EKSPLORASI VARIABEL PENENTU IMPULSE BUYING DENGAN PENDEKATAN
FACTORING ANALYSIS
Sri Widiyati
Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Semarang
Jl. Prof.H.Sudarto, SH, Tembalang, Kotak
Pos 6199/SMS Semarang 50061
ABSTRACT
Impulse purchase or impulse buying describes any purchase which shopper
makes, through it was not planned in advance. The goal of the research is to
find out the factors that affect students impulse buying behavior in Semarang.
The impact of various variables like window display, lay out, display of
product, sales discount, promotion,time and money, peer group, behavior of
sales person has been analyzed. The sample size was 30 students and collecting
by using purposive sampling with one condition that student once time per month
shopping at Mall. The statistical analysis method employed in this study
are validity, realibility, factoring .Factoring analysis used to extract
factors. Based on the result of Factoring analysis , it is found that the
impulse buying of commodities is on a great rise mainly due to in-store shopping evironment ;
pricing strategy ; time and money.
Keywords : impulse buying, time and money; pricing
strategy; in-store shopping
LATAR BELAKANG
Kota
Semarang dengan slogan “Waktunya Semarang Setara” giat melakukan peningkatan
perdagangan dengan salah satu tolok ukur yakni bermunculan pusat-pusat
perbelanjaan. Pusat perbelanjaan modern seperti Java Mall, Giant, DP Mall,
Paragon Mall, Citra
Land Mall dan cukup berkembangnya
retail-retail modern seperti Alfamaret, Indomaret maupun Superindo telah mampu
menghidupkan kegiatan ekonomi kota Semarang. Pembangunan pusat perbelanjaan modern yang
pesat di kota Semarang mampu mengubah gaya hidup masyarakat dalam berbelanja.
Gaya hidup adalah pola hidup
yang menyangkut bagaimana orang menggunakan waktu dan uangnya dan gaya hidup
akan menjadi acuan seseorang dalam bertingkah laku, mengatur strategi bagaimana
ia ingin dipersepsikan oleh orang lain . Gaya hidup menyangkut aktivitas, minat
dan opini dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar dan jaman di mana ia hidup. Piliang ( 2006)
menyebutkan bahwa berkembangnya lifestyle (gaya hidup) adalah
sebagai fungsi dari diferensasi sosial yang tercipta dari relasi konsumsi. Di dalam perubahan tersebut, konsumsi tidak
sekedar berkaitan dengan nilai kemanfaatan dari produk atau jasa yang
dikonsumsi tetapi berkaitan dengan unsur-unsur simbolik untuk menandai kelas
,status atau symbol sosial tertentu. Konsumsi mengekrepresikan posisi sosial
dan identitas kultural dalam masyarakat. Yang dikonsumsi tidak lagi sekedar
objek tetapi juga makna-makna sosial yang tersembunyi di baliknya. Dengan kata
lain orang mengkonsumsi bukan karena kemanfaatan produk semata melainkan barang
tersebut akan menjadikan si pemakai mengidentifikasikan dirinya pada kelompok
tertentu.
Shopping lifestyle mengacu pola hidup yang mencerminkan pilihan seseorang
tentang bagaimana cara untuk menghabiskan waktu luang dan uang untuk
berbelanja.Secara ekonomi shopping lifestyle ditunjukan dengan
cara yang dipilih oleh seseorang dalam mengalokasikan waktu yang dimiliki serta
pendapatan baik dari alokasi dana untuk berbagai produk dan layanan serta
alternatip lainnya ( Japarianto dan Sugiarto :2011 ). Gaya hidup berbelanja
akan mempengaruhi perilaku seseorang dan akhirnya menentukan pilihan-pilihan
konsumsi seseorang.
Perilaku konsumen terutama impulse buying sangat menarik tidak
hanya bagi pemasar tetapi juga bagi peneliti. Impulse
buying digambarkan sebagai kecenderungan
membeli dengan spontan,reflektip, kurang melibatkan proses berpikir,segera dan
kinetik. Seseorang yang impulsive lebih
mungkin terus mendapatkan stimulus pembelian yang spontan, daftar belanja lebih
terbuka, serta menerima ide pembelian yang tidak direncanakan secara tiba‐tiba (Murray dalam Dholakia : 2000). Konsumen melakukan impulse
buying tidak berpikir untuk membeli suatu produk atau merek tertentu.
Mereka langsung melakukan pembelian karena ketertarikan pada merek atau produk
saat itu juga. Impulse buying bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.
Termasuk pada saat seorang penjual menawarkan suatu produk kepada calon
konsumen. Dimana sebenarnya produk tersebut terkadang tidak terpikirkan dalam
benak konsumen sebelumnya. Impulse Buying
adalah fenomena yang dapat terjadi sehari-hari di lingkungan kita.
Mahasiswi merupakan pangsa pasar terbesar ke dua
setelah ibu-ibu dan keluarganya (www.republikonline.com).
Seringkali mahasiswi membeli tanpa pertimbangan rasional. Spontanitas pada
pembelian yang terjadi mengarah pada sifat emosional sehingga pembelian tanpa
rencana yang sering terjadi. Perilaku konsumtip merupakan perilaku yang kurang
memperhatikan faktor-faktor rasional melainkan karena adanya keinginan daripada
kebutuhan. Banyak faktor yang mendorong untuk melakukan pembelian tanpa
perencanaan yang matang.
Berbagai hasil penelitian tentang impulse buying menunjukan hasil yang berbeda. Hasil
penelitian Jacqueline J. Karen (2002) menyebutkan bahwa individualism-collectivism dan perbedaan kultur invidu (independent –interdependent self-consept)
secara sistematik mempengaruhi perilaku impulse
buying. Sementara Louis Lo dan Sheng –we Lin (2013) melakukan penelitian
pada perdagangan on line dan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa virtual layout, virtual atmospherics dan virtual
theatrics akan mempengaruhi emosi konsumen dan berpengaruh positip pada on line impulse buying. Penelitian yang
dilakukan oleh Sonali Banerjee dan Sunetra Saha (2012) dengan judul Impulse
Buying Behaviour in Retail Store- Triggering The Sense. Hasil penelitian menyimpulkan
bahwa gender tidak berpengaruh pada frekuernsi berbelanja dan juga tidak
berpengaruh terhadap impulse buying;
harga dan potongan penjualan berpengaruh terhadap intensitas belanja konsumen.
Faktor visual merchandising dan waktu juga berpengaruh terhadap intesitas
berbelanja. Alireza Karbasivar dan Hasti Yarahmadi (2011) melakukan
penelitian berkaitan dengan impulse buying di Abadan, Irak dengan
judul Evaluating Effecting Factors on
Consumer Impulse Buying Behavior. Variabel penentu impulse buying yang
digunakan adalah window display, credit
card, aktivitas promosi seperti potongan tunai, free product. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa empat factor
kunci ekternal yakni window display,
credit card, aktivitas promosi seperti potongan tunai, free product memiliki hubungan positip terhadap perilaku impulse buying konsumen. Wahida Shahan
Tinne (2011) melakukan penelitian
mengenai impulse buying di Bangladesh. Judul penelitian yang dilakukan adalah Factors Affecting Impulse Buying Behavior of
Consumers Superstore in Bangladesh.
Berbagai variable dieksplorasi seperti potongan harga, kegiatan promosi,
penawaran retail store, penataan produk, perilaku wiraniaga, popularitas
produk, pengaruh reference group, tingkat pendapatan. produk musiman dengan
menggunakan analisis factoring. Hasil
analisis menunjukan bahwa factor yang mempengaruhi impulse buying adalah tingkat pendapatan, strategi harga,
karakteristik toko dan situasional factor
. Adanya berbagai factor yang mempengaruhi impulse buying maka timbul pertanyaan
apa sebenarnya yang mempengaruhi impulse buying sehingga perumusan masalah
adalah sebagai berikut : “Faktor -faktor apakah yang menjadi penentu impulse buying
pada mahasiswa Program Studi Keuangan dan Perbankan Polines “. Penelitian ini
diadakan dengan tujuan untuk mengeksplorasi faktor-faktor penentu impulse buying mahasiswa Program Studi
Keuangan dan Perbankan Polines
Metode Penelitian
Penelitian
ini menggunakan pendekatan deskripsi analitis dengan menggunakan sample
mahasiswa di Program Studi Keuangan dan Perbankan Politeknik Negeri Semarang.
Responden penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Keuangan dan Perbankan
tingkat satu , dua dan tiga. Jumlah
sampel 30 orang dan pengambilan sample dilakukan non probability dengan metode purposive sampling. Masing-masing
tingkat diambil 10 orang. Pengumpulan
data dilakukan dengan menyebarkan
kuestioner terhadap para responden untuk mendapatkan data tentang faktor
penentu impulse buying. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis validitas, reliabilitas dan analisis faktor.
Uji Validasi
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dianggap valid apabila mampu
mengukur atau memperoleh data yang tepat dari variabel yang diteliti. Instrumen
yang diukur dalam hal ini adalah indikator-indikator variabel dari variabel
laten yang telah dikembangkan. Untuk mengukur jumlah varians dari indikator
yang diekstraksi oleh konstruk laten yang dikembangkan dapat digunakan
pengukuran variance extract. Nilai variance extract yang tinggi menunjukkan
bahwa indikator-indikator itu telah mewakili secara baik konstruk laten yang
dikembangkan dan nilai V.E
ini minimum 0,5
Uji Reliabilitas
Daftar pertanyaan yang reliable adalah daftar pertanyaan yang
apabila dicobakan pada kelompok yang sama akan menghasilkan data yag
sama,artinya tidak terdapat perubahan psikologis pada responden. Tingkat
reliabilitas yang dapat diterima jika nilai Cronbach Alpa > 0,6. (Ghozali
:2011)
Analisis Factoring
Analisis factoring pada
hakekatnya digunakan untuk mereduksi data yaitu proses untuk meringkas sejumlah
variable menjadi lebih sedikit dan menamakannya sebagai factor. Proses analisa
factor sebagai berikut :
a.
Memilih variable yang layak dimasukan analisis
factor.Antar variable harus saling berkorelasi dan jika korelasi lemah maka
variable tersebut dikeluarkan dari analisis factor. Untuk itu digunakan alat
MSA atau Barlett’s Test.
b.
Setelah itu dilakukan ekstrasi varibel sehingga menjadi
beberapa variable. Model pencarian factor yang populer adalah Pricipal
Component dan Maximum Likelihood.
c.
Jika isi factor masih diragukan maka dilakukan rotasi
sehingga factor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan factor
lain.
d.
Setelah factor benar-benar terbentuk maka proses
selanjutnya adalah penamaan factor.
Model
analisis factor :
Xik
= α i1 f1k + α i2
f2k + α i3 f3k +…………α i2 f2k + eik
|
Keterangan:
Xik : nilai variable ke - i untuk
observasi ke-k
Fjk : nilai dari factor ke-j untuk obsevasi ke-k
α i1 ; hubungan dari variable ke-I dengan factor
ke-j di mana ada m factor dan p variable, m < p.
Secara
praktis dalam penelitian ini, analisis factor digunakan untuk mengekstraksi
sekian banyak variable yang dikembangkan dalam penelitian ini menjadi hanya
beberapa saja sehingga mudah diamati.
Inventarisasi faktor Penentu Impulse Buying
Sebelum
melakukan analis factor terlebih dahulu diinventarisasi faktor-faktor yang mempengaruhi impulse buying mahasiswa
sebagaimana tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1.
Faktor Pengaruh Impulse Buying
1.
Window display yang
menarik.
2.
Penataan barang .
3.
Uang dan waktu yang
dimiliki.
4.
Pembayaran dengan
kartu debit/kredit.
5.
Musik dan araoma
ruangan.
6.
Parkir yang luas
7.
Lay out yang nyaman.
8.
Peer Group yang menjadi panutan.
9.
Menyediakan berbagai macam barang.
10. Menyediakan berbagai macam
merk.
11. Brosure yang menarik.
12. Dekorasi ruang sesuai musim.
|
13. Adanya tempat penitipan
barang.
14. Pencahayaan ruang.
15. Ruang Fitting yang nyaman.
16. Kebersihan toko.
17. Wiraniaga yang menarik dan
informatip.
18. Voucher Belanja.
19. Potongan harga yang
diberikan.
20. Iklan yang gencar.
21. Voucher
22. Bonus ( produk gratis)
23. Pelayanan yang menyenangkan.
|
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Deskripsi Responden
Responden adalah mahasiswa
Program Studi Keuangan dan Perbankan dengan persentase masing-masing 50 % pria
dan 50 perempuan. Dilihat dari asal mahasiswa maka 66,67 % berasal dari luar
Semarang ( Pati, Pekalongan, Demak, Kendal ) dan 32,33 % berasal dari kota dan
Kabupaten Semarang. Mereka sebagian besar tinggal tidak bersama orang tua
(kost) dan hanya 8 mahasiswa ( 26,67 %) tinggal bersama orang tua. Dilihat dari
frekuensi berbelanja maka rata-rata satu kali pergi ke mall atau retail dalam satu bulan.
Uji Validitas
dan Reliabilitas
Data
yang terkumpul tersebut terlebih dahulu
dilakukan uji validitas dan uji
reliabilitas. Uji validitas terhadap 23 item pernyataan. Pengujian tersebut dimaksudkan agar alat ukur
yang digunakan benar-benar mengukur apa yang ingin diukur yaitu dengan teknik
korelasi product moment. Hasil dari pengujian validitas
dapat dilihat di Tabel 2.
Uji
Reliabilitas
Uji
reliabilitas dilakukan untuk mengetahui adanya konsistensi dan yang digunakan
untuk mengukur yaitu koefisien Croncbach alfa. Cronbach alfa adalah 0,8775
Berdasarkan indikator maka bila cronbach alfa lebih besar dari 0,60 maka
berarti alat ukur dapat dipercaya. Hasil
memperihatkan bahwa nilai croncbach > 0,60 maka bersifat reliable.
Tabel 2.
Uji validitas
Pernyataan
|
r-Hitung
|
Sig
|
Keterangan
|
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X18
X19
X20
X21
X22
X23
|
0,558
0,522
0,436
0.543
0,505
0,421
0,472
0,463
0,508
0,508
0,553
0,408
0,511
0.,626
0,576
0,465
0,408
0,384
0,490
0,528
0,499
0,571
0,689
|
0,001
0,003
0.016
0.002
0.004
0,021
0,008
0,010
0,004
0,004
0,002
0,025
0,004
0,000
0,001
0,010
0,025
0,036
0,000
0,003
0,005
0,001
0,000
|
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
|
Sumber : Hasil pengolahan data tim
peneliti 2014
Hasil Analisis Factor
Syarat agar dapat dilakukan
analisis faktor adalah matriks data harus memiliki korelasi yang cukup. Untuk menentukan dapat tidaknya
dilakukan analisis faktor adalah melihat matriks korelasi secara keseluruhan .
Untuk menguji apakah terdapat korelasi antar variabel digunakan uji Bartlett
test of sphericity. Jika hasilnya signifikan berarti matriks korelasi memiliki
korelasi signifikan dengan sejumlah variabel. Uji lain yang digunakan untuk
melihat interkorelasi antar variabel dan dapat tidaknya analisis faktor bdilakukan
adalah measure of sampling adequacy (MSA). Nilai MSA bervariasi dari 0 sampai
1, jika nilai MSA ,0,50 maka analisis faktor tidak dapat dilakukan ( Imam
Ghozali :2008 ).
Tabel 3
KMO and Bartlett’s Test
Hasil uji KMO ( Kaiser
–Meyser-Olkin) ternyata 0,519 berarti di
atas 0,50 berarti data dapat dilakukan
analisis faktor. Hasil anti image
correlation adalah sebagai berikut. Nilai Measure of Sampling Adequacy (MSA)
adalah sebagaimana tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4
Nilai MSA
Berdasarkan Tabel 4 ada
beberapa variabel yang memiliki nilai MSA < 0,5 maka analisis faktor belum
dapat dilakukan. Dengan mengeluarkan variabel yang memiliki nilai MSA < 0,5
maka hasil dari output SPSS adalah sebagaimana tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5
KMO and Bartlett’s Test
Hasil KMO sekarang adalah
sudah memenuhi syarat di atas 0,60 yaitu 0,728, begitu juga dengan Batlett’s test of sphericity juga
signifikan pada 0,05. Hasil anti image correlation adalah sebagai berikut. Nilai
Measure of Sampling Adequacy (MSA) adalah sebagaimana Tabel 6.
Tabel 6.
Nilai MSA
Berdasarkan Tabel 6 maka
variabel X4, X6, X8, X11 dan X20 memiliki nilai korelasi rendah dan analisa
faktor dapat dilakukan dengan mengeluarkan X4, X6, X8, X11 dan X20. Dari 18
variabel yang dianalisa ternyata hasil ekstraksi komputer menjadi empat faktor
(nilai eigen value >1 menjadi faktor). Faktor satu mampu menjelaskan 41,890
% variasi dan faktor 2 mampu menjelaskan 11,772 % variasi, faktor 3 mampu
menjelaskan 8,404 % variasi dan faktor 4 mampu menjelaskan 7,433 % variasi.
Jadi keempat faktor keseluruhan mampu menjelaskan 69,498 % variasi.
Dengan melihat component
matrix terlihat bahwa yang mengelompok pada faktor satu adalah: X1, X2, X5, X7, X9, X10, X12, X13, X14, X15,
X16, X17, X18, X21, X23.
Yang mengelompok pada faktor dua
adalah: X19 dan X22
Yang mengelompok pada faktor tiga
adalah: -
Yang mengelompok pada faktor empat
adalah : X3
Berdasarkan hasil pengelompokan faktor
maka untuk kelompok pertama dinamakan in-store shopping evironment (lingkungan
intern tempat perbelanjaan); kelompok kedua dinamakan pricing strategy (strategi harga) dan kelompok tiga dinamakan uang
dan waktu.
KESIMPULAN
Dari 18 variabel yang dianalisa
ternyata hasil ekstraksi komputer menjadi empat faktor ( nilai eigen value
>1 menjadi faktor ). Faktor satu mampu menjelaskan 41,890 % variasi dan
faktor 2 mampu menjelaskan 11,772 % variasi, faktor 3 mampu menjelaskan 8,404 %
variasi dan faktor 4 mampu menjelaskan 7,433 % variasi. Jadi keempat faktor
keseluruhan mampu menjelaskan 69,498 % variasi.
Faktor penentu impulse buying dikerlompokan menjadi tiga yaitu in-store
shopping evironment ( lingkungan intern tempat perbelanjaan); kelompok
kedua dinamakan pricing strategy
(strategi harga) dan kelompok tiga dinamakan uang dan waktu.
Agenda Penelitian Mendatang
Pada penelitian mendatang dilakukan
penelitian impulse buying pada penjualan on line serta penjualan tradisional
dengan memperluas segmen responden.
DAFTAR PUSTAKA
Alireza Karbasivar dan
Hasti Yarahmadi. 2011.Evaluating Effective Factors
on Consumer Impulse Buying Behavior.Asian Journal of Business Management Studies 2 (4),174-181
Banerjee,Sonali dan Sunetra Saha,2012. Impulse Buying Behavior in
Retail-Store Triggering The Sense. Asia
Pasific of Marketing Management Review.Vo.1
no.2
Dholakia,U.M.2000.Temptation
and Resistance:An Integrated Model of Consumption Impuls Formulation and
Enchanced in Psycology Marketing. John Willey and Sons,Inc.Vol17 (11) 955-986.
Japarianto,E.,dan Sugiarto.2011.Pengaruh Shooping Life Style dan
Fashion Involment terhadap Impulse Buying Behavior Masyarakat High Income
Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran.Vol 6,no.1 April PP 32-41.
Kacen,J.Jacqueline.2012. The Influence of Culture on Consumer
Impulsive Buying Behavior. Journal of
Consumer Pshycology 12(2),pp 163-176.
Lo Louis, Sheng –Wei Lin.2013 .Three Ways to Convert Browsing Into
Impulse Buying Website Streamline and Decoration.Knowledge Management & Innovation : Knowledge and Learning.
International Conference,Croatia.
Piliang. Yasraf Amir.2006.Imagolobi
dan Gaya Hidup: Membingkai Tanda dan Dunia. Jalasutra.Yogyakarta.
Tinne,Wahida Shahan.2011.Factors Affecting Impulse
Buying Behavior of Customers at Superstores in Bangladesh. ASA University Review,Vo.5 no.1. January – June.