Laman

PENDIDIKAN KARAKTER BAGI SISWA SMP AL IKHLAS, KANDEMAN, KABUPATEN BATANG


PENDIDIKAN KARAKTER
BAGI SISWA SMP AL IKHLAS, KANDEMAN, KABUPATEN BATANG

Umar Farouk
Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang
Jl. Prof.H.Sudarto, SH, Tembalang, Kotak Pos 6199/SMS Semarang 50061


ABSTRACT
It is obviously understood that national character degradation is continously happening through decades and political regimes of Indonesia. The phenomena can be viewed from the perspective of the growth of hedonism, consumerism, liberalism, individualsm, capitalism, and pragmatism. On the other side, idealism, spiritualism, collectivism, and nationalism seem to fade. To solve the problem, a character building education was given to 81 SMP Al Ikhlas students in Kandeman Disctrict, Batang Regency, Central.  By giving materias on nationalism and  spiritualism to the students, and giving the practice of managing Honesty Shop / Warung Kejujuran (contextual learning), the result shows that students’ character can be positively developed.

Key words:  character degradation, character building, education,   contextual learning

PENDAHULUAN
Pada saat ini publik dihadapkan pada situasi dimana nilai-nilai keadilan, kejujuran, kepedulian, kesetiakawanan, tanggung jawab, cinta tanah air (nasionalisme), religiositas, spiritualisme dan sebagainya makin terpinggirkan. Sebagian besar masyarakat secara sadar atau tidak sadar lebih memilih hedonisme, konsumerisme, sekularisme, dan seterusnya yang pada akhirnya tidak lain berujung pada pragmatisme. Pragmatisme yang merupakan antitesis dari idealisme jelas mendorong setiap orang yang meyakininya melakukan tindakan-tindakan yang buruk seperti korupsi, kolusi, melakukan mark-up anggaran suatu proyek, melakukan pungutan liar, melakukan money politics, melakukan kebohongan publik, dan power abuse lainnya.
Di kalangan para pelajar dan mahasiswa kebiasaan menyontek ketika ujian berlangsung dan membeli bocoran kunci jawaban Ujian Akhir Nasional (UAN) merupakan fakta yang makin men-justifikasi akan adanya degradasi karakter bangsa saat ini.  Keprihatinan akan semakin runtuhnya karakter bangsa ini telah banyak dilontarkan berbagai kalangan yang masih peduli terhadap nasib bangsa ini ke depan. Pihak yang paling banyak menyatakan keprihatinan ini adalah tokoh-tokoh agama, kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, para budayawan, dan masyarakat akar rumput yang dapat dibaca dan dilihat misalnya pada media cetak dan elektronik, serta pembicaraan pada jejaring sosial seperti facebook dan twitter.       

Degradasi karakter atau moralitas bangsa ini berdasarkan fakta yang ada memang telah memasuki tahap yang amat kronis dan akut. Sebagai contoh perilaku korup tidak saja dimiliki oleh kalangan tertentu saja tetapi telah merata hampir pada semua lapisan masyarakat dari yang paling rendah sampai ke kalangan elit pemimpin bangsa. Ironisnya lagi hal tersebut dilakukan tidak secara sendiri-sendiri melainkan secara kolektif/berjamaah. 

Korupsi dilakukan secara sistemik, terorganisasi, dan oleh sebab itu telah direncanakan secara rapi sejak awal. Karena bersifat sistemik dan menyangkut kalangan penguasa (politisi) dan birokrat secara massif maka sangat sulit untuk membongkar kasus korupsi dan membawa pelakunya ke meja hijau. Contoh, kasus Century, Hambalang, Wisma Atlit, BLBI, dan sebagainya.
Pada Tabel 1 adalah data yang menunjukkan betapa kronisnya penyakit korupsi yang telah berjangkit di negara kita ini.


                                    Tabel 1. Data Tindak Pidana Korupsi Tahun 2011
No
Pelaku Korupsi
Kasus
1
Pegawai Negeri
239
2
Direktur swasta/Rekanan/Kontraktor
190
3
Anggota DPR/DPRD
99
4
Kepala Dinas
91
5
Panitia Lelang
67
6
Bendahara Pemda
51
7
Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota
41
8
Kepala desa
31
9
Ormas
30
10
Konsultan/Pengawas
28
11
Pegawai BUMN/D
27
12
Sekda/Sekot/Sekab/Sekjen
24
13
Pegawai Swasta
24
14
KPU/KPUD
20
15
Direktur BUMN/D
17
                      Sumber: http://sea.effectivemeasure.net/emnb_81_2000659.gifhttp://setagu.net/opini/data-korupsi-2011-versi- icw


Untuk dapat menghapus budaya korupsi yang telah tumbuh kuat di tengah masyarakat diperlukan waktu kurang lebih satu generasi. Jika hal ini tidak diatasi kita akan terus menyemai the lost generation, yakni generasi yang tidak berkualitas, tidak memiliki daya saing, generasi yang akan menjadi pecundang dalam persaingan global yang makin keras, dan akibatnya tidak memiliki masa depan. Bung Karno sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah secara serius menempatkan character building dan nation building secara bersama-sama dalam program pembangunan nasional.  Bahkan Bung Karno memberi prioritas pembangunan moralitas bangsa ini sebagai landasan untuk membangun bangsa dan negara secara menyeluruh. (Koesoema A, 2007: 47-48)  Sayangnya sejak berkuasanya Orde Baru pembangunan karakter bangsa hanya dilakukan secara superfisial saja, misal dengan adanya program penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) tanpa dibarengi dengan keteladanan dari para pemimpin bangsa seperti yang dilakukan Bung Karno dan  Bung Hatta dulu.  Sekarang ini keadaannya sudah sampai pada titik nadir. Para pejabat pemerintahan telah menjadikan negara ini sebagai tempat untuk menjarah kekayaan bangsa secara semena-mena tanpa memikirkan lagi nasib bangsa ini di masa depan. Negara bukan lagi dijadikan tempat untuk menumbuhkan kebanggaan berbangsa (national pride), negara hanya dijadikan tempat untuk memperoleh keuntungan ekonomi semata. Akibatnya kerakusan dan ketamakan menjadi pemicu bagi berkembangnya budaya bangsa yang tidak sehat dan menggeroti spirit nasionalisme masyarakat, termasuk generasi muda.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akhir-akhir ini mulai memberikan perhatian terhadap fenomena terjadinya degradasi moralitas dan nasionalisme generasi muda ini. Kemendikbud, misalnya mulai mencanangkan pemberian materi pembangunan karakter bangsa melalui muatan kurikulum Sekolah Dasar, Menengah, dan Perguruan Tinggi. Namun demikian hal ini tidak dapat digaransi akan dapat menjadikan upaya tersebut berhasil. Alasannya adalah jika hal tersebut dilakukan seperti apa yang pernah dilakukan oleh penguasa Orde Baru dengan P4 nya dapat dipastikan akan terjadi pengulangan sejarah. Yang terjadi justeru kegiatan tersebut menjadi proyek nasional yang sebetulnya hanya menjadi kenduri para elit. Untuk dapat mengurangi kemungkinan tersebut, maka perlu dilakukan upaya pembangunan karakter ini bukan hanya dari pihak pemerintah tapi juga dari pihak lainnya, khususnya kelompok-kelompok masyarakat yang peduli.

PEMBAHASAN
Analisis Situasi
Di Kabupaten Batang terdapat 49 SMP Negeri dan Swasta.  Salah satunya adalah SMP Al-Ikhlas, Kandeman, Batang. Data jumlah siswa yang belajar di SMP ini dari tahun akademik 2008/2009 sampai 2012/2013 dapat dilihat pada Tabel 2.


               
Tabel 2. Data Jumlah Siswa SMP Al Ikhlas, Kandeman, Kabupaten Batang
Tahun 2008-2013

Tahun
Akademik
Jumlah Siswa
Kelas VII
Jumlah Siswa
Kelas VIII
Jumlah Siswa
Kelas IX

Jumlah Siswa Keseluruhan

2008/2009
66
68
54
187
2009/2010
45
54
60
159
2010/2011
25
42
51
117
2011/2012
25
25
39
89
2012/2013
56
25
20
101


Jika dilihat pada tabel tersebut tampak bahwa jumlah siswa SMP tersebut tidak cukup banyak.  Namun demikian bukan berarti hal ini dapat dijadikan alasan untuk tidak memberikan pendidikan karakter bagi siswa-siswa tersebut.
Pada saat diadakan kunjungan ke PT Primatexco Indonesia, di Batang, yang merupakan pendiri dan pembina SMP tersebut, pimpinan PT Primatexco Indonesia (Rizky Nuansa Hadyan, S.Psi) menyatakan bahwa siswa-siswa SMP Al Ikhlas merupakan aset perusahaan di masa depan. Perusahaan berkeinginan pada saatnya para alumni SMP Al Ikhlas dapat meneruskan pendidikannya di SMK Tekstil Pekalongan yang merupakan binaan dari PT Primatexco Indonesia juga. Perusahaan ini meyakini bahwa pendidikan karakter yang diberikan sejak dini kepada para siswa akan dapat memberi keuntungan kepada perusahaan di masa datang.  Berdasarkan pengalaman kinerja para karyawan sangat dipengaruhi oleh karakter yang mereka miliki.
Kepala Sekolah SMP Al Ikhlas (Edi Sucipto, S.Ag) juga menyatakan bahwa pendidikan karakter sangat diperlukan mengingat para siswa rentan terhadap berbagai keadaan di luar sekolah dan rumah yang tidak selalu menguntungkan. Kebiasaan merokok, membolos sekolah, tidak disiplin, menyontek pada saat ujian, tidak melaksanakan ibadah secara teratur, dan sebagainya menjadi fenomena yang dapat diamati.
Alasan lain yang mendorong perlu dilakukannya pendidikan karakter di SMP Al Ikhlas, Kandeman, Kabupaten Batang adalah bahwa kegiatan ini menjadi langkah stratejik dalam upaya membangun karakter generasi muda di Kabupaten Batang karena SMP ini berada di tengah  Kota Batang.  Posisi ini dapat membawa multiplier effect yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat kota Batang.
Kegiatan untuk mengadakan pendidikan karakter bagi siswa-siswa SMP Al-Ikhlas di Kabupaten terasa perlu mengingat bahwa sebagaimana yang dinyatakan oleh Dr Ratna Megawangi, pakar pendidikan holistik berbasis karakter dari IPB Bogor,  bahwa berdasarkan fakta suatu survey terungkap bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia melakukan suap dan menurut Political and Economic Risk Consultacy  (PERC) Indonesia merupakan negara yang melakukan pelanggaran tertinggi di Asia (http://edukasi.kompas.com/read/ 2012/11/14/16024946/ Pendidikan. Karakater. Harus. Dimulai.Sejak.Dini). Hal ini menjadi petunjuk bahwa memang pembangunan karakter bangsa itu harus segera dimulai, khususnysa di kalangan generasi muda.
Pendidikan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) tahun 2003. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi anak didik dalam hal kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Oleh sebab itu tidak cukup jika anak didik cerdas secara intelektual saja, anak didik harus cerdas secara intelektual, emosional, sosial, dan spiritual.  Artinya secara kognitif anak didik harus pandai atau cerdas, secara emosional memiliki kematangan kepribadian (mature personality), dalam bermasyarakat anak didik dapat menunjukkan rasa tanggung jawab dan kepedulian sosial, dalam kehidupan beragama anak didik menjadi manusia yang taat terhadap ajaran-ajaran Tuhan-nya sehingga memiliki rasa takut dan malu (taqwa)  untuk melakukan tindakan-tindakan buruk yang dapat merugikan diri, keluarga, masyarakat, dan bangsanya.
Karena pendidikan karakter ini sangat penting untuk dijadikan basis bagi pembangunan suatu bangsa,maka tidak heran jika negara-negara  besar  yang memiliki daya saing global yang sangat tinggi seperti Cina, Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat, materi pendidikan karakater telah dimasukkan dalam kurikulum pendidikan mereka.  Dr. Martin Luther King mengatakan bahwa ‘intelligence plus character is the goal of true education’ (King, 2006: 42). Lahirnya manusia cerdas yang tidak berkarakter akan menimbulkan malapetaka besar bagi kemanusiaan sebab manusia cerdas yang tidak berkarakter dapat melakukan kerusakan dimana-mana dengan modus yang canggih sehingga sulit diberantas dengan instrumen penegakan hukum (law enforcement) atau yang lainnya. Contoh kongkritnya adalah pemberantasan korupsi di Indonesia yang berjalan tertatih-tatih meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah bekerja sangat keras.
Pembentukan karakter dalam kehidupan dapat berlangsung secara sadar atau tidak sadar. Ada karakter yang yang baik dan ada karakter yang buruk. Ada diantaranya yang tidak terlalu buruk namun jika dibiarkan secara terus menerus akan memberikan dampak yang merugikan. Karakter yang baik akan memberikan kedamaian, kesejahteraan, dan meningkatkan kekuatan.Ralph Waldo Trine (2007: 3)) dalam Character Builidng Thought Power menyatakan ‘ Uncounsciously we are forming habits every moment of our lives. Some are habits of a desirable nature, some are those of a most undesirable nature. Some, though not so bad in themselves, are exeedingly bad in their cumulative effects, and cause us at times much loss, much pain and anguish, while their opposites would, on the contrary, bring as much peace and joy, as well as a continually incereasing power.’
Menurut Prof. Soejanto, Ph.D (2012)  terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:
1.    Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya.
2.    Kemandirian dan tanggungjawab.
3.    Kejujuran / amanah dan diplomatis
4.    Hormat dan santun. 
5.    Dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong / kerjasama.
6.    Percaya diri dan bekerja keras.
7.    Kepemimpinan dan keadilan.
8.    Baik dan rendah hati.
9.    Toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik dengan menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling to love the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi motivasi  yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan. (www.mandikdasmen. Depdiknas .go.id/web/pages/urgensi.html)
Di Indonesia pendidikan karakter sebenarnya telah dilakukan sejak masa penjajahan Belanda. Tokoh-tokoh nasional seperti R A Kartini, Ki Hadjar Dewantoro, Bung Karno, Bung Hatta, Tan Malaka, Moh. Natsir, HOS Tjokroaminoto, dan yang lainnya telah berhasil mendidik karakter bangsa ini sehingga memiliki rasa cinta tanah air (nasionalisme) yang sangat tinggi untuk melawan kolonialisme untuk meraih kemerdekaan bangsa. Pada masa Orde Lama nasionalisme bangsa Indonesia masih cukup tinggi karena pada saat  itu api revolusi masih terasa benar meliputi kehidupan rakyat. Kemerdekaan yang baru diraih masih harus diuji karena Belanda masih mencoba untuk kembali ke Indonesia dengan aksi agresi I dan II.  Disamping itu Irian Barat pun masih harus direbut dari tangan Belanda baik melalui pendekatan diplomatik dan milliter.
Pada masa Orde Baru semangat nasionalisme mulai terkikis, terbukti dengan adanya praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang makin meluas, yang membuat sendi-sendi kehidupan bangsa menjadi lemah.

Kehidupan sosial politik, ekonomi, dan budaya tidak menunjukkan adanya perkembangan yang menggembirakan. Upaya untuk menumbuhkan nasionalisme yang dilakukan pemerintah saat itu hanya menjadi jargon politik semata.

Pada Orde Reformasi sekarang kesadaran nasionalisme telah berada pada titik terendah. Praktek korupsi dilakukan secara masif baik di pusat pemerintahan maupun di daerah. Bahkan korupsi telah dilakukan secara luas di pilar-pilar kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Akibatnya penegakan hukum tidak berjalan. Politik telah disalah gunakan oleh penguasa untuk merampok kekayaan negara.  Hal ini terjadi karena dalam kehidupan berbangsa tidak ada pembangunan karakter yang merupakan basis fundamental bagi pembangunan bangsa. Menurut Soepardo (1962: 201) pendidikan karakter mensyaratkan adanya pendidikan moral dan pendidikan nilai.

Menghadapi kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang demikian, tidak ada solusi lain  yang dapat dilakukan kecuali segera mengadakan pendidikan karakter secara intensif kepada semua anak bangsa, khususnya kalangan generasi muda yang merupakan generasi penerus bangsa ini. Dengan pendidikan karakter ini mereka akan mendapatkan nilai-nilai kehidupan (living values) yang sangat diperlukan sebagai bekal, pedoman, atau pelindung dalam kondisi social masyarakat yang terus berubah dengan cepat (Setyawan, 2008: vi).

Identifikasi dan Perumusan Masalah
Karakter bangsa akan sangat menentukan keberhasilan bangsa tersebut dalam melakukan pembangunan bangsa dan negaranya.  Hal ini tentu dapat dengan mudah dipahami karena moralitas bangsa yang buruk pada akhirnya akan berujung pada menurunnya nilai-nilai kebangsaan / nasionalisme dan meruntuhkan persatuan dan kesatuan berbagai kelompok masyarakat bangsa itu.  Karakter bangsa yang buruk dapat mendorong terjadinya perbuatan-perbuatan yang merugikan semacam korupsi, manipulasi, penipuan, kebohongan dan sebagainya.
Di kalangan generasi muda (siswa Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, serta mahasiswa di Perguruan Tinggi) hal tersebut ditandai dengan  banyaknya siswa yang suka menyontek, membeli  kunci jawaban Ujiuan Akhir Nasional (UAN), melakukan tawuran,.pemalakan, pemerkosaan, mengkonsumi narkoba, dan sebagainya.
Degradasi moralitas dan rasa nasionalisme pada kalangan generasi muda sudah saatnya harus diwaspadai. Karena jumlah generasi muda ini sangat banyak, maka jika hanya ditangani pemerintah melalui pemberian materi pendidikan karakter yang ada dalam kurikulum pendidikan saja pasti tidak memadai. Perlu ada pihak-pihak lain yang perlu memberikan bantuan.
Berkaitan dengan keadaan tersebut, maka kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diusulkan melalui proposal ini adalah mengangkat permasalahan peningkatan karakter anak didik di Sekolah Menengah Pertama, yaitu SMP Al-Ikhlas Batang.  Pemilihan SMP Al Ikhlas di Batang ini didasari oleh pemikiran bahwa SMP tersebut merupakan SMP Swasta yang dibina langsung oleh PT Primatexco Indonesia.  Perusahaan ini sedang mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas untuk mendukung program pembangunan nasional. Apabila para siswa SMP Al Ikhlas ini diberi pendidikan karakter, maka hal itu dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi penyiapan generasi baru bangsa yang lebih berkualitas dan kompetitif.  
Peningkatan karakter anak didik di SMP Al Ikhlas, Batang ini dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan mengenai pembangunan karakter, menumbuhkan kesadaran mengenai pentingnya memiliki karakter yang baik dan kokoh dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menumbuhkan akhlak mulia melalui kesadaran beragama secara benar (religiositas), memberikan praktek pengamalan komitmen, sikap, dan perilaku jujur dalam bentuk melaksanakan kegiatan Warung Kejujuran, yakni melakukan transaksi jual beli di sekolah tanpa diawasi oleh siapapun kecuali oleh diri mereka sendiri. Dengan cara ini diharapkan karakter yang baik akan terbentuk pada diri anak dan akan terwujud sebagai fenomena sosial yang dapat disaksikan dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan Kegiatan
Tujuan dari Kegiatan Pengabdian pada masyarakat ini adalah :
1.    Memperluas wawasan para siswa mengenai pentingnya membangun karakter bangsa dalam menghadapi persaingan dan tantangan global.
2.    Menumbuhkan kembali nasionalisme di kalangan siswa agar dapat menjadi warga negara yang cinta tanah air.
3.    Mengikis potensi degradasi moral para siswa.
4.    Melatih para siswa agar dapat mempraktekkan nilai-nilai yang luhur dalam kehidupan sehari-hari.

Manfaat Kegiatan
Kegiatan   pengabdian     kepada   masyarakat yang berisi pendidikan karakater ini
memberikan manfaat sebagai berikut:
1.        Para siswa yang akan menjadi penerus perjuangan bangsa atau pemimpin bangsa  di masa yang akan datang akan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.
2.        Para siswa akan memiliki kesadaran untuk memiliki moralitas/karakter yang baik karena hal itu dapat mendukung pembangunan dan daya saing bangsa.
3.        Para siswa akan dapat mengendalikan diri untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan diri sendiri, masyarakat, dan bangsa.

Kerangka Pemecahan Masalah
Berdasarkan hasil analisis situasi dan perumusan masalah, selanjutnya kerangka pemecahan masalah yang digunakan adalah:
1.    Mengidentifikasi secara spesifik faktor-faktor yang menjadi penyebab  degradasi moral dan turunnya rasa nasionalisme.
2.    Mengadakan pendidikan karakter dengan memberikan penyuluhan dan praktek penerapan nilai-nilai luhur bangsa.
3.    Mengadakan kegiatan warung kejujuran di sekolah
4.    Melakukan evaluasi terhadap jalannya warung kejujuran tersebut.
     Pelatihan diberikan dalam 3 hari atau 20 jam efektif. Materi Pelatihan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirinci dalam tujuan kegiatan adalah sebagai Tabel 3.



Tabel 3. Materi Pelatihan

No
                          Materi
Waktu
                        Pelaksana
1
Pengantar: Potret Kita Hari Ini
2 jam
Tim  PPM Polines
2
Character building dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
2 jam
Tim PPM Polines
3
Spiritualitas sebagai Pendorong
Tumbuhnya Nasionalisme.
2 jam
Tim PPM Polines
4
Warung Kejujuran:  Menakar Karakter
8 jam
Tim PPM Polines dan SMP AL-Ikhlas
5
Pendampingan Implementasi Warung Kejujuran
 6 jam
Tim PPM
Polines dan SMP Al-Ikhlas


Khalayak Sasaran Antara yang Strategis
Permasalahan penurunan karakter bangsa di kalangan generasi muda terjadi di semua daerah. Hal ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa tawuran, penggunaan narkoba, gaya  hidup hedonis, perilaku pragmatis, dan sebagainya yang melanda generasi muda di berbagai daerah tersebut seperti yang dapat disimak di media cetak dan elektronik.
Khalayak sasaran kegiatan pendidikan karakter ini adalah para siswa SMP Al Ikhlas di Batang, yang lokasinya berada di bagian tengah propinsi Jawa Tengah. Dengan mempertimbangkan posisi ini diharapkan dampak kegiatan pendidikan karakter tersebut dapat memberi induksi ke daerah lainnya secara bersama-sama.
Jumlah siswa yang akan mengikuti pendidikan karakter ini 81 orang. Mereka saat ini duduk di Kelas VII dan Kelas VIII.


Keterkaitan dengan Institusi Lain
SMP Al Ikhlas di Kabupaten Batang dikelola oleh Yayasan Al-Ikhlas di bawah manajemen PT Primatexco Indonesia. Keberadaan SMP AL Ikhlas merupakan salah satu realisasi program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan tersebut.  Oleh karena itu dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ini Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang melibatkan PT Primatrexco Indonesia, Batang.

Metode Kegiatan
Pendekatan pembelajaran dalam pendidikan karakter yang dilaksanakan dalam pengabdian kepada masyarakat ini adalah contextual learning.  Artinya materi pembelajaran disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi bangsa saat ini.
Metode pembelajaran yang digunakan adalah sebagai berikut:
a.    Ceramah: dilakukan sebagai pengantar dan pendalaman topik bahasan untuk   memberikan pemahaman yang komprehensif tentang topik bahasan dan implementasinya sesuai dengan  konteks permasalahan yang dihadapi..
b.    Praktek: peserta melakukan praktek pengamalan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari dengan membuat Warung Kejujuran di sekolah yang pelaksanaannya  dipantau oleh manjemen SMP Al-Ikhlas dan Tim PPM Polines.

Rancangan Evaluasi
Rancangan evaluasi dilakukan melalui:
a.    Pemberian angkat kepada para siswa untuk mengetahui pendapat mereka mengenai pentingnya memiliki karakater yang berkualitas dalam pembangunan bangsa.
b.    Pengumpulan data mengenai hasil kegiatan Warung Kejujuran, apakah warung tersebut dapat berkembang secara baik atau sebaliknya.

Jadual Kegiatan
Kegiatan berlangsung selama 4 bulan, dari bulan Mei sampai Agustus. Adapun jadual kegiatan sebagaimana tersaji dalam Tabel 4.



Tabel 4. Jadual Kegiatan

No
                 Kegiatan
      Mei
     Juni
      Juli
  Agustus
1
Koordinasi dengan kelompok sasaran

















2
Identifikasi kebutuhan peserta pelatihan

















3
Pengembangan  materi pelatihan

















4
Persiapan pelaksanaan kegiatan

















5
Pelatihan

















6
Penyusunan Laporan

















7
Monitoring



















KESIMPULAN  DAN REKOMENDASI
Setelah dilaksanakan pendidikan karakter kepada 81 orang siswa SMP Al Ikhlas, Batang dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
1.    Telah tumbuh pemahaman mengenai pentingnya pembangunan karakter bagi pembangunan bangsa di kalangan siswa SMP Al Ikhlas, Batang.
2.    Para siswa telah memiliki kesadaran untuk dapat mengembangkan karakter yang positip dalam konteks para siswa sebagai pribadi, sebagai bagian masyarakat, dan sebagai bagian bangsa.
3.    Para  siswa  telah  dapat mengamalkan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana yang tercermin dari berjalannya kegiatan Warung  Kejujuran.  Warung Kejujuran telah dapat berkembang sesuai harapan karena para siswa dapat melaksanakan nilai-nilai kejujuran dalam melakukan transaksi di warung tersebut.
Berdasarkan kegiatan yang telah berlangsung dapat diberikan rekomendasi sebagai berikut:
1.    Kegiatan pendidikan karakter bagi para siswa seyogyanya ditingkatkan frekuensinya karena hal ini akan dapat mendorong tercapainya pendidikan holistik yang merupakan pendidikan dalam arti yang sesungguhnya (true education)
2.    Perlu dilakukan  pemantauan  yang  terus menerus untuk dapat mengukur secara meyakinkan tingkat keberhasilan pendidikan karakter yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
King, Coretta Scott, The Words of Martin Luther King, Jr, New Market Press, USA
Koesoma A, Doni, 2007,  Pendidikan Karakter,  Penerbit   PT Grasindo, Jakarta
Setyawan,   dkk,   2008,   Pendidikan   Budi    Pekerti:   Membangun   Karakter   dan  Kepri       badian Siswa, Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
Soepardo, dkk, 1962, Manusia dan Masjarakat Baru Indonesia, Dinas Penerbitan Balai Pustaka, Jakarta
Trine, Ralph Waldo, 2008, Character Buliding Thought Power, The Floating   Press,  New York
www.mandikdasmen. Depdiknas .go.id/web/pages/urgensi.html