh) orang/keluarga, dengan jumlah ternak sebanyak 110 (seratus
sepuluh) ekor sapi. Dari jumlah sapi perah tersebut, yang bisa menghasilkan
susu (sapi indukan) paling sedikit ada sekitar 60 % atau 66 ekor. Kalau produksi
rata-rata sapi perah per hari adalah sekitar 10 liter, maka produksi per bulan
sekitar 19.800 liter dan per tahun sekitar 237.600 liter.
Kendala yang dihadapi dalam pengembangan usaha sapi
perah di Indonesia diantaranya adalah
ketidakberdayaan peternak untuk mengembangkan usahanya, karena rendahnya pendapatan.
Penghasilan yang mereka peroleh selama ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, sehingga tidak mampu mengembangkan usaha ternak sapi perahnya.
Penelitian yang dilakukan Sugiarti (1999), di kabupaten Bandung (Pengalengan,
Lembang) dan Bogor (Cisarua) menunjukkan bahwa penghasilan rata-rata usaha sapi
perah sebesar Rp 633.900,- per bulan dengan rata-rata jumlah pemilikan induk
sepanjang tahun tiga ekor. Sementara penelitian yang dilakukan Kusnadi (2004),
di Cirebon dengan rta-rata pemeliharaan dua ekor sapi perah induk, pendapatan
rata-rata mencapai Rp 796.500,- per bulan. Rata-rata pendapatan yang lebih
tinggi pada usaha sapi perah di Cirebon dibandingkan dengan di kabupaten
bandung disebabkan oleh harga penjualan susu peternak di Cirebon lebih tinggi
dibandingkan dengan di kabupaten Bandung.
Di desa Keji (2012), penghasilan dari usaha ternak
sapi perah juga relatif rendah, yaitu sekitar Rp 1.188.000,- per bulan kotor
atau sekitar Rp 594.000,- per bulan bersih. Kalau harga jual susu di koperasi
Unit Desa (KUD) sebesar Rp 3.000,- per liter, maka penghasilan kotor rata-rata
seorang peternak sapi perah di desa Keji adalah sekitar Rp 1.188.000,- per
bulan. Setelah dikurangi berbagai biaya pemeliharaan, transportasi dan
lain-lain yang mencapai minimal 50 %, maka penghasilan bersih rata-rata seorang
peternak sapi perah adalah Rp 594.000,- , suatu jumlah yang relatif kecil.
Berdasarkan pengamatan tim pengabdian masyarakat di
desa Keji, terdapat limbah dari kandang sapi perah yang volumenya cukup besar
tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Seperti disinggung didepan, kotoran
sapi tersebut biasanya diambil oleh pengumpul dari kota dengan harga yang
sangat murah, yaitu Rp 100.000,- per satu truk besar yang berisi sekitar 10
ton.
Kalau kotoran ternak sekitar
10 ton tersebut
diolah menjadi pupuk organik, maka beratnya akan menyusut menjadi minimal
sekitar 3 ton. Kalau pupuk organik tersebut kemudian dikemas dalam karung
dengan ukuran berat 20 kg, maka harganya bisa mencapai Rp 20.000,- per karung.
Hal ini berarti satu truk kotoran sapi dapat diolah menjadi sekitar 150 karung
pupuk organik, yang nilai jualnya
menjadi = 150 X Rp 20.000,- atau Rp 3.000.000,- per truk, atau ada nilai tambah
sebesar Rp 2.900.000,- per truk. Peningkatan nilai
tambah sebesar Rp 2.900.000,- per bulan per peternak sapi perah tersebut
merupakan suatu jumlah yang cukup signifikan bagi peternak sapi perah di desa Keji.
Tujuan yang akan
dicapai dari kegiatan “Penerapan Mesin Pengolah Pupuk Organik di
Desa Keji Ungaran Barat” ini adalah :
1. Untuk memberdayakan kelompok-kelompok peternak
sapi perah di desa Keji Ungaran Barat melalui diversifikasi usaha berupa
pemanfaatan limbah kotoran sapi asalan ( belum diolah ) yang selama ini dijual
dengan harga yang sangat murah.
2. Untuk mengembangkan
usaha diversifikasi tersebut dengan menerapkan mesin penghancur untuk mengolah
kotoran sapi dan berbagai macam limbah lain menjadi pupuk organik yang harga
jualnya jauh lebih tinggi daripada dijual asalan.
3. Untuk meningkatkan kemampuan kelompok-kelompok
peternak sapi tersebut dalam
bidang manajemen pemasaran/penjualan sehingga dapat mengakses pasar yang lebih
luas.
Manfaat dari kegiatan pengabdia kepada
masyarakat IbM
Penerapan Mesin Pengolah Pupuk Organik di Desa Keji Ungaran Baratr ini adalah :
1.
Peningkatan kompetensi dari kelompok-kelompok peternak sapi perah dalam :
a.
Penerapan teknologi pembuatan
dan pengemasan pupuk organik.
b.
Penerapan
manajemen pemasaran pupuk organik.
2.
Peningkatan pendapatan dari kelompok peternak sapi perah :
a.
Diversifikasi usaha melalui pembuatan dan pengembangan produk pupuk organik.
b.
Peningkatan pendapatan kelompok peternak
sapi perah.
Manfaat bagi Polines :
Polines memiliki program pembangunan yang bermanfaat
bagi masyarakat petani yang merupakan mayoritas dari penduduk Indonesia. Dampak
positifnya adalah terciptanya citra yang positif Polines dimata masyarakat di
Desa Keji Ungaran Barat.
Sejak tahun 2010 sampai dengan saat ini, desa Keji
telah dijadikan desa binaan oleh tim pengabdian kepada masyarakat jurusan
Akuntansi dan Teknik Mesin Politeknik
Negeri Semarang, yang diketuai oleh Petrus Maharsi, SE, MM dan Drs. Suryanto, MPd.
1. Penerapan
Manajemen Pemasaran dan Keuangan Dalam Upaya Pemberdayaan Kelompok Koperasi
Petani di Ungaran Barat Kabupaten Semarang, tahun 2010.
2. Pemberdayaan
Perempuan Pelaku Usaha Mikro Melalui Penerapan Manajemen Pemasaran dan Keuangan
di Ungaran Barat Kabupaten Semarang, tahun 2011.
3. Penerapan
Mesin Pencacah Rumput Untuk Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Pakan Ternak
Sapi Perah di Desa Keji Ungaran Barat, 2012.
4. Pemberdayaan
Perempuan Keluarga Peternak Sapi Perah di Desa Keji
Ungaran Barat, 2012.
5. Pemanfaatan Biogas untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Desa
Keji Ungaran Barat, 2012
6. Pengembangan
Produk Es Krim dari Bahan Susu Sapi Oleh Kelompok Wanita Tani di Desa Keji
Ungaran Barat, 2013
Berdasarkan identifikasi di lapangan, dapat
dirumuskan beberapa permasalahan yang dihadapi mitra antara lain :
1. Penghasilan
rata-rata peternak sapi perah di desa Keji relatif sangat rendah, yaitu hanya
sekitar Rp 600.000,- per bulan. Hal ini berakibat pada lemahnya kemampuan untuk
mengelola sapi perah tersebut dalam jumlah dan teknologi yang memadai.
2. Terdapat
limbah dari kandang ternak sapi perah yang volumenya cukup besar tetapi belum
dimanfaatkan dan dikelola dengan baik, karena ketidakmampuan untuk menerapkan
teknologi pembuatan pupuk organik.
3.
Kotoran ternak sapi perah dalam jumlah
cukup besar tersebut biasanya diambil oleh pengumpul dari kota setiap bulan
dengan harga yang sangat murah, yaitu Rp 100.000,- per satu truk
isi 10 ton.
4.
Kalau kotoran ternak sapi tersebut
diolah dengan suatu mesin pengolah menjadi pupuk organik kemudian dikemas
dengan baik, maka harganya bisa mencapai Rp 20.000,- per karung isi 20 kg.
5.
Kalau setiap
bulan setiap peternak rata-rata menghasilkan 10 ton limbah/kotoran
sapi dan diolah menjadi pupuk organik seberat sekitar 3 ton
atau sama dengan 150 karung pupuk organik, maka nilai jualnya
menjadi Rp 3.000.000,- per truk, atau ada nilai tambah sebesar Rp 2.900.000,- per bulan.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas dan kesepakaatan antara mitra dengan tim
pelaksana, maka telah ditetapkan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan berupa pemberian pelatihan manajemen pemasaran pupuk organik dan penerapan
mesin pengolah pupuk organik. Dengan adanya
penerapan mesin pengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik tersebut, maka
diharapkan akan meningkatkan pendapatan
peternak sapi perah di desa Keji.
METODE
Khalayak sasaran dari kegiatan ini adalah 2
(dua) kelompok peternak sapi perah yang
masing-masing berjumlah sekitar 10 (sepuluh ) orang dari 50 ( lima puluh )
orang petani peternak sapi perah yang ada di desa Keji Kecamatan Ungaran Barat
Kabupaten Semarang.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi mitra dan
kesepakatan dengan mitra, maka telah diputuskan untuk mengadakan kegiatan
Ipteks bagi Masyarakat (IbM) “Penerapan Mesin Pengolahan Pupuk Organik”. Adapun
metode pemecahan masalah yang digunakan adalah:
1.
Pengadaan Mesin Pengolah Pupuk Organik.
2.
Kegiatan penyuluhan dengan materi :
2.1. Teknik
pembuatan pupuk organik.
2.2. Manajemen
pemasaran pupuk organik
3.
Kegiatan praktik (percontohan) meliputi
:
3.1. Praktik
pembuatan pupuk organik
3.2. Praktik
pengemasan pupuk organik
4.
Kegiatan pendampingan dilakukan untuk pembentukan dan optimalisasi kelompok
peternak sapi perah
5.
Pemantauan dilakukan secara berkala oleh tim pelaksana selama kegiatan
berlangsung.
Sedangkan teknologi tepat guna yang akan digunakan
untuk memecahkan masalah tersebut, yang berupa mesin pengolah pupuk organik
(mesin pencacah sampah organik), disajikan pada gambar 1.
Gambar 1. Mesin Pengolah Pupuk Organik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara komprehensif hasil dari pengabdian kepada masyarakat
ini adalah :
1.
Peningkatan wawasan sosial-teknologi tim
pelaksana pengabdian kepada masyarakat:
a. Penerapan
teknologi pembuatan pupuk organik sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
b. Pengembangan
manajemen dan teknik pembuatan dan pengemasan pupuk organik.
2.
Peningkatan kompetensi kelompok peternak
sapi perah dalam membuat pupuk organik dari limbah sapi perah
dengan menggunakan mesin pengolah/penghancur kotoran.
3.
Peningkatan kompetensi kelompok peternak
sapi perah dalam mengemas pupuk organik dengan menggunakan mesin jahit karung.
4.
Pengadaan seperangkat peralatan untuk
membuat dan mengemas pupuk organik.
5.
Peningkatan kuantitas dan kualitas pupuk
organik yang dihasilkan, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan
kelompok peternak sapi perah di desa Keji Ungaran Barat.
Kegiatan Pengabdian Kepada
Masyarakat yang berjudul Penerapan Mesin Pengolah Pupuk Organik di Desa Keji Ungaran Barat tersebut telah terbukti memberikan
manfaat bagi sasaran, yaitu :
1.
Memperoleh kompetensi dalam membuat dan mengemas pupuk organik dari limbah sapi perah.
2.
Memperoleh seperangkat peralatan untuk membua dan
mengemas pupuk organik.
3.
Memperoleh nilai tambah sebesar sekitar Rp
2.900.000,- per bulan.
Mekanisme
peningkatan kesejahteraan masyarakat peternak sapi
dari penerapan mesin pengolah pupuk organik dapat dilihat
pada gambar 2.
Gambar 2. Mekanisme peningkatan kesejahteraan masyarakat peternak
sapi perah
Dari gambar 2 dapat
dijelaskan mekanisme kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini sebagai berikut
:
1. Penghasilan
rata-rata peternak sapi perah di desa Keji relatif sangat rendah, yaitu hanya
sekitar Rp 600.000,- per bulan. Hal ini berakibat pada lemahnya kemampuan untuk
mengelola sapi perah tersebut dalam jumlah dan teknologi yang memadai.
2. Tiap
bulan tiap peternak menghasilkan sekitar 1 truk yang berisi 10 ton limbah sapi perah, yang biasanya dijual
seharga Rp 100.000,-
3. Sedangkan
peluang yang tersedia di desa Keji adalah : Limbah sapi dapat diolah menjadi pupuk
organik. Kalau dikemas dengan baik, maka harganya bisa mencapai Rp 20.000,- per
karung isi 20 kg. Limbah sapi seberat 10 ton dapat
diolah menjadi 3 ton pupuk atau setara dengan 150 karung pupuk organik. Maka nilai jualnya
menjadi Rp 3.000.000,- per truk, atau ada nilai tambah sebesar Rp 2.900.000,- per bulan
per peternak.
4. Berdasarkan
faktor-faktor kelemahan dan peluang tersebut, maka dapat dilakukan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a.
Pelatihan
manajemen pemasaran untuk melakukan diversifikasi usaha dengan membuat pupuk dari bahan kotoran sapi.
b. Penerapan mesin pengolah pupuk organik yang mengubah kotoran kering menjadi serbuk.
c. Penggunaan mesin jahit karung untuk mengemas serbuk pupuk organik
5. Dampak dari kegiatan IbM ini adalah :
a.
Peningkatan ketrampilan untuk membuat pupuk organik yang lebih baik.
b.
Peningkatan kemampuan untuk mengakses pasar
yang lebih menguntungkan.
6.
Hasil akhir dari program IbM ini adalah Peningkatan pendapatan kelompok peternak
sapi perah.
Adapun kegiatan dan proses pembuatan pupuk organik
dapat dilihat pada Gambar 3, Gambar 4
dan Gambar 5.
Gambar 3
: Limbah sapi kering yang belum diolah
Gambar 4
: Limbah kering dimasukkan kedalam mesin.
Gambar
5 : Mesin pengolah menghasilkan serbuk
pupuk organik.
KESIMPULAN
a.
Kegiatan pengabdian
masyarakat yang dilakukan oleh tim ini merupakan sentuhan teknologi tepat guna
yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat di desa Keji Ungaran Barat.
Sentuhan awal ini bisa hilang tidak berbekas kalau tidak ada langkah-langkah
lanjutan yang lebih nyata dan operasional untuk memperbaiki ketrampilan dan
kemampuan mereka untuk menerapkan teknologi tepat guna
berupa mesin pengolah pupuk organik, yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
b.
Oleh karena itu
diperlukan kegiatan pendampingan dalam program pengabdian lanjutan dengan
pengadaan peralatan
untuk membuat pupuk organik yang lebih baik dan
lebih banyak sesuai dengan dengan jumlah
peternak sapi perah di desa Keji yang mencapai 50 orang, sehingga dapat
membantu memecahkan masalah yang mereka hadapi.
REFERENSI
Anonimous,
2002. Buku Petunjuk Teknologi Sapi Perah di Indonesia- Pakan dan Tatalaksana Sapi Perah, JICA-Dairy Technology Improvement Project.
Anonimous, 2006.
Statistik
Peternakan 2006. Direktorat
Jenderal Peternakan 2006.
Anonimous, Kabupaten Semarang Dalam Angka, BPS Jawa Tengah, 2009.
Kusbadi,
U., Soeharto PR dan M. Sabrani, 1983, Efisiensi
Usaha Peternakan
Sapi Perah yang Tergabung
Dalam Koperasi
di Daerah Istimewa Yogyakarta, Prosiding
Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Puslitbang
Peternakan.Bogor.
Maharsi Petrus, 2010, Model Pengembangan Ekonomi Kabupaten
Semarang Berbasis Wilayah Andalan,
Penelitian Tidak Dipublikasikan, Politeknik Negeri Semarang.
Maharsi
Petrus, 2012, Pemberdayaan Perempuan Keluarga Peternak Sapi Perah di Desa Keji Ungaran
Barat, Laporan
Pengabdian Kepada Masyarakat, Politeknik Negeri Semarang.
Maharsi
Petrus, 2012, Pemanfaatan Biogas Untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat di Desa Keji Ungaran Barat, Laporan
Pengabdian Kepada Masyarakat, Politeknik Negeri Semarang.
Maharsi
Petrus, 2013, Pengembangan Produk Es Krim Dari Bahan
Susu Sapi oleh Kelompok Wanita Tani di Desa Keji
Ungaran Barat, Laporan
Pengabdian Kepada Masyarakat, Politeknik Negeri Semarang.
Saptahidayat. N, 2005, Manajemen Pakan Sapi Perah,
Edisi Pebruari 2005, Poultry Indonesia.
Sidik. R, 2003, Estimasi Kebutuhan Net Energi Laktasi Sapi
Perah Produktif yang Diberi Pakan Komplit Vetunair, Media Kedokteran
Hewan, Volume 19 No. 3 Universitas Airlangga Surabaya.