Laman

PROGRAM KEGIATAN KETRAMPILAN MENJAHIT TINGKAT DASAR BAGI IBU RUMAH TANGGA DAN PEMUDI PUTUS SEKOLAH DI KELURAHAN PEDALANGAN, KECAMATAN BANYUMANIK, SEMARANG


PROGRAM KEGIATAN KETRAMPILAN MENJAHIT TINGKAT DASAR
BAGI IBU RUMAH TANGGA DAN PEMUDI PUTUS  SEKOLAH
DI KELURAHAN PEDALANGAN, KECAMATAN BANYUMANIK,
SEMARANG

Agus Suratno
Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Semarang
Jl. Prof.H.Sudarto, SH, Tembalang, Kotak Pos 6199/SMS Semarang 50061


ABSTRACT
The purpose of the program is to train the women or house wifes of Kelurahan Pedalangan to Basic Sewing training   course using ‘off-cut clothes’. It is done for 3 days with 20 trainees  of 60 applicants. Actually It is regreted that some are refused to join the activities due to the lack of seats.
According to  the result of the training, the motivation of the trainee is getting up or increasing  after finishing the session.  As they are actually easy to learn the new skill of the basic sewing course., some of them have been studying before privately. It is a good news that  they are quick learner, only in the short time, the can practice what they got quickly. They can make a small trouser or short.
It was looking forward  that the program have the continous or sustanbility activities in order to be a place to them in having a new skill of the life. It is concluded the program can fullfil the target as a lot of advantages that  they  can get.

Keyword: women, skills, training, sewing, adult learner

PENDAHULUAN
Wilayah Kelurahan Pedalangan Kec. Banyumanik Kodia Semarang terdiri  dari 16 RT dan 4 RW, sebelah utara berbatasan dengan Kel. Tembalang dan  Kel. Sumur Bata, sebelah Timur berbatasan dengan desa Kramas , sebelah Selatan berbatasan dengan  Kel. Gedawang dan Kel. Padangsari  Kec. Banyumanik Kodia Semarang. Luas Kel. Pedalangan 226.559 ha, yang  terdiri dari irigasi setengah teknis 30 ha, tadah hujan/sawah rendengan seluas 23.350 ha, pekarangan 55.915 ha, tegalan atau kebun 103.559 ha, lapangan olah raga 1.16 ha dan lain-lain sejumlah 1.25 ha. Jumlah ibu rumah tangga pada akhir Mei 1999 sejumlah 589 orang dengan tingkat pendidikan SD dan tamat SD sebanyak 482 (18,83%) tamat SLTP dan SLTA sebanyak 18 ibu.  
Rata-rata kesejahteraan keluarga masih ada yang dalam kategori keluarga pra sejahtera. Kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat yang masih memprihatinkan tersebut dikarenakan kurangnya sarana, prasarana, teknologi dan informasi.
Kondisi tersebut membuat Kel. Pedalangan menjadi daerah target kegiatan dalam rangka memberdayakan wanita, hal ini dikarenakan juga adanya jumlah penggangguran putus sekolah lebih banyak dari pada yang bekerja. Pada beberapa tahun yang lalu ada beberapa LSM maupun Lembaga Pemerintah Kodia  Semarang telah mengadakan pendidikan dan pelatihan ketrampilan untuk memberdayakan penganggur wanita yang bertumpu pada sumberdaya dan potensi usaha di Kel. Pedalangan. Kegiatan ini  merupakan realisasi program pemerintah Indonesia di dalam menangani penganggur wanita yang bertujuan membantu peningkatan  taraf kesejahteraan hidup keluarga. Oleh karena itu untuk mengantisipasi keadaan demikian sudah saatnya diciptakan pemberdayaan Penggangguran Putus Sekolah  melalui usaha terpadu, dengan demikian penduduk   Pengangguran Putus Sekolah yang jumlahnya mencapai 55% dari penduduk keseluruhan kota tersebut tidak menjadi beban pembangunan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup diri dan keluarganya.
Politeknik Negeri Semarang sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri yang letaknya sangat dekat dengan Kel. Pedalangan sudah semestinya memberikan sumbangan pemikiran dalam pemberdayaan wanita dan sumber alam Kel. Pedalangan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Terutama  merasa terpanggil  untuk ikut serta menanggulangi penggangguran, (Penggangguran Putus Sekolah), baik itu penggangguran murni ataupun korban PHK yang ingin  bekerja.

Perumusan Masalah
Terpuruknya perekonomian Indonesia menimbulkan dampak yang luar biasa. Dampak langsung dari krisis ekonomi yang  melanda  Indonesia ini adalah tidak berkembangnya sektor ri’il, bahkan banyak sekali sektor ri’il yang harus menutup usaha (bangkrut). Jika  ada perusahaan yang dapat bertahan  biasanya dengan kebijaksanaan efisiensi besar-besaran, akibatnya terjadilah pengurangan Tenaga Kerja atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ekses ini semakin  membuat beban masalah yang harus ditanggulangi semakin berat. Dengan banyaknya pengagguran  memunculkan masalah-masalah baru di masyarakat. Untuk menanggulangi keadaan ini diadakan  suatu pemberian bekal ketrampilan menjahit bagi Para Penggangguran Putus  Sekolah.  Kentrampilan menjahit ini  dilakukan dengan bahan baku  kain  kiloan-afkir dengan dibuat sandang murah. Sebutlah dengan pakaian jadi  murah  dan terjangkau.  Disamping ketrampilan  penjahitan ,akan dilakukan  pemberian pengetahuan tentang  manajemen sederhana dalam mengelola dan memasarkan produk tersebut.

Tujuan Kegiatan
Tujuan dari kegiatan  ini adalah:
1.    Memberi ketrampilan menjahit tingkat dasar dengan bahan kain kiloan.
2.    Meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan bagi penggangguran Ibu-ibu Rumah Tangga dan wanita putus sekolah dengan  mengolah  suatu produk murah dan bermanfaat
3.    Menumbuhkan jiwa wira usaha sebagai Penjahit dg kain Perca

Manfa’at Kegiatan
Manfaat dari kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan aspek-aspek penting dalam  kentrampilan  usaha jahitan  dan meningkatkan pendapatan bagi para Penggangguran Ibu-ibu Rumah Tangga dan keluarganya, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

Tinjauan Pustaka
Penggangguran bisa terjadi disebabkan oleh adanya perubahan teknologi produksi yang menyangkut proses  pekerjaan, jenis-jenis bahan yang digunakan, ataupun tingkat produktifitas kerja. 
Menurut Yudo Swasono, 1995 dalam sebuah bukunya menyatakan’untuk mengurangi penggangguran teknologi ini tidak  ada  jalan lain  selain melaksanakan pembangunan untuk memperluas  lapangan  kerja dan  memperbesar penggunaan tenaga kerja penuh, produktifitas dan memberi latihan ketrampilan kepada tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi, sehingga datangnya  teknologi  baru  tidak menyebabkan  perubahan drastisdari penggunaan tenaga  kerja’
Sedangkan perubahan teknologi  produksi juga dapat menyebabkan terjadinya kekurangan tenaga kerja, yang perlu diperhatikan pula bahwa  perubahan teknologi juga  dapat mengakibatkan terjadinya pengangguran untuk tenaga kerja, dengan  jenis ketrampilan lama.
Padahal seperti yang disebutkan di atas, pengangguran putus sekolah dewasa ini salah satunya disebabkan  oleh adanya krisis ekonomi di Indonesia.  Upaya penanggulangan krisis ini Pemerintah telah mengeluarkan  strategi yang sifatnya crash  program, yang  berbunyi salah satunya antara lain: ‘Penanggulangan penggangguran pekerja trampil eks PHK melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan yang dikoordinir oleh Depnakertrans untuk selanjutnya ditempatkan dilembaga-lembaga ekonomi produktif’.(Made Sudiarsa, 1999).
Setelah medapatkan pelatihan diharapkan mereka dapat  mandiri atau mengembangkan usaha dari ketrampilan  yang telah dimiliki itu. Dalam usaha mandiri ini mereka dapat menggunakan ketrampilan baru itu guna mencari penghidupan atau meningkatkan taraf hidupnya. Kegiatan itu sering disebut dengan wira usaha atau usaha mandiri.
Menurut Geoffrey G Meredith Et. Al. (1996) dalam bukunya  Kewirausahaan menyatakan;’Usaha Mandiri/Wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan memiliki kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya yang membutuhkan guna mengambil  keuntungan daripadanya dan  mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses’.
Sedangkan menurut Raymond WY.Kao (1995) menyebutkan bahwa usaha Mandiri/Wirausaha itu adalah  suatu proses, yakni  proses penciptaan  sesuatu yang baru. (Kreasi baru) dan membuat sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada(inovasi), tujuannya adalah tercapainya kesajahteraan  individu dan nilai tambah bagi  masyarakat.
Dari  pengertian di atas, dalam kegiatan  ini, diusahakan  pengembangan usaha mandiri dapat diterapkan oleh para peserta latihan   ini dengan baik.

Materi dan Metode Pelaksanaan Kegiatan
Kerangka Pemecahan Masalah
Mencermati   identifikasi masalah maka perlu adanya  pemberian tambahan bekal pengetahuan mengenai aspek-aspek penting dalam membuka lapangan kerja dengan memberi ketrampilan membuat Kerajinan dengan Kain Perca bagi Ibu-ibu Rumah Tangga  melalui pelatihan menjahit tingkat dasar. Oleh karena itu materi yang akan diberikan untuk mengatasi masalah tersebut adalah  melalui pelatihan ketrampilan menjahit tingkat dasar untuk membuat Kerajinan dari Kain Perca  dengan bahan kain kiloan  afkiran dan  pemberian pengetahuan tentang aspek-aspek penting dalam pemasaran dan peningkatan kualitas produk
.
Realisasi Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan permasalahan yang ada, maka dibuat rencana kegiatan dan jadwal kegiatan sebagaimana Tabel 1. Dari Tabel 1, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.        Observasi dilakukkan sebelum kegiatan dilaksanakan (pada minggu pertama) untuk mengetahui kondisi dari obyek kegiatan. Dari observasi diperoleh bahan untuk   proposal.    
2.        Pembuatan proposal disusun  berdasarkan data observasi. Pembuaatan proposal disusun pada minggu ke dua.
3.        Pengurusan perijinan dan  dimaksudkan untuk mengurus administratif dari Lurah Kel. Pedalangan Kec. Banyumanik serta Direktur Politeknik Negeri Semarang serta pihak-pihak yang terkait.  Koordinasi tim direncanakan diadakan dua kali rapat   dan pengurusan perijinan ini direncanakan pada minggu ke tiga dan keempat bulan pertama.
4.        Persiapan materi  direncanakan selama tiga minggu pada  bulan kedua.
5.        Pelaksanaan kegiatan berbarengan dengan evaluasi direncanakan pada minggu ke empat bulan kedua dan minggu pertama dan kedua pada bulan ketiga. Evaluasi juga diteruskan pada minggu ke dua bulan ketiga.
6.        Penyusunan laporan hasil kegiatan kepada masyarakat direncanakan dilaksanakan pada minggu ke tiga dan keempat pada bulan ketiga





Tabel 1.
Jadwal Kegiatan

No
Kegiatan
Bulan I
Bulan II
Bulan III
MI
II
III
IV
MI
II
II
IV
MI
II
III
IV
1.
Observasi












2.
Penyusunan Proposal












3.
Pengurusan Perijinan dan koordinasi tim












4.
Persiapan dan Penyusunan Materi












5.
Pelaksanaan kegiatan & evaluasi












6.
Penyusunan Laporan















Khalayak Sasaran
Khalayak sasaran dalam program ini adalah 20 warga kel. Pedalangan Kec. Banyumanik Kodia Semarang, yang antara lain terdiri dari:
1. Penggangguran dari keluarga pra sejahtera dan rumah tangga miskin yang
    belum mempunyai penghasilan tetap terutama yang berada di wilayah perkotaan
2. Penggangguran Putus Sekolah, korban PHK yang ingin bekerja dan alih profesi
    pada pekerjaan sektor informal.

Pelaksanaan pendaftaran perserta dilakukan dengan penyebaran pengumuman di seluruh RT/RW yang ada di Kel. Pedalangan.

Metode Kegiatan
Metode yang dipakai dalam kegiatan kepada masyarakat ini berupa: ceramah, diskusi serta praktek. Kegiatan awal dimulai dengan pemberian materi tentang tujuan kegiatan, proses belajar mengajar selama berlangsungnya kegiatan sampai hasil yang akan dicapai.
Evaluasi dilakukan selama kegiatan berlangsungdan dan setelah kegiatan berakhir, kurang lebih selama dua kali pertemuan. Evaluasi dilakukan dengan cara mencermati apakah peserta memahami serta mampu mempraktekan apa yang telah diperoleh. Mereka diharapkan mampu memproduksi/membuat Kerajinan dari Kain Perca sederhana  yaitu paling tidak: celana kolor, pakaian anak-anak, keset atau alas gelas dengan kain afkir.

PEMBAHASAN
Pelaksanaan kegiatannya berbentuk Pelatihan  Ketrampilan Menjahit Tingkat Dasar telah diselenggarakan dengan jadwal sebagaimana tersaji dalam Tabel 2.
Kegiatan yang tertera pada Tabel 2 telah terselenggara dengan baik tanpa ada halangan yang berarti. Bahkan  jumlah peserta yang antri mau ikut sudah terlalu banyak yang mendaftar sejumlah kurang lebih 60 orang, target yang dibutuhkan hanya  20 peserta. Sehingga seleksi penerimaan Calon peserta pengabdian perlu diadakan.








Tabel 2.
Acara Pelatihan Ketrampilan Menjahit

No
Materi/Acara
Petugas/Instruktur
Keterangan
1
Pembukaan
Pengetahuan dan dasar-dasar teori menjahit
Paniya/Agus S
Ibu Suprapti
Balai  desa Kantor Kel.
Pedalangan
2.
Membuat pola baju dan
Memotong  kain yang benar
Sugiyanta/Suharmanto
Dan Ibu  Suprapti
Kursus Menjahit Saraswati , Jl Kanfer No 564
3.
Menjahit baju dengan pola yang telah dibuat sendiri
Agus s/Rif’ah
Dan Ibu Suprapti
Kursus Menjahit Saraswati , Jl Kanfer No 564



Berdasarkan relevansi antar metode dan materi  yang diberikan pada pelaksanaan kegiatan ini, cukup relatif baik, karena dengan metode yang diharapkan dan telah dilaksanakan tidak terdapat perbedaan yang  sangat menyolok. Metode Praktek langsung merupakan cara yang efisien dalam proses belajar ketrampilan . Dalam  pelatihan ini sebagian besar peserta sudah mempunyai bekal cara menjahit dan  tingkat antusiasmenya cukup tinggi. Sehingga materi pembelajaran tersebut dapat direspon oleh para peserta dengan cepat dan mudah.
Tujuan yang diharapkan pada kegiatan pengabdian ini adalah  untuk membekali ketrampilan menjahit bagi muda-mudi pengangguran putus sekolah, tetapi pada kenyataanya sebagian besar peserta kebanyakan para ibu rumah tangga. Sedang tujuan yang akan dicapai tidak hanya dalam bidang ketrampilan menjahit, tetapi  juga akan diajarkan  ketrampilan lain, contohnya: wirausaha. Manajemen, model dsb. Namun pada pelaksanaan kegiatan ini belum dapat diselesaikan dalam tempo yang relatif singkat, karena keterbatasan  waktu yang  dialokasikan. Keterbatasan waktu ini, para peserta mengharapkan  agar dapat ditindak lanjuti kesinanmbungannya , dengan  mengadakan  pelatihan ketrampilan  menjahit lanjutan.
Dari pengamatan yang telah dilakukan dalam pengabdian ini , kondisi awal  mereka  sebagian besar dalam bidang  ketrampilan  menjahit ini dapat dikatagorikan masih tingkat pemula, bahkan ada yang sama sekali belum tahu tentang teori menjahit terutama membuat baju, pakaian dsb. Setelah mengikuti pelatihan ini mereka kebanyakan sudah dapat mengetahui bagaimana membuat baju wanita yang  sangat sederhana. Di awali dari mengambar pola, memotong kain sampai menjahitnya. Bahkan ada peserta yang telah dapat menyelesaikan  sepotong baju wanita sederhana dalam jangka waktu 3 kali pertemuan ini. Hal ini memberikan gambaran bahwa adanya program ini telah menghasilkan suatau ketrampilan yang dapat dijadikan bekal mereka dalam mengembangkan  usaha penjahitan.  Kemungkinan paling tidak kegiatan ini telah memberi ketrampilan sederhana atau bahkan membuka ingatan kembali bagi mereka yang sudah mempunyai ketrampilan  menjahit sebelumnya.

Manfa’at dari kegiatan ini, melalui  pelatihan ketrampilan sederhana yang sering sekarang kurang diminati orang, telah memberi pengetahuan dan ketrampilan baru bagi beberapa peserta. Bagi sebagian mereka ini merupakan kesempatan yang baik dalam mengembangkan diri. Mengingat  mereka biasanya tidak tahu dari mana memulai suatu kegiatan, maka dengan adanya program kegiatan yang diadakan Politeknik ini , mereka merasa mendapat wadah untuk berkereasi dan  berlatih usaha.
Hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program ini antara lain  waktu. Masalah dana ini biasanya menjadi hal yang klasik dan urgen. Dengan dana  yang disediakan Polines ini hanya dapat ditargetkan bagi peserta sejumlah kira-kira 20 orang saja. Tetapi pada kenyataannya, jumlah pendaftar yang berminat pada kegiatan ini mencapai 60 orang, sehingga ada 40 orang yang belum mendapat kesempatan mengikuti program  kali ini.  Dengan kendala dana yang  relatip minim ini, juga mempengaruhi lamanya penyelenggaraan kegiatan ini. Dalam jangka waktu hanya 3 kali pertemuan materi pembelajaran diberikan secara sporadis, sedang kegiatan lainnya dapat dilakukan di rumah masing-masing. Bagi mereka yang telah mempunyai pengalaman mengikuti kursus ketrampilan menjahit tidak menjadi kendala yang berarti. Bagi mereka yang masih menjadi pemula terasa bahwa waktu pertemuan tatap muka tersebut sangatlah begitu singkat.

Pemecahan masalah kendala ini. sebaiknya Polines sebagai motivator saja kemudian diharapkan munculnya pemikiran atau ide-ide dari masyarakat. Setelah  Kursus singkat ini mereka dapat melakukan kursus lanjutan secara mandiri yang langsung dikoordinir oleh instruktur. Diharapkan pula instruktur dapat menindak lanjuti kegiatan ini dengan cara pengajaran kursus dengan biaya yang dapat ditekan seminim mungkin (murah).
Diakhir  dari kegiatan ini tolok ukur sebagai parameter keberhasilan pengabdian ini yaitu pada session terakhir mereka  (para peserta) telah dapat menyelesaikan hasil jahitan mereka masing-masing. Hasil jahitan ini dikumpulkan untuk diteliti oleh instruktur, yang selanjutnya untuk diperbaiki dibeberapa bagian yang masih memerlukan atau belum rapi.  Sebagai motivasi bagi para peserta pengabdian, hasil jahitan tersebut kemudian dihadiahkan kepada mereka.

KESIMPULAN
1.    Berdasarkan analisa situasi Kel . Pedalangan merupakan daerah yang dapat dikatagorikan masih terdapat penduduk yang tidak berpendapatan tetap, padahal potensi penduduk untuk dikembangkan cukup terbuka.
2.    Politeknik Negeri  Semarang  mempunyai kewajiban  untuk ikut  berperan serta dalam mengambangkan Kel. Pedalangan, sebagai salah satu wujud dari Tri Dharma  Perguruan Tinggi.
3.    Bentuk dari pengabdian yang diberikan bagi masyarakat Kel. Pedalangan ini adalah pemberian ketrampilan menjahit tingkat dasar. Ternyata kegiatan ini direspon secara positif oleh masyarakat. Terbukti antara jumlah pendaftar dan peserta yang dapat ditampung cukup jauh bedanya.
4.    Perlu ditindak lanjuti kegiatan pengabdian berikutnya untuk menampung kekecewaan dari mereka yang belum mengikuti kegiatan program  kali ini

Saran
Kegiatan ini perlu diperbanyak sehingga kegiatan  dapat dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan. Model kegiatan  yang   hanya dilakukan oleh panitia yang terdiri 5 orang staf pengajar memacu kompetisi, dalam mendapatkan bantuan kegiatan bagi mereka yang ingin  mengadakan program semacam.

DAFTAR PUSTAKA
Philip Khotler, AB Susanto, 1999, Manajemen Pemasaran di Indonesia, Edisi Pertama, Jakarta: Salemba Empat
Made Sudiarsa, 1999,  Peningkatan dan pengenbangan Sumber Daya manusia(SDM) untuk berwirausaha dalambidang  Industri kecil dan Jasa.  Jakarta; Dep KPKM.
Sarifien Soekardi, 1999, Kerja Profesional dan  Mandiri sebagai tantangan dalam mengatasi permasalahan  Bid. Industri dan Jasa.  Semarang; Kanwil  Depnaker Prop. Jateng.
----------, 1999, Program penganggulangan Penggangguran dengan Pengembangan Budaya Kewirausahaan, Semarang; Kanwil  Depnaker Prop. Jateng.


MEMAHAMI PENATAGUNAAN TANAH DALAM KEGIATAN EKONOMI


MEMAHAMI PENATAGUNAAN TANAH DALAM KEGIATAN EKONOMI

Lilis Mardiana Anugrahwati
Jurusan Akuntansi, Politeknik Negeri Semarang
Jl. Prof.H.Sudarto, SH, Tembalang,Kotak Pos 6199/SMS Semarang 50061


ABSTRACT
Almost all the activities that we do as well as social, cultural and economic activities need a place to carry out those activities. The economic activity is the one which has influenced in the growth of a city. If there is no regulation about it, the city that has a variety of activities will become a slum. Finally, it would have many disadvantages for its own inhabitants. Furthermore, the city needs a city spatial plan that should be drawn up for the community in using the space as guidance.  The land use management is one of the devices in controlling the spatial planning for the community development activities. The understanding of the land use management is very important for the economic activity actors. The expectation is that the economic activity will support the achievement of the city in accordance with the spatial and sustainable city planning

Keywords : economic activity, space planning and land use management.

PENDAHULUAN
Papan atau rumah atau tempat hidup  merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping sandang dan pangan. Berbicara mengenai papan tidak akan bisa lepas dari peran tanah sebagai tempat berdirinya atau tempat berlangsungnya aktifitas manusia, sehingga tanah merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagaimana disebutkan pada pasal 33 ayat 3 memberikan kewenangan pengaturan kepada negara atau pemerintah untuk mendaya gunakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Agar tanah bisa didaya gunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan pemanfaatan tanah bisa terjaga dan lestari, tidak saling merugikan dan  untuk menghindari terjadinya sengketa pertanahan pada tahun 1979, Presiden mengeluarkan kebijaksanaan bidang pertanahan yang dikenal dengan Catur Tertib Bidang Pertanahan sebagaimana dimuat dalam Keppres No. 7 Tahun 1979, meliputi:
1.      Tertib Hukum Pertanahan
2.      Tertib Administrasi Pertanahan
3.      Tertib Penggunaan Tanah
4.      Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup.
Pada saat ini, terutama di perkotaan dimana harga tanah sudah sangat tinggi serta ketersediaan tanah yang terbatas memunculkan banyak permasalahan terutama pada tertib penggunaan tanah.  Kondisi tersebut terjadi karena masyarakat pemilik tanah ingin memanfaatkan tanah yang terbatas dan bernilai ekonomis tinggi tersebut secara maksimal ,sehingga terkadang melupakan pengaturan penatagunaan tanah yang dibuat untuk pengaturan penguasaan,  penggunaan dan pemanfaatan tanah  agar dapat memberikan manfaat yang lebih luas untuk kemakmuran rakyat secara bersama.
Perkembangan penggunaan tanah di suatu kota sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi dari kota tersebut. Richard M. Hurd (1903) mengungkapkan bahwa pola penggunaan lahan dalam suatu kota sangat erat kaitannya dengan masalah ”land values” (nilai lahan), ”rents” (sewa) dan ”costs” (biaya) (Hadi Sabari Yunus, 2000). Eratnya hubungan antara kegiatan ekonomi dengan penatagunaan tanah tidak dapat dipungkiri lagi menjadi salah satu alasan bagi pemilik tanah untuk memanfaatkan setiap jengkal tanahnya untuk kegiatan ekonomi, yang bahkan secara sadar ataupun tidak sadar kadang digunakan tidak sesuai dengan ketentuan penatagunaan tanah.
Pembahasan dalam tulisan ini lebih untuk memberikan pemahaman bagaimana agar antara kegiatan ekonomi yang akan dilakukan oleh pemilik maupun penyewa tanah tidak melanggar dari ketentuan penggunaan tanah yang berlaku pada daerah tersebut.

PENATAGUNAAN TANAH
Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2004 yang dimaksud dengan penatagunaan tanah adalah pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.
Penatagunaan tanah bertujuan untuk :
a.    Mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah;
b.    Mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah;
c.    Mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah;
d.    Menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan.

Dari tujuan sebagaimana tertuang dalam pasal 3 PP no. 16 tahun 2004 tersebut diatas, dapat dilihat bahwa dasar bagi penatagunaan tanah adalah Rencana Tata Ruang Wilayah.
Dalam hal ini sebagai pedoman dalam mengatur penatagunaan tanah adalah Rencana Tata Ruang Wilayah dari masing-masing daerah.
Kebijakan penatagunaan tanah diselenggarakan pada bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, tanah negara maupun tanah ulayat masyarakat hukum adat. Dengan kata lain bahwa penatagunaan tanah ini diberlakukan pada semua bidang tanah baik yang sudah ada haknya maupun yang belum ada haknya.
Pada dasarnya kegiatan penatagunaan tanah dilakukan oleh berbagai instansi dengan berbagai bentuk. Di bidang pertanahan penyelenggaraan penatagunaan tanah ini dijadikan satu siklus dengan proses hak atas tanah. Di bidang pembangunan ada Ijin Mendirikan Bangunan, ijin gangguan dan ijin-ijin lain yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah / Kota dalam rangka penatagunaan tanah ini.

MEMAHAMI HUBUNGAN PENATAGUNAAN TANAH DALAM KEGIATAN EKONOMI
Dengan melihat tujuan penatagunaan tanah sebagaimana diterangkan diatas, terlihat bahwa peran rencana tata ruang wilayah dalam penatagunaan tanah adalah hal yang mutlak, karena rencana tata ruang kota inilah yang menjadi pedoman dalam penatagunaan tanah. Untuk itu kita perlu memahami bagaimana sebetulnya hubungan antara rencana tata ruang dengan penatagunaan tanah. 
Rencana Tata Ruang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan Penataan Ruang  adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Pada dasarnya dalam penataan ruang membedakan penggunaan tanah dalam 2 fungsi utama kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung memberikan arahan penggunaan tanah untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat konservasi atau pelestarian lingkungan, sedangkan kawasan budidaya memberikan arahan penggunaan tanah untuk kegiatan-kegiatan budidaya baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi.
Dari sisi kewilayahan penataan ruang dapat dibedakan menjadi rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota. Dalam rangka penatagunaan tanah maka yang dijadikan pedoman adalah rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Meskipun di Indonesia hampir dua pertiga permukaannya adalah lautan namun sebagian besar aktivitas dilakukan diatas daratan atau diatas tanah. Atas dasar hal itulah dapat dikatakan bahwa keberhasilan penerapan penataan ruang akan sangat bergantung pada bagaimana para pemilik tanah mendayagunakan tanahnya. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 9 PP nomor 16 tahun 2004 bahwa penetapan rencana tata ruang wilayah tidak mempengaruhi status hubungan hukum atas tanah, namun ternyata kedua hal tersebut yaitu tanah dan rencana tata ruang saling mempengaruhi. Rencana tata ruang akan mempengaruhi tanah tidak pada hak kepemilikannya namun kepada penggunaan serta pemanfaatannya, sedangkan keberhasilan penerapan tata ruang akan sangat dipengaruhi oleh kesadaran pemilik tanah dalam menggunakan dan memanfaatkan tanahnya. Pengendalian agar rencana tata ruang tersebut dapat tercapai menjadi kenyataan salah satunya diperlukan adanya proses penatagunaan tanah.
Penataan ruang memiliki tujuan untuk mengatur agar tercipta harmonisasi penggunaan dan pemanfaatan ruang agar lebih berdaya guna dan menjamin terciptanya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), yang didalam undang-undang penataan ruang dicapai dengan :
a.    Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b.    Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c.    Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Tanah berkembang tidak hanya sebagai kebutuhan tetapi sudah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis tinggi, bahkan sudah menjadi barang investasi. Semakin dekat dengan pusat kegiatan maka akan semakin tinggi nilai tanah demikian pula sebaliknya dengan harga tanah yang tinggi maka semakin tinggi pula kegiatan ekonomi pada tanah tersebut. Hal ini bisa kita lihat misalnya dengan semakin tingginya harga tanah di sekitar kampus Universitas Diponegoro (Undip) Tembalang yang merupakan salah satu kegiatan yang menjadi pusat pertumbuhan baru di Kota Semarang. Contoh lainnya adalah semakin dekat dengan pusat kota seperti simpang lima maka harga tanahnya semakin tinggi. Dengan semakin tinggi nilai tanah maka kegiatan ekonomi yang ada dilokasi tersebut akan lebih banyak didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa.
Abdurrahman dalam buku Industrialisasi dan Perubahan Fungsi Sosial Hak milik Atas tanah karangan Prof. Dr. Yusriadi, SH.,MS. mengungkapkan tanah sebagai komoditas ekonomi, dengan munculnya pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, maka telah mendorong penggunaan tanah sebagai mekanisme akumulasi modal. Bahkan pembangunan ekonomi yang terjadi saat ini menempatkan tanah hanya dilihat dari segi ekonomi semata, yang akhirnya menempatkan tanah sebagai sarana investasi dan spekulasi.
Agar tanah sebagai sarana investasi dan spekulasi ini bisa sejalan dengan rencana tata ruang maka perlu adanya kekuatan dan konsistensi dalam menerapkan ketentuan penatagunaan tanah. Untuk itu kita perlu memahami bagaimana sebetulnya penatagunaan tanah ini diterapkan. Proses penatagunaan tanah ini dilakukan dalam berbagai kegiatan pengendalian pembangunan, antara lain pada proses pemberian hak atas tanah, pada proses perijinan pembangunan maupun proses perijinan pemanfaatan ruang atau bangunan. Ketentuan dalam pelaksanaan proses-proses tersebut selalu mengharuskan sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan.
Sebagai pedoman dalam melaksanakan penatagunaan tanah ini Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 16 tahun 2004 tentang penatagunaan tanah. Peraturan Pemerintah ini disusun untuk memberikan arahan bagi pemerintah khususnya Kantor Pertanahan serta panduan bagi masyarakat. Dalam hal pemanfaatan tanah penatagunaan tanah ini mengatur antara lain :
1.        Penggunaan dan pemanfaatan tanahnya harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
2.        Penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah tidak dapat diperluas atau dikembangkan penggunaannya. 
3.        Pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah tidak dapat ditingkatkan pemanfaatannya.
Ketentuan diatas akan sangat berpengaruh bagi pemanfaatan tanah untuk penggunaan kegiatan ekonomi. Tidak jarang kebijakan tata ruang yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus berbenturan dengan kepentingam pribadi para pemilik tanah ataupun para pengusaha.
Sebagai salah satu contoh adalah digugatnya RTRW kota Semarang ke Mahkamah Konstitusi 0leh perusahaan perusahaan yang berada di kawasan Jalan Simongan kota Semarang terkait dengan tidak masuknya lokasi usaha industri yang mereka miliki dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang yang baru disahkan tahun 2011 ,karena ternyata kawasan tersebut dalam RTRW tahun 2011 tidak termasuk dalam kawasan industri tetapi masuk sebagai kawasan perumahan.
Dalam kasus tersebut karena lokasi usaha berada pada lokasi yang tidak sesuai dengan tata ruang maka sesuai dengan ketentuan tersebut para pemilik usaha tidak bisa lagi memperluas dan mengembangkan usahanya, bahkan terancam harus memindah usahanya ke kawasan industri. 
Kondisi tersebut diatas dapat memberikan gambaran bagaimana kegiatan ekonomi memiliki kaitan yang saling mempengaruhi dengan kebijakan penatagunaan tanah. Kegiatan ekonomi yang dilakukan di suatu hamparan tanah haruslah dilakukan sesuai dengan ketentuan tata ruang. Untuk itulah perlu pemahaman dari pemilik tanah bahwa untuk menggunakan atau memanfaatkan tanahnya bagi kegiatan apapun utamanya untuk kegiatan ekonomi harus didasari pada penatagunaan tanah yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Sesuai dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pada pasal 6 dinyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ketentuan tersebut secara jelas memberikan batasan kepada pemilik tanah bahwa dalam memanfaatkan tanahnya tetap harus memperhatikan fungsi sosialnya. Fungsi sosial ini salah satunya adalah bahwa dalam memanfaatkan harus sesuai dengan tata guna tanah 
Berikut adalah langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh pemilik tanah agar kegiatan ekonomi yang dilaksanakan dalam rangka pemanfaatan tanahnya bisa sesuai dengan penatagunaan tanah :
a.    Apabila memiliki rencana membeli tanah untuk digunakan usaha, maka usahakan mengetahui lokasi tersebut dalam rencana tata ruang berada pada kawasan yang bisa digunakan untuk usaha tersebut.
Contoh :    
Apabila akan mendirikan sebuah pabrik maka pastikan bahwa tanah tersebutlokasinya berada pada kawasan industri. Apabila akan mendirikan usaha hotel maka pastikan bahwa tanah tersebut  lokasinya berada pada kawasan perdagangan dan jasa.
b.    Apabila telah memiliki tanah dan akan mendirikan sebuah usaha diatasnya maka sesuaikan jenis usaha yang akan dilakukan dengan tata guna tanah lokasi tersebut.
Contoh :    
Apabila lokasi tanah ternyata pada kawasan perumahan maka buatlah usaha yang diperbolehkan untuk lokasi tersebut misalnya untuk rumah kost, home stay atau usaha lainnya yang mendukung kawasan perumahan
c.    Lakukan pembangunan atau pendirian tempat usaha dengan didahului dengan perijinan sesuai dengan ketentuan, karena perijinan merupakan salah satu bentuk pengendalian penatagunaan tanah.

PENUTUP
Penatagunaan tanah sebagai bagian dari pengendalian pembangunan suatu wilayah agar sesuai dengan perencanaan merupakan hal yang harus dipahami oleh setiap stake holder atau pemangku kepentingan pembangunan. Kegiatan ekonomi memerlukan wadah atau ruang untuk melaksanakan kegiatannya sehingga pemahaman akan penatagunaan tanah merupakan hal yang perlu dipahami bagi setiap pihak yang terlibat. Pemahaman penatagunaan tanah yang sesuai dengan rencana tata ruang, dilanjutkan dengan kemauan untuk mematuhi penatagunaan tanah itu sendiri akan membantu pertumbuhan dan perkembangan kota sesuai dengan rencana kota yang telah ditetapkan. Perkembangan kota yang tumbuh dengan baik dan dinamis serta terkendali akan mampu menumbuhkan kegiatan ekonomi bagi seluruh warganya, yang kemudian ini akan mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 16 tahun 2004 tentang penatagunaan tanah.
Suardi, SH, MH.  2005, Hukum Agraria, Jakarta, Badan Penerbit Islam.
Dr. Muhadar, SH, Msi. 2006, Viktimisasi Kejahatan di bidang Pertanahan, Yogyakarta, LaksBang PRESSindo.
Prof.Dr.Yusriyadi, SH, MS. 2010, Industrialisasi dan Perubahan Fungsi Hak Milik Atas Tanah, Yogyakarta, Genta Publishing.
Hadi Sabari Yunus, 2000, Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset.