Laman

IDEOLOGI ISLAM DAN AKUNTANSI: SEBUAH PERENUNGAN “MEMBUMIKAN”


IDEOLOGI ISLAM DAN AKUNTANSI: SEBUAH PERENUNGAN
“MEMBUMIKAN”

Warsito Kawedar
Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro
Email: warsitokawedar@yahoo.com


ABSTRAC
Economic activity can not be separated with the accounting. Developments in technology and industry has provided a good climate for capitalist growth. Conventional accounting is an instrument of class "bourgeois" in obtaining economic resources. Some periods of the past, has many codes of ethics violations committed accounting profession, which resulted in many large companies that went public bankruptcy. This condition is caused by a shift in lifestyle accountant who is hedonism. Fragility of trust has been eroded due to an accountant who professed ideology. Islam as an ideology and way in life is expected to provide a strong passion and drive to steer the direction of life (in accordance with a system of divine law). Islamic ideology on accounting concepts contained in the Qur'an as follows: ": “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya….” (Surat Al Baqarah ayat 282). Based on the ideology of Islam is needed actions from the accountants that ideology can be grounded in a way: convincing accounting has existed since the civilization of Islam, Islam ideology apply to accounting practices, and reconstruct the code of ethics based on the ideology of Islamic accounting.

Key words: Islamic Ideology, Accounting Practice, and Code of Ethics of Accountants
PENDAHULUAN
Komite Terminologi AICPA (The Committee on Terminology of the American Institute of Certified Public Accountants) mendefinisikan akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan dengan cara yang berdaya guna dan dalam bentuk satuan uang, dan menginterprestasian hasil proses tersebut.  Belkaoui (2006) mendefinisikan akuntansi adalah aktivitas jasa. Fungsinya adalah menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan tentang entitas ekonomik yang diperkirakan bermanfaat dalam pembuatan keputusan-keputusan ekonomi (membuat pilihan diantara alternatif tindakan yang ada),  sehingga akuntansi juga  dipandang sebagai bahasa bisnis. Akuntansi merupakan suatu cara pengkomunikasian informasi tentang bisnis.  Hawes mendefinisikan bahasa sebagai simbol-simbol manusia disusun secara yang sistematis dan berpola dengan aturan-aturan khusus yang mengarahkan penggunaannya. Jadi, pengakuan akuntansi sebagai bahasa  didasarkan pada identifikasi adanya dua komponen sebagai berikut: (1) Simbol-simbol atau karakteristik leksikal suatu bahasa adalah unit-unit yang mengandung arti atau kata-kata yang dapat diidentifikasi dalam setiap bahasa; (2) tata bahasa suatu bahasa mengacu pada susunan sintaksis yang terdapat dalam setiap bahasa.  Dalam akuntansi, tata bahasa merujuk pada serangkaian prosedur umum yang digunakan dan diikuti dalam penyusunan seluruh data keuangan untuk keperluan bisnis.
Kegiatan ekonomi tidak dapat dipisahkan dengan akuntansi. Akuntansi berkaitan erat dengan norma ekonomi dan sosial suatu masyarakat.  Norma ekonomi dan sosial suatu masyarakat  mengikuti perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi dan industri telah memberikan andil bagi bentuk organisasi  dan memberikan iklim yang baik bagi pertumbuhan kapitalis (Fatmawatie, 2005). Hal ini mengakibatkan konsep dan prinsip akuntansi pun harus menyesuaikan dengan jiwa kapitalis. Sekarang kondisinya telah berubah, yang mengarah ke back to nature. Kondisi di dalam masyarakat cenderung mengarah ke religius. Masyarakat telah menyadari telah terjadi ketidakseimbangan yang disebabkan jiwa materialitas yang ternyata tidak membawa kebahagiaan hakiki. 
 Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan, akuntansi adalah teknik pengumpulan data keuangan dan bahasa komunikasi ekonomi suatu entitas, yang outputnya dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan.  Akuntansi didasarkan pada prinsip.  Prinsip akuntansi didominasi  oleh ide masyarakat kapitalis modern, jadi akuntansi dimaksudkan sebagai legitimasi tentang penetapan atau operasional kontrak, penarikan dan penerimaan dana, penentuan kontrol finansial yang lebih ketat,  pembayaran deviden atau kapital, dan seterusnya (Sukoharsono, 2010).  Berdasarkan uraian di atas maka skope akuntansi bersifat teknis yang tidak terdapat muatan-muatan ideologi dan keyakinan. Dalam artikel ini akan diulas  akuntansi sebagai ideologi, ideologi Islam, dan nilai-nilai atau konsep-konsep yang tersaji dalam Alquran (kitab orang Islam) yang bisa dipakai atau bahkan sudah diterapkan dalam bidang ilmu akuntansi.

Pengertian Ideologi
Secara etimologis, istilah ideologi berasal bahasa Yunani yaitu idein dan logos (Revanz, 2011). Kata “idein” yang diterjemahkan ke dalam bahasa latin menjadi idea berarti gagasan, konsep, dan pemikiran. Kata “logos” berarti ilmu dan ajaran atau pengetahuan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996) ideologi  adalah kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Thompson (2003) dalam Suwarjuwono dan Atmaja (2005) mendefinisikan ideologi adalah sistem berpikir, sistem kepercayaan, praktek-praktek simbolik yang berhubungan dengan tindakan sosial dan politik. Belkoui (2006) mendefinisikan ideologi merupakan pandangan dunia atau hidup yang terlepas dari sifat yang parsial dan mungkin mengandung pemahaman krusial, memahami lingkungan dimana kita hidup dan kemungkinan perubahannya. Ideologi merupakan pandangan dunia yang sesuai dengan sudut pandang kelompok-kelompok.   
Shaleh dalam Sukoharsono (2010) mendefinisikan ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah ‘aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode,  yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide dan solusi,  metode mempertahankannya, dan metode menyebarkannya ke seluruh dunia. Akidah ialah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, mausia, dan hidup, serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan sebelum dan sesudah alam kehidupan. Sukoharsono (2010) mendefinisikan ideologi (mabda’) adalah pemikiran yang mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran tersebut agar tidak menjadi absurd dari pemikiran-pemikiran yang dan metode untuk menyebarkannya. Dapat disimpulkan,  ideologi secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan, ide, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.

Akuntansi Sebagai Ideologi
Akuntansi konvensional atau accounting based capitalist ideology telah berkembang sejak abad pertengahan sampai sekarang. Akuntansi berkembang dan beradaptasi secara terus-menerus dalam lingkungan sosial kapitalisme yang dijalankan berdasarkan ideologi rasionalisme dan materialisme. Pihak yang menganggap akuntansi sebagai ideologi, menganggap akuntansi adalah alat untuk melegitimasi keadaan dan struktural sosial, ekonomi, dan politik kapitalis, sehingga akuntansi konvensional sudah merupakan bagian khusus dari kehidupan sosial kapitalis khususnya memberikan jasa informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi. Sejak awal akuntansi sudah merupakan instrumen kelas “borjuis” dalam mendapatkan sumber-sumber ekonomi yang didapatkan melalui model-model atau pelembagaan ekonomi pasar, ekonomi spekulasi, atau ekonomi derivatif, dan istilah sebagainya (Harahap, 2002), dengan demikian mainstream dari akuntansi adalah memberikan informasi yang sangat dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan ekonomi dalam pertarungan mendapatkan atau menguasai kekayaan dalam dunia yang dibangun secara kapitalis.
Sukoharsono (2010) menyatakan akuntansi dapat dipandang sebagai fenomena ideologis yaitu sebagai sarana untuk  mendukung dan melegitimasi tatanan sosial, ekonomi dan politik saat ini. Dari pernyataan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntansi mempunyai sifat yang ideologis, artinya akuntansi mempunyai cara pandang terhadap lingkungan maupun peristiwa yang terjadi di dalamnya. Pandangan bahwa ideologi berhubungan erat dengan kehidupan sosial sehari-hari juga dikemukakan oleh Altusser dalam Roslender (1992) . Sedangkan Lee (1990) dalam Sukoharsono (2010) mengatakan bahwa profesi sebagai produk dari suatu ideologi yang mandiri bisa dipraktekkan di masyarakat, demikian pula dengan profesi akuntan publik dapat memberikan kontribusi dan pelayanan pada masyarakat.
Ideologi melahirkan loyalitas, spirit untuk menjadi senang berkehidupan. Berpikir tentang eksistensi Tuhan. Selain itu ideologi yang bersifat relation yang berdampak pada pengajaran, tidak hanya hubungannya dengan vertikal namun juga secara horizontal dengan sesama. Akuntansi, walaupun terkesan agak jauh, namun memiliki konsep ideologi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya bagaimana seseorang dalam kesehariannya dapat menerapkan konsep-konsep akuntansi seperti melakukan pencatatan dalam kegiatan ekonomi yang dilakukannya, kemudian memiliki tanggung jawab, amanah dan jujur.
Sukoharsono (1998) mengatakan akuntansi tidak hanya dianggap sekedar sebagai peralatan teknis, melainkan sebagai kekuatan dan aktivitas mendasar dalam kehidupan sosial dan politik, oleh karena itu akuntansi merupakan hasil dari interaksi antara lingkungan sosial. Hal ini tentunya dapat diartikan bahwa akuntansi itu tidak bisa dipisahkan dari interaksi dengan lingkungan, jadi proses akuntansi akan mempengaruhi lingkungan dan sebaliknya akuntansi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan.
Ada alasan kuat untuk meyakini bahwa akuntansi akan menjadi salah satu komponen utama penyusun tatanan masyarakat. Pemikiran di atas memberikan warna bagi perkembangan ilmu akuntansi di masa mendatang. Dengan berprinsip bahwa hidup ini bukan semata pertimbangan materil namun juga spiritual sehingga akuntansi nantinya akan memberikan bentuk nyata dalam tatanan sosial kehidupan manusia. Nilai-nilai karateristik kualitatif dari laporan keuangan (understandibility, relevance, reliability, comparability) sebagai produk utama akuntansi dapat dipahami, dirasakan, dinikmati, dan berbuah menjadi konsep hidup bagi manusia.

Islam, antara Agama dan Ideologi
Islam adalah agama bersifat terbuka, yang selalu memberikan keleluasaan kepada umatnya untuk berfikir  ke depan, dalam rangka mencapai tingkat peradaban dan kemajuan yang lebih baik. Islam bukan cuma sekedar agama tapi juga merupakan sebuah ideologi. Heryadi (2009) menyatakan Islam merupakan agama sebagai masyarakat dunia, tidak diperuntukkan kepada bangsa tertentu, tidak terbatas pada satu kawasan bumi, dan  diturunkan untuk seluruh umat manusia. Islam adalah agama yang peduli pada manusia dengan segenap kapasitasnya: sebagai raga, ruh, individu, kepala keluarga, anggota masyarakat, sebagai pengusaha,  dan sebagai umat yang tunduk pada Tuhannya. Islam adalah agama yang mengatur dan menata semua aspek kehidupan. Islam berperan aktif dan positif di dalam membantu manusia untuk kemajuan dan pencerahannya. Begitu pula, Islam akan menolak dan melawan segala arus perubahan yang benar-benar memisahkan manusia dari tujuan-tujuan luhur yang dikehendaki oleh Allah (Tuhan Pencipta Alam). Semua hal di atas selaras dengan firman Allah SWT yang berbunyi:

 “…dan Kami turunkan Kitab kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri” (Surat An-Nahl:89).

Menurut Musa  (2011) menyatakan Islam merupakan aqidah aqliyah (yang sampai melalui proses berfikir) yang melahirkan peraturan hidup secara menyeluruh. Peraturan yang lahir dari aqidah berfungsi untuk memecahkan dan mengatasi berbagai persoalan hidup manusia. Peraturan ini menjelaskan bagaimana cara pelaksanaannya, bagaimana pemeliharaan aqidah serta tatacara mengembannya (mendakwahkannya). Islam sebagai ideologi dapat tumbuh lestari di benak manusia. Inilah hakikat sebuah ideologi yang benar karena bersumber dari Al Khaliq. Sebagai sebuah prinsip ideologi yang berasal dari Sang Pencipta manusia, Islam memiliki pola operasional (metodologi) yang menjadi kebutuhan dasar bagi ideologi itu sendiri agar dapat terwujud menjadi sebuah realita. Islam sebagai sebuah asas kehidupan menjadi kaidah berfikir sekaligus kepemimpinan berfikir, dan pada saat inilah Islam akan mampu menjadi arah pemikiran manusia dan pandangan hidupnya.
Islam sebagai ideologi dan way in life diharapkan dapat memberikan semangat dan dorongan yang kuat untuk mengarahkan kemana arah kehidupan (sesuai dengan sistem hukum Ilahi). Dengan semangat dan ideologi Islam, diharapkan bisa mendorong akuntansi non konvensional yang berpihak kepada stakeholder bukan lagi berpihak kepada pemilik modal, seperti akuntansi sosial, akuntansi lingkungan, dan akuntansi Islam. Sebagai contoh: ideologi, prinsip-prinsip, dan etika Islam telah digunakan sebagai dasar akuntansi syari’ah.
  
Ideologi Islam Yang Terkait Dengan Akuntansi
Quran menurut bahasa adalah “bacaan”. Alquran adalah Kalam Allah SWT, yang merupakan mukzizat terbesar yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Bukti kemukjizatannya antara lain: kata hari disebutkan sebanyak 365 kali, kata bulan sebanyak 12 kali, dan diturunkan selama 22 tahun 2 bulan 22 hari (Shihab, 1996 dalam Harahap, 2002). Bagi umat Islam, Alquran berfungsi sebagai pedoman dan rambu-rambu kehidupan baik di dunia maupun akhirat.
Surat Al Alaq adalah surat pertama yang diturunkan Allah SWT yang pada ayat 4 berbunyi “ yang mengajar manusia dengan pena (tulis baca)”. Ayat ini menunjukkan modal awal dari eksistensi adanya sistem akuntansi (Harahap, 2002). Islam merupakan suatu ideologi dan sistem kehidupan yang terpadu dari sistem hukum  Ilahi. Ada beberapa konsep ideologi Islam yang diadopsi akuntansi adalah:

  1. Konsep Pencatatan.
Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan dengan cara yang berdaya guna dan dalam bentuk satuan uang dan menginterprestasian hasil proses tersebut (AICPA).  Perintah untuk melakukan pencatatan atas setiap transaksi yang berbasis keuangan telah tertuang di dalam Alquran sebagai berikut:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya….” (Surat Al Baqarah ayat 282). 

Yang dimaksud bermu’amalah ialah seperti berjual beli, berhutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya. Hampir sebagian besar aktivitas perusahaan merupakan aktivitas bermu’amalah. Hamka dalam Harahap (2002) mentafsir ayat di atas bahwa pencatatan aktivitas bermu’amalah dilakukan baik secara tunai maupun non tunai (accrual). Ayat di atas merupakan  bukti bahwa peradaban Islam telah mengenal sistem pencatatan aktivitas bermu’amalah dengan menggunakan basis accrual. Perintah untuk melakukan pencatatan, memiliki tujuan: (1) menjadi bukti telah terjadi transaksi; dan (2) menjaga agar tidak terjadi manipulasi atau penipuan baik dalam transaski maupun hasil (laba) dari transaksi (Harahap, 2002).
Di awal peradaban Islam telah dikenal prinsip  Mudharabah  adalah kerjasama antara dua pihak, satu pihak sebagai pemiliki modal yang mempercayakan modalnya (barang dagangan) kepada seseorang selaku pihak/agen marketing. Sebagai contoh, pada masa mudanya Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi pihak/agen marketing untuk menjualkan barang dagangan ke negeri Syam (Damaskus) dari seorang pemilik modal yang bernama Khatijah. Setelah pulang dari berdagang maka pihak marketer akan mempertanggungjelaskan semua hasil penjualan kepada pemilik modal dan pembagian keuntungan hasil penjualan. Dari contoh tersebut maka dapat disimpulkan bahwa peradaban Islam telah mengenal akuntansi (pencatatan bisnis). Contoh yang lain adalah peradapan Islam telah mengenal “Baitul Maal” yang merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai “bendahara negara” serta menjamin kesejahteraan sosial. Pada waktu masyarakat muslim telah memiliki jenis akuntansi yang disebut “Kitabat Anwal” (pencatatan uang) (Harahap, 2002).
Jika memahami Alquran ternyata Allah adalah Maha Akuntan (Harahap, 2002). Di dalam pengelolaan sistem jagad dan manajemen alam dibutuhkan fungsi akuntansi.  Allah tidak membiarkan manusia bebas tanpa monotoring dan objek pencatatan. Allah memiliki akuntan malaikat  (Rakib dan Atib) yang selalu menjurnal semua aktivitas/transaksi kehidupan yang dilakukan manusia, yang menghasilkan buku/neraca sebagaimana telah tercantum di dalam Alquran:

(yaitu) ketika kedua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri (Surat Qaf: 17)

Hasil pencatatan kedua malaikat berbentuk laporan amalan baik disebut “sijjin” dan laporan amalan buruk disebut “illyin” yang nantinya akan dilaporkan kepada Allah (prinsipal) di akhirat.

  1. Konsep penyajian jujur dan adil
Karakteristik kualitatif laporan keuangan yang termuat dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan paragraf 33:

Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang harusnya disajikan atau yanng secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.

Aktivitas bermu’amalah mengharuskan pencatatan untuk tujuan keadilan dan kebenaran, sebagaimana diperintah dalam Alquran sebagai berikut:

“…dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah orang yang berhutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia yang bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya…” (Surat Al Baqarah ayat 282).

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu (surat An-nisa: 29). 

Ayat di atas memerintah manusia, di dalam bermu’amalah agar tidak melakukan manipulasi atau penipuan dalam setiap transaksi (Harahap, 2002). Istilah jalan peniagaan yang berlaku suka sama suka dalam surat An-nisa: 29, di bidang akuntansi dapat diterjemahkan sebagai prinsip akuntansi berterima umum. Oleh sebab itu, manajemen dibantu akuntan diharapkan dalam mengukur dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi berlandaskan akuntansi berterima umum yang tidak boleh meninggalkan nilai kebenaran dan kejujuran. 
Anggadini menyatakan keadilan mengandung dua pengertian: (1) keadilan berkaitan dengan kejujuran, tanpa kejujuran informasi akuntansi yang disajikan akan menyesatkan dan merugikan masyarakat. (2) kata adil bersifat lebih fundamental dan tetap berpijak dalam nilai-nilai etika dan moral. Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan paragraf 34  menyatakan penyajian informasi keuangan tidak luput dari risiko penyajian yang dianggap kurang jujur dari apa yang seharusnya digambarkan. Hal tersebut bukan disebabkan karena kesengajaan untuk menyesatkan, tetapi lebih merupakan kesulitan dalam mengidentifikasikan transaksi serta peristiwa lainnya yang dilaporkan, atau dalam menyusun atau menerapkan ukuran atau teknik penyajian yang sulit dengan makna transaksi dan peristiwa tersebut.

  1. Konsep efisiensi
Islam menganjurkan bahkan mewajibkan efisiensi. Tuhan telah menggariskan bahwa pemborosan merupakan pekerjaan syaitan. Perintah untuk melaksanakan efisiensi telah tercantum dalam Alquran sebagai berikut:

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Surat Al-Isra: 26-27)

Ayat tersebut telah memerintahkan kepada umat manusia untuk berbuat efisien atas semua hal. Dalam lingkup akuntansi, setiap pengeluaran kas (belanja) harus mempertimbangkan prinsip efisiensi. Saat ini akuntansi telah memperkenalkan beberapa metode untuk efisiensi seperti: Just In Time (JIT), Economic Value Added (EVA), Activity Based Costing (ABC), dan sebagainya. JIT adalah suatu filosofi tepat waktu yang memusatkan pada aktivitas yang diperlukan oleh segmen-segmen internal lainnya dalam suatu organisasi.
Islam juga menganjurkan untuk melakukan investasi terutama hasil efisiensi (penghematan) daripada pemborosan biaya  untuk menghindari kemubadiran, sebagaimana diperintahkan dalam Alquran sebagai berikut:

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa sebutir benih yang menunbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (kurniaNya) lagi Maha Mengetahui (Surat Al Baqarah ayat 261). 

  1. Konsep akuntabilitas.
Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan paragraf 12 menyatakan laporan keuangan bertujuan menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Bagi manajemen laporan keuangan berperan sebagai alat pertanggungjawaban  atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pengguna yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau dipertanggungjawaban manajemen bermanfaat bagi pemakai laporan keuangan dalam membuat keputusan ekonomi, di dalam melakukan akuntabilitas, manajemen membutuhkan alat bantu yang berupa sistem akuntansi yang handal.
Harahap dalam Nursiam dan Riyardi (2003) menyatakan akuntansi bukan sekedar sistem informasi kondisi bisnis namum adalah sarana manajemen mempertanggungjelaskan pengelolaan atas harta kekayaan perusahaan yang diamanahkan kepadanya. Nursiam dan Riyardi (2003) menyatakan akuntansi memerlukan way of life dan ideologi baru yang memberi semangat dan dorongan kuat untuk mengarahkan akuntansi pada akuntabilitas. Way of life dalam pendekatan konvensional adalah menghamba kepada pemilik modal. Harahap (2002) ideologi Islam mewajibkan agar dalam berbisnis, pihak-pihak terlibat berlaku jujur, tidak mengambil hak orang lain dan menjaga amanah. Untuk itu maka perlu laporan pertanggungjawaban. Konsep akuntabilitas atas semua tindakan yang dilakukan telah tertuang di dalam Alquran sebagai berikut:

Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja tanpa pertanggungjawaban? (Surat Al-Qiyamah:36).

Dan jangan kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan dimintai pertanggungjawaban (Surat Al-Isra:36)

Pada saat manajemen mempertanggungjawaban semua aktivitasnya kepada prinsipal maka dibutuhkanlah alat bukti yang berbentuk laporan keuangan. Laporan keuangan adalah ringkasan semua bukti transaksi. Konsep diperlukannya bukti dalam menjalankan akuntabilitas atas semua tindakan yang dilakukan oleh manusia, telah tertuang di dalam Alquran sebagai berikut:

Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap yang dahulu mereka kerjakan (Surat Yasin:65).

Dan (ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allah digiring ke dalam neraka lalu mereka dikumpulkan (semuanya) (Surat Fussilat:19)

Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan, dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan (Surat Fussilat:19)

Laporan keuangan sebagai alat bagi manajemen dalam mempertanggungjawaban semua aktivitasnya,  perlu diuji kebenarannya,  karena manajemen dianggap berpeluang atau memiliki moral hazard untuk berperilaku tidak  adil dan tidak objektif (memanipulasi) dalam melaporkan hasil prestasinya. Oleh karena itu diperlukan pihak penyaksi independen untuk me-assurance seberapa jauh laporan keuangan yang disusun manajemen sesuai dengan standar akuntansi keuangan (harahap, 2002). Dalam konsteks ini, Alquran memberikan pedoman yang diberikan kepada auditor independen sebagai pelaku “attest function”sebagai berikut:

Wahai orang-orang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yanng terdakwa) kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan (Surat An-nisa:135)

Ayat di atas menunjukkan seorang akuntan (auditor) harus berbuat independen dan objektif.

1.      Membumikan Ideologi Islam Dalam Praktik Akuntansi.
Dari ulasan tentang ideologi dan peradaban islam terhadap akuntansi maka ada beberapa hal  catatan yang perlu ditindaklanjuti agar akuntansi menjadi lebih berkembang, yaitu:
  1. Eksistensi Akuntansi Islam.
Eksistensi akuntansi telah lahir sejak peradaban Islam, tidak perlu diragukan. Vernon Kam dalam Harahap (2002) menyatakan:
menurut sejarahnya, sistem akuntansi pembukuan double entry muncul di Italia pada abad ke-13. Bukti tersebut merupakan catatan mengenai sistem akuntansi yang paling tua, namum mungkin ada bukti lain tentang sistem akuntansi double entry yang sudah ada sebelum abad ke-13.

Berdasarkan perintah Allah SWT yang berbunyi:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya….” (Surat Al Baqarah ayat 282). 

Atas dasar Kalam tersebut, dapat dipercaya bahwa transaksi bisnis/perdagangan pada era peradaban Islam telah mengenal pencatatan bisnis. Bahkan dalam aktivitas bisnis telah dikenal prinsip Mudharabah  yaitu pemiliki modal mempercayakan modalnya (barang dagangan) kepada seseorang selaku pihak/agen marketing. Sebagai bukti Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi pihak/agen marketer untuk menjualkan barang dagangan ke negeri Syam (Damaskus) dari seorang pemilik modal yang bernama Khatijah dan pihak marketer harus mempertanggungjelaskan semua hasil penjualan kepada pemilik modal beserta  pembagian keuntungan hasil penjualan.  Bukti yang lain adalah peradaban Islam telah mengenal “Baitul Maal” yang merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai “bendahara negara” serta menjamin kesejahteraan sosial (Harahap, 2002).  Perkembangan akuntansi ditopang oleh ilmu lain khususnya aritmatika, aljabar, matematika, dan algoritma. Ste. Croix dalam Sukoharsono (2000) menyatakan teknik double entry bookkeeping  telah dikembang para pedagang di abad ke-12 sampai dengan awal abad ke-14, dipercaya menggunakan kombinasi numerik hindu-arab. Apa yang terjadi jika laporan keuangan disajikan dengan huruf romawi, misalnya penulisan angka 1843 akan ditulis dengan huruf romawi menjadi MDCCCLIII. Bagaimana susah penulisannya jika perusahaan melaporkan aset dalam trilyunan rupiah (Harahap, 2002). Atas dasar ulasan tersebut maka sebagai akuntan pendidik harus memberanikan diri menyampaikan kepada anak didik bahwa akuntansi telah dikenal sejak peradaban Islam terutama pada saat membahas mata kuliah pengantar akuntansi.

  1. Menerapkan Ideologi Islam Dalam Praktik Akuntansi.
Sukoharsono (1998) mengatakan akuntansi tidak hanya dianggap sekedar sebagai peralatan teknis, melainkan sebagai kekuatan dan aktivitas mendasar dalam kehidupan sosial dan politik. Akuntansi merupakan hasil dari interaksi antara lingkungan sosial. Hal ini tentunya dapat diartikan bahwa akuntansi itu tidak bisa dipisahkan dari interaksi dengan lingkungan. Akuntansi akan mempengaruhi lingkungan dan sebaliknya akuntansi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Akuntansi dipandang sebagai sesuatu yang dikembangkan dan disebarluaskan lebih lanjut karena dianggap memberikan kontribusi yang besar bagi kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. Keluarga adalah bentuk komunitas yang paling kecil. Oleh sebab itu, penerapan praktik akuntansi akan sangat bermakna jika dimulai dari lingkungan keluarga.
Nilai-nilai akuntansi yang bisa dipraktikkan di lingkungan kelurga adalah understandibility, relevance, reliability, comparability (yang merupakan karateristik kualitatif dari laporan keuangan). Sebagai contoh: seorang ibu mengajarkan kepada anaknya pada saat seorang anak minta uang untuk membeli sesuatu. Setelah anak pulang dari membeli maka seorang ibu seharusnya menanyakan: apa barang yang dibeli, berapa harganya, berapa jumlahnya, berapa sisa uangnya (uang kembalian), dan apakah saat membeli barang yang terbaik, serta apakah pada saat membeli melakukan penawaran harga. Contoh di atas merupakan wujud dari akuntansi pertanggungjawaban dan mengajarkan nilai-nilai spiritual (prinsip kejujuran)  serta menerapkan prinsip efisiensi.
Jika kita dapat menerapkan nilai-nilai positif dari akuntansi dalam keseharian maka nantinya kita dapat menularkannya kepada orang lain, dan akhirnya setiap masyarakat memiliki kesadaran untuk melakukan hal yang sama. Jika ini terjadi, setiap insan nantinya akan memilki sifat tanggung jawab yang besar tidak hanya kepada dirinya tetapi juga kepada masyarakat, negara serta Tuhannya. Bila demikian, maka jelaslah bahwa akuntansi dapat menjadi ideologi yang dapat membawa masyarakat itu menjadi lebih baik, serta membawa perubahan berarti dalam kehidupan.

  1. Merekonstruksi Kode Etik Akuntan Berlandaskan Ideologi Islam.
Beberapa tahun terakhir ini, integritas auditor dipertanyakan. Seorang auditor yang dipercaya untuk memberikan opini atas laporan keuangan yang dipublikasikan kepada stakeholder ternyata memberikan opini yang berbeda dengan kenyataan yang terjadi di perusahaan.  Seorang akuntan berani mempertaruhkan nama baik dan jabatannya demi imbalan yang bisa jadi tidak seimbang dengan nama baiknya sendiri. Para akuntan korporasi sangat ahli dalam bermain letter of the law, tetapi sama sekali meniadakan spirit of the law atau jiwa rasa keadilan dalam lembaga hukum (majalah akuntan Indonesia, edisi ke-2). Terdapat banyak kasus skandal akuntansi yang mempertaruhkan harga diri profesi akuntan, seperti Enron (korporasi energi), Merck (korporasi obat-obatan), dan Xerox (korporasi mesin cetak). Ketiga perusahaan tersebut “semboyongan” karena diguncang skandal manipulasi keuangan. Enron membukukan keuntungan anak perusahaan dimasukkan dalam laba perusahaan induknya untuk mengangkat harga saham di pasar.  Fenomena yang sama juga terjadi di Indonesia, seperti pelanggaran yang terjadi di perbankan pada tahun 2002-an. Banyak bank dinyatakan wajar tanpa pengecualian oleh akuntan publik ternyata kondisinya tidak sehat. Pelaporan keuangan ganda yang dilakukan oleh Lippo Bank pada tahun 2002 serta kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh Asian Agri.
Berbagai kasus pelanggaran etika seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999). Kode etik adalah  suatu dokumen formal tertulis yang terdiri dari standar moral untuk membantu mengarahkan perilaku suatu profesi tertentu.  Mulyadi (2002) menyatakan terdapat delapan prinsip etika di dalam kode etik akuntan Indonesia, yaitu:
1.         Tanggung jawab profesi, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. 
2.         Kepentingan publik, setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. 
3.         Integritas, yaitu kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
4.         Obyektivitas, yaitu bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. 
5.         Kompetensi dan kehati-hatian profesional, yaitu anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya yang  diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.
6.         Kerahasiaan, yaitu dalam melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. 
7.         Perilaku Profesional, yaitu setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.  
8.         Standar Teknis, yaitu setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Etika di dalam agama islam bersumber pada Alquran dan Sunnah Rasul-Nya, sebagaimana tertuang hadist yang berbunyi:

Kutinggalkan untuk kamu dua perkara (pusaka). Tidaklah kamu akan tersesat selama kamu masih berpegang kepada keduanya yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulnya.

Selain Alquran dan hadist, umat islam diharapkan mencontoh sifat kepemimpinan Rasullah yang telah terpercaya oleh banyak orang sehingga Nabi Muhammad SAW mendapat gelar Al-amin. Adapun sifat kepemimpinan Rasullah sebagai berikut (Harahap, 2011):
1.         Siddiq adalah selalu menyatakan yang benar, jujur, atau memiliki integritas pribadi yang tinggi.
2.         Istiqamah adalah memiliki sikap yang konsisten terhadap kebenaran yang berasal dari Allah SWT, tanpa dapat digoyang oleh berbagai godaan atau paham lainnya yang berbeda dari islam.
3.         Fathonah adalah sifat profesional yang mengutamakan keahlian, kecerdasan kebijaksanaan, kompetensi dalam melaksanakan semua tugas yang dibebankan padanya.
4.         Amanah adalah sifat dipercaya, bertanggungjawab dan selalu dapat menyelesaikan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya secara memuaskan, bahkan melebihi panggilan tugas yang diberikan tanpa memikirkan imbalan material.
5.         Tabligh adalah kemampuan untuk dapat menyampaikan, berkomunikasi secara benar, menyampaikan kebenaran, serta mampu mendidik dan mengarahkan orang mematuhi peraturan dan syariat Allah dan Rasul-Nya.
Berdasarkan uraian di atas maka rekonstruksi yang diusulkan kepada profesi akuntan adalah setiap anggota profesi (akuntan) di dalam bekerja harus berdasarkan Alquran dan Sunnah Rasul-Nya serta meneladani sifat-sifat kepemimpinan Rasullah. Kode etik yang sudah ada sebaiknya dikaji ulang (direvisi) dengan meletakkan agama (islam) sebagai pondasi. Jika anggota profesi bekerja berlandaskan islam maka diharapkan pelanggaran kode etik bisa ditekan.  

KESIMPULAN
Kegiatan ekonomi tidak dapat dipisahkan dengan akuntansi. Akuntansi berkaitan erat dengan norma ekonomi dan sosial suatu masyarakat.  Perkembangan teknologi dan industri telah memberikan  andil bagi bentuk organisasi  dan memberikan iklim yang baik bagi pertumbuhan kapitalis. Dalam beberapa periode yang lalu, telah banyak pelanggaran kode etik yang dilakukan profesi akuntan,  yang mengakibatkan banyak perusahaan besar yang go public mengalami kebangkrutan. Kondisi ini disebabkan telah terjadi pergeseran pola hidup akuntan yang bersifat hedonisme yang mengakibatkan akuntan berani menjual harga dirinya kepada kesenangan sesaat.
Akuntansi konvensional sudah merupakan bagian khusus dari kehidupan sosial kapitalis khususnya memberikan jasa informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi. Akuntansi sudah merupakan instrumen kelas “borjuis” dalam mendapatkan sumber-sumber ekonomi yang didapatkan melalui model-model atau pelembagaan ekonomi pasar, ekonomi spekulasi, atau ekonomi derivatif. Kerapuhan kepercayaan akuntan disebabkan telah terkikisnya ideologi yang dianut. Ideologi  adalah kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.
Islam sebagai ideologi dan way in life diharapkan dapat memberikan semangat dan dorongan yang kuat untuk mengarahkan arah kehidupan (sesuai dengan sistem hukum Ilahi). Ada beberapa konsep ideologi Islam yang diadopsi akuntansi adalah:
a.          Konsep pencatatan atas aktivitas bermu’amalah sebagaimana tertuang di dalam Alquran sebagai berikut:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya….” (Surat Al Baqarah ayat 282). 
b.         Konsep penyajian yang jujur dan adil.
c.          Konsep efisiensi.
d.         Konsep akuntabilitas.
            Berdasarkan ideologi islam maka dibutuhkan tindakan dari para akuntan agar ideologi tersebut bisa membumi agar tidak mudah terkikis dengan berjalannya waktu. Adapun tindakan yang dilakukan adalah: (a) memperkenalkan kepada calon akuntan bahwa akuntansi telah ada sejak peradaban islam; (b) mempraktikan budaya islam ke dalam kehidupan keseharian; dan  (c) merekonstruksi kode etik akuntan berlandaskan ideologi islam.

REFERENSI
Anggadini, Sri Dewi. Perlunya Akuntansi Syariah Di Lembaga Bisnis (Keuangan) Syariah. Majalah Ilmiah Unikom. Vo. 8. No. 2: 133-141.
Alquran dan Terjemahnya. 2004. Penerbit Mekar Surabaya.
Fatmawatie, Naning. 2005. Nilai Pertanggungjawaban Berdasarkan Akuntansi Syari’ah. Empirisma. Vol. 14  No. 2: 228-237.
Harahap, Sofyan Syafri. 2002. Beberapa Dimensi Akuntansi: Menurut Alqur’an. Ilahiyah, Sejarah Islam, dan Kini. Media Riset Akuntansi, Auditing, dan Informasi. Vol. 2. No. 2 Agustus 2002: 57-101.
Harahap, Sofyan Syafri. 2011. Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam. Penerbit Salemba Empat.
Heryadi, Ammar Fauzi . 2009. Ideologi Islam, Abadi, dan Dinamis. www.al-shia.org. (diakses 3 Oktober 2011).
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1996. Penerbit Balai Pustaka.
Ludigdo, U. dan M. Machfoedz. 1999. Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Terhadap Etika Bisnis.  Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 1. No. 2:1-19.
Mulyadi. 2002.  Auditing, Penerbit Salemba Empat.
Musa, Lathifah.  Islam Ideologi, www.angelfire.com, (diakses 5 Oktober 2011)
Revanz, Rachmad. 2011.  Pengertian Ideologi dan Makna Ideologi Bagi Suatu Bangsa.  http://rachmadrevanz.com/2011/.html
Sukoharsono, E. Ganis. 1998. Accounting in a ‘New History: A Disciplinary Power and Knowledge of Accounting.  International Journal of Accounting and Business Society. Vol 6 No 2.
Sukoharsono, E. Ganis. 2010. Akuntansi dan Ideologi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis (Eksis). Vol. 3. No. 3.
Suwarjuwono, T dan Anantawikrama, T.A. 2005. Pendidikan Akuntansi Dan Perempuan: Dari Ideologi Patriarki ke Praktik Pemujaan Tubuh.  Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. Vol. 9. No. 2: 77-94.
_____, Sifat Dasar Akuntansi Berbagai Pandangan, www.makalahdanskripsi.blogspot.com (diakses 5 Oktober 2011).